Senin, Oktober 13, 2008

Peran OD dalam Talent Management

Sebelum roket peluncur ditemukan, upaya manusia untuk menembus atmosfer dan mengorbit di ruang angkasa diibaratkan sebagai suatu impian yang tak lazim dan bahkan tidak mungkin dilakukan. Diperlukan visi, sumberdaya, energi konsistensi, serta yang dana tidak sedikit guna menciptakan, membangun hingga melesatkan roket peluncur dari muka bumi hingga ke zona yang bebas bobot – menuju gaya gravitasi nol.

Sedangkan pada tataran individual, analogi tersebut telah diilustrasikan dengan baik sekali oleh Steven R. Covey dalam bukunya ”The 7 Habits for Highly Effective People”. Lebih lanjut, gaya gravitasi diilustrasikan sebagai upaya pembebasan diri menuju manusia seutuhnya. Artinya ia telah terbebas dari halangan, rintangan serta kekangan-kekangan berupa kondisi, situasi, atau objek (baik yang terlihat maupun tidak), untuk mewujudkan pencapaian target jangka pendek maupun target jangka panjang individu. Dengan kata lain, usaha manusia berubah dari ”kondisi nol” menjadi ”kondisi yang diinginkan” melalui upaya pengembangan diri.

Pembaca yang budiman, dalam kehidupan berorganisasi, analogi dengan yang diilustrasikan di atas juga berlaku. Lalu, bagaimana peran organisasi, manajer, hingga para jajaran di dalam organisasi berinteraksi guna membangun ”roket peluncur bagi talent” akan dibahas di dalam artikel ini.


Organisasi sebagai Roket Peluncur Talent

Organisasi didefinisikan sebagai suatu wadah, tempat berkumpulnya individu-individu yang memiliki tujuan sama. Disadari atau tidak, organisasi merupakan pangkalan, home base, atau gudang bagi individu-individu yang memiliki potensi. Organisasi-lah yang kemudian merupakan hanggar yang mengasah, membentuk serta mengembangkan individu-individu tersebut menjadi talent. Namun permasalahannya adalah: tidak semua individu tersebut merupakan orang yang beruntung ”ditemukan” potensinya dan ”diasah” menjadi talent oleh mentor, expert dan bahkan oleh manajemen. Tidak jarang seseorang yang telah sekian lama bekerja di perusahaan tidak menyadari potensi yang dimilikinya. Disadari, mekanisme terjadinya keberuntungan demi keberuntungan seseorang untuk dilesatkan sebagai talent dan berlakunya”peluang/ kesempatan” yang sama pun tidak dapat diperoleh dengan mudah.

Talent yang ditemukan di dalam organisasi diibaratkan sebagai ”barisan bintang di langit”. Hanya saja, sebagai manusia yang dianugerahi Tuhan dalam hal kemampuan mengidentifikasi dan mengabstraksi permasalahan demi permasalahan, memprediksi, merencanakan, serta menetapkan program-program bagi alternatif penyelesaian permasalahan tersebut, ternyata tidak diimbangi sepenuhnya oleh kemampuan dan keterampilan di dalam mewujudkan potensi, bakat atau bahkan membuat angan-angan menjadi kenyataan. Akibatnya terdapat banyak peluang/ kesempatan bahkan umur manusia yang terbuang sia-sia, sehingga ia tidak memberikan nilai tambah dan bahkan membawa kerugian bagi diri sendiri atau bagi organisasi.

Terdapat dua langkah bagi manajemen untuk pengembangan talent di tataran perusahaan. Langkah pertama adalah: penetapan strategi & mekanisme berupa kebijakan yang berkenaan dengan penemuan dan pengembangan talent. Adalah tugas manager untuk menemukan talent, dan adalah manager yang seharusnya ditargetkan oleh manajemen untuk mengembangkan dan menciptakan peluang bagi berkembangnya talent seseorang. Kemudian langkah kedua adalah: eksekusi serta mekanisme kerja begitu talent ditemukan. Langkah pertama tidaklah begitu sulit karena hanya berupa penetapan kebijakan serta mekanisme. Namun pada pelaksanaannya yang terkadang menimbulkan gejolak. Ini dapat terjadi bilamana budaya senioritas dan demografi karyawan yang ”mature” mendominasi organisasi, atau sub sistem-sub sistem HR lainnya yang tidak berkembang dengan efektif di dalam organisasi seperti: sub sistem Training and Development, Career Management, Competency Management dan sub sistem HR lainnya.

Buruknya kinerja sub sistem-sub sistem HR lainnya berakibatnya bagi kurang maksimalnya penciptaan talent. Talent dari sudut pandang jajaran perusahaan kemudian menjadi semacam mitos, keberuntungan, dan bahkan merupakan masalah yang sifatnya subjektif. Sehingga dampak jangka panjang bagi organisasi adalah lambatnya ”regenerasi kepemimpinan” yang ada di dalam organisasi, yang berakibat adanya kekosongan pada level manager menengah ke atas, dimana kondisi seperti ini sedang banyak sekali diderita oleh perusahaan power house Indonesia dan bahkan di dunia.

Untuk itu, eksekusi pelaksanaan talent management bukan sekedar rencana di atas kertas. Dibutuhkan peningkatan efektifitas sub sistem-sub sistem HR. Sebagai contoh, sub sistem Training and Development ditujukan untuk meningkatkan efektifitas tumbuh kembang talent; Career Management ditujukan untuk memastikan talent berada pada tempat (track) yang benar untuk dapat bertumbuh kembang; sedangkan Competency Management ditujukan untuk mengukur secara objektif potensi satu talent relatif terhadap talent lainnya atau pemetaan bagi pengembangan talent di dalam organisasi. Sub sistem HR yang tak kalah penting adalah Reward System, sistem inilah mengikat sub sistem-sub sistem yang telah dijalankan dalam bentuk perolehan point, atau satuan ukuran tertentu.


Penutup

Sebagai penutup, pelaksanaan talent management secara praktis merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi manajemen puncak dan manager sebagai pelaksana. Peran para engineer talent yang ahli dan peka di dalam ”mengendus” talent serta adanya infrastruktur sebagai pra-syarat harus dipenuhi dalam organisasi berupa implementasi bagi peningkatan sub sistem-sub sistem HR yang akan mendukung dan meningkatkan efektifitas mekanisme talent. Sehingga untuk melesatkan talent ke zona gravitasi nol bukanlah merupakan pekerjaan yang sulit bagi suatu organisasi. Dalam waktu yang tidak berapa lama lagi akan terlihat bintang-bintang talent yang sudah dilesatkan mampu ”bersinar” di dalam organisasi. Semoga!

Tidak ada komentar: