I wish for success, good health and happiness:
Happy new year 2010!
Pada tulisan terdahulu, penulis mengibaratkan organisasi sebagai sebuah ”hangar” yang membesarkan ”orang-orang biasa” menjadi bintang bersinar di dalam organisasi. Suatu hari, penulis berkesempatan untuk menggali dan memahami minat & aspirasi orang-orang biasa ini. Mereka terdiri dari para junior dan para senior. Tentunya perbedaan generasi yang sangat mencolok ini menjadi tantangan internal tersendiri bagi program melesatkan ”bintang organisasi” masa depan: talent management.
Saatnya sekat dan pembatas komunikasi antar generasi dibuka; setiap orang diberikan kesempatan dan peluang untuk berkarya: memberikan yang terbaik dan diberikan apresiasi terhadap inisiasi yang mereka lakukan. Karena melalui talent management, para bintang yang sedang dilesatkan ini tak lagi ragu untuk mengekspresikan kata: I Shine! dalam pentas organisasi.
Rasanya masa-masa itu sudah lama sekali berlalu. Namun kali ini penulis berkesempatan menemui kembali perusahaan yang sama, namun dengan kacamata yang berbeda. Setelah beberapa lama, orang-orang yang pernah penulis temui bertambah arif & bijak, dan tak jarang tengah berada pada puncak puncak karir. Pembaca sekalian, kunjungan berikut ini benar-benar menginspirasi penulis.
Dan apa boleh buat, penulispun mendapatkan jawaban: kacamata boleh berbeda namun masalah tetap sama. Orang-orang telah "kebal" terhadap perubahan: perubahan adalah hal yang pasti, namun proses dan upaya "survival" di dalam organisasilah yang harus dijaga. Sehingga office politics mengemuka, orang-orang tunduk pada arus terkuat, dan bahkan ikut terbawa arus. Dalam pada itu, perubahan demi perubahan tetap disuarakan seiring dengan dinamika perusahaan tsb.
Begitu banyak pertanyaan "mengapa", yang harus dijawab "oleh karena" segera. Semoga.
Terdapat 3 jenis orang yang sangat lazim ditemui dalam organisasi, yakni: campers, climbers dan quiters. Dalam artikel ini campers akan lebih banyak dibahas karena mereka adalah orang-orang yang average/ mediocre, tidak mencolok dan bisa jadi merupakan sekumpulan orang yang memberatkan gerak langkah organisasi menuju pertumbuhan atau bahkan penghambat perubahan dari waktu ke waktu.
Campers:
Quitters:
Climbers:
Rasanya belum 2-3 tahun ini penulis menjadi career coach bagi sang adik. Perbedaan pandangan bagi penulis bukanlah menjadi masalah, namun pandangan berbeda itu sangat menentukan bagi pilihan-pilihan-yang dalam kasus ini: karir yang diinginkan. Kesabaran yang besar penulis butuhkan dalam 2-3 tahun ini dalam keseharian memahami sebab & akibat dari "pilihan" sang adik itu.
Sebuah pengalaman, setelah penulis renungkan sebagai anggota dalam organisasi masyarakat terkecil, memberikan pencerahan mengenai pemahaman berikut pendalaman (atau "feel") terhadap organisasi "milik keluarga" atau organisasi yang memiliki nilai kekeluargaan yang kuat.
Di dalam korporasi, konflik berikut kompromi-kompromi yang terjadi menghasilkan efek kontra-produktif bagi organisasi:
Sebagai penutup, tarik menarik kepentingan Parent Vs. Infant adalah bagaikan siklus pasang surut akibat gaya gravitasi Bulan-Bumi. Dibutuhkan kepemimpinan yang mumpuni: kepemimpinan yang tegas namun memberikan ruang** bagi tumbuh kembang sang anak. Semoga.
Hal yang menarik terjadi ketika berfokus pada proses mendiskusikan bagaimana strategic objective korporat diterjemahkan ke dalam divisi-divisi hingga ke unit-unit terkecil. Divisi-divisi hingga unit-unit terkecil seharusnya memiliki benang merah yang hulunya berasal dari gambaran besar strategi perusahaan, dan mengalir terus menuju hilir (sisi transaksional).
Secara makro, yang akan merasakan dampak agregat jangka panjang "Ada Udang di Balik Batu" vs "Lempar Batu Sembunyi Tangan" adalah Perusahaan. Dengan kata lain, Visi-Misi-Tujuan Stratejik yang telah dirumuskan dan dicanangkan dalam jangka pendek-menengah ternyata tidak tercapai 100%, atau kabar buruknya bagi Manajemen adalah: Visi-Misi-Tujuan Stratejik ini merupakan "ilusi" semata.
Di dunia persilatan, para pesilat dalam meningkatkan kesaktian harus senantiasa "berguru" kepada orang yang lebih sakti guna meningkatkan keterampilan: baik dalam menggunakan senjata, maupun bertahan/menyerang dengan tangan kosong. Bahkan berguru pun meluaskan jaringan dan pengaruh sang pesilat. Semakin tinggi ilmu sang pesilat, maka semakin disegani ia.
Bagi organisasi yang mulai menemukan kesetimbangan (menjelang tahapan "mature"), membangun Career Track (dan juga subsistem-subsistem HR lainnya) adalah ibarat membangun sebuah jalan. Mengapa demikian? Fungsi HR yang sebelumnya berada pada "level administrasi" kini bergerak guna memberikan layanan yang lebih baik. HR ditantang untuk memikirkan sesuatu yang intangible: belum lagi terlihat, namun dapat dimaknai melalui keberadaan potensi jajaran organisasi. HR diajak memikirkan bagaimana situasi dan kondisi jajaran perusahaan jangka waktu 3, 5, 10 tahun lagi; menggerakkan jajaran untuk bersiap diri menghadapi tantangan serta strategi yang diambil oleh organisasi; memonitor apakah pergerakan jajaran tetap pada track yang telah ditetapkan organisasi.
"My Chocolate Box": sebuah kotak pada blog ini, merupakan link(s) serta blog pilihan yang penulis kunjungi. Diantaranya terdapat blog yang inspiratif, penuh warna menunjukkan dunia lain dari sisi tulis menulis. Bagaikan sekotak coklat, ini merupakan hadiah yang menyenangkan bagi pembaca.
Minggu lalu penulis kehilangan HP di tempat umum, namun syukurlah: penulis mendapatkan no. HP yang sama seperti yang digunakan selama ini-namun no. telp rekan, relasi, teman dan handai taulan tidak terselamatkan.
Jadi, jika ada gedung dengan beberapa jendela rusak tidak diperbaiki, maka para berandal akan berusaha memecahkan lebih banyak jendela. Bahkan mereka akan mencoba masuk ke dalam gedung, dan jika tidak dihuni, mungkin ada penghuni gelap atau api unggun (di dalam gedung).
Berpijak pada tulisan penulis sebelumnya: "Memahami The Garbage Theory" dimana suatu organisasi yang mengalami "over populated" dipenuhi oleh orang-orang yang "bermasalah", konsekuensi yang akan dihadapi oleh organisasi adalah bertambahnya "sampah organisasi" yang berserakan di sela-sela unit/ departemen/ sebagian besar organisasi; adanya ketidakteraturan; lalu perlahan-lahan menyusupkan the broken windows yang tercermin dari semakin banyaknya pelanggaran dan tindakan indisipliner yang dilakukan oleh para anggota organisasi. Peraturan Perusahaan perlahan tidak ditegakkan atau mungkin tidak lagi direvisi melalui Keputusan Direksi; mekanisme/ sistem mulai kabur batasan-batasannya, sehingga orang-orang bertindak semaunya; tidak adanya reward & punisment yang adil dan wajar; lalu lama kelamaan "hukum rimba belantara" merajai organisasi: siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Sungguh broken windows menjauhkan organisasi dalam mencapai penyelarasan dan eksekusi strategi.
Pembaca sekalian, berbagai informasi akan didapat ketika kita memberikan pertanyaan, namun sangat sedikit jawaban yang mungkin dapat "memuaskan" kita. Seringkali dalam kasus wawancara atau survey tentang organisasi, dimana sifat pertanyaan yang diberikan kualitatif atau sesuai dengan "daftar pertanyaan" dan terkadang memerlukan penjelasan rinci, namun mereka seringkali mendapatkan jawaban yang berbelit, tidak tepat ke sasaran atau cenderung berputar-putar. 

Penulis berkesempatan menghadiri Knowledge Cafe 15 yang diadakan oleh Indosat. Tema yang diangkat pada acara tersebut adalah INTERNETWORKER: Learn Faster and Work Faster through Technology. Pembicara yang melakukan sharing ini adalah Prof. Eko Indrajit. Acara disiarkan langsung ke kantor-kantor wilayah Indosat, seperti Bandung, Semarang, Balikpapan, Medan, Surabaya, Yogyakarta dan Pontianak.Knowledge is Power, don't Share..
Di dalam dunia pendidikan bahkan di dunia kerja juga masih sarat dengan paradigma yang menghambat kemajuan, yakni: "knowledge is power, don't share" sehingga berbagi pengetahuan menjadi tidak mudah dilakukan. Pembaca sekalian dapat membayangkan, betapa banyak data yang tersimpan tanpa pernah dimanfaatkan untuk sekedar pemahaman, pengembangan, penelitian, dll.
Trend ke depan, menurut Prof. Eko, persaingan yang akan dihadapi bukan lagi antar bangsa, namun persaingan antar individu atau individu yang berkelompok melalui kolaborasi pengetahuan, yang berlomba-lomba melakukan inovasi untuk mengeksekusi, mewujudkan sesuatu yang masih dimimpikan...
Penutup
Bagi penulis, sharing session yang diberikan Prof. Eko yang sangat inspiratif sekaligus reflektif ini sungguh membuka wawasan. Sehingga untuk menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa lain, maksimalkanlah pemanfaatan pengetahuan melalui internet dan bagikanlah ilmu secara cuma-cuma - misalnya melalui blog ini. Bagaimana dengan Anda?
Artikel ini menjadi bahasan menarik untuk mencegah situasi/ pola/ ritme praktik Waltzing Black terulang di dalam organisasi anda. Membahas tata kelola perusahaan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta contoh kasus yang berdimensi Good Corporate Governance dan Organizational Development.
Lalu, ayat 2 : "Serikat Pekerja mempunyai fungsi: Antara GCG, PP dan SP
Pada artikel ini penulis akan membahas sebuah kasus terkait GCG, PP dan SP, dimana seorang teman mengalami kejadian yang sangat memalukan dimana ia harus mengembalikan hadiah yang diberikan oleh sebuah perusahaan sebagai "tanda terimakasih" atas pekerjaan yang dilakukan -- sepengetahuan Perusahaan tempat ia bekerja. Lalu penulis menanyakan, Apakah perusahaan memiliki sebuah panduan teknis yang secara jelas mengatur tentang penerimaan hadiah? (teknisnya berarti: apakah perusahaan memiliki panduan GCG?) Apakah perusahaan memiliki PP yang update? Apakah perusahaan memiliki SP?Dengan semakin tumbuhnya size dari organisasi menjadi sebuah korporasi, yang ditandai dengan: tumbuhnya unit-unit baru, bahkan anak-anak perusahaan baru; tingginya kompleksitas di dalam organisasi, maka perusahaan haruslah diatur dengan peraturan korporasi, artinya mekanisme korporasi-lah yang harus dijalankan. Meskipun pada awal organisasi berdiri, aturan tidak begitu banyak diperlukan mengingat organisasi masih berada pada skala kecil, dimana orang-orang masih sedikit, dan unit-unit operasi yang bernaung belum begitu banyak.
Dalam jangka panjang: tidak dikajinya peraturan perusahaan, "matinya" tata kelola perusahaan, dan tiadanya wadah yang menjamin keharmonisan terkait hubungan industrial akan menimbulkan pertanyaan dasar terhadap eksistensi organisasi secara legal (yang memberikan kepastian dan landasan) dari para anggota organisasi: Masihkah perusahaan going concern?
Paradigma-paradigma kuno di atas tentunya mesti diubah, keterkaitan antara perkembangan organisasi (size) dengan tiga perangkat kepatuhan dalam sebuah korporasi mestilah terlihat benang merahnya. Artinya ketidakjelasan, tidak adanya hitam di atas putih seharusnya dapat dieliminir, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan keresahan, perasaan bersalah atau mungkin "mati rasa" diantara para anggota organisasi. Semoga saja!