Rabu, Desember 30, 2009

Seasons Greeting:-)

For all dheeneedaily readers all around the world:


I wish for success, good health and happiness:





Happy new year 2010!

Rabu, Desember 23, 2009

Talent Management: I Shine!

Pada tulisan terdahulu, penulis mengibaratkan organisasi sebagai sebuah ”hangar” yang membesarkan ”orang-orang biasa” menjadi bintang bersinar di dalam organisasi. Suatu hari, penulis berkesempatan untuk menggali dan memahami minat & aspirasi orang-orang biasa ini. Mereka terdiri dari para junior dan para senior. Tentunya perbedaan generasi yang sangat mencolok ini menjadi tantangan internal tersendiri bagi program melesatkan ”bintang organisasi” masa depan: talent management.

Fact & feeling berjalan dengan sangat baik, penulis mendengarkan dinamika organisasi: permasalahan aktual serta ide-ide bagi pengembangan organisasi. Dengan leluasa mereka mengungkapkan secara runtun hal-hal apa yang telah berjalan baik dan hal-hal apa yang harus diperbaiki.

Dalam pengamatan penulis, generasi tua memiliki pengetahuan abstrak dan konsep organisasi yang komprehensif, ditunjang oleh corporate memory yang kuat. Di sisi lain, generasi muda memiliki pengetahuan praktis-aplikatif (adaptif) yang ditunjang oleh kreatifitas dan motivasi yang tinggi. Interaksi inilah yang menjadi inti dari generation gap: pusaran dua generasi dalam berinteraksi dan berkompetisi menyelesaikan permasalahan di keseharian organisasi.

Corporate Memory Vs Creativity
Generasi tua memiliki daya saing historical knowledge berupa ”corporate memory” dibandingkan generasi muda yang baru saja bergabung menjadi anggota organisasi. Mereka memberikan rambu-rambu yang ”tak tertulis” untuk dipahami para generasi muda, dimana hal ini dipahami mereka (generasi muda) sebagai tantangan sejauh mana mereka dapat melangkah/ stretch out di dalam mengeksekusi hingga mengaktualisasikan ide-ide mereka. Dan tantangan eksternal organisasi, dimana mereka akan menjadi orang terdepan dalam menjembatani perubahan kecepatan dan percepatan yang tengah berlangsung di tahun-tahun mendatang.

Generasi muda merasa terkunci, generasi tua takut kehilangan wibawa. Generasi muda ingin percepatan, generasi tua tak ingin mengambil risiko. Pusaran ini melemahkan sebagian anggota organisasi lainnya. Sebagian merasakan energi negatif untuk berhenti berubah dan melangkah namun mengikuti irama dan harmoni yang ada. Sebagian merasakan energi positif untuk terus belajar sambil memupuk keberanian di dalam diri untuk keluar dari tekanan ini.

Sesungguhnya talent management tidak mengenal generation gap, karena ruh dari talent management adalah keinginan untuk belajar, melakukan introspeksi diri, melakukan perenungan, motivasi untuk menjadi yang terbaik, dan menjadi egalitarian- tidak mengenal kasta/ pembatas.

I shine
Hendaknya melalui serangkaian pertemuan kecil ini, mekanisme talent management dikembangkan untuk mengasah, membentuk dan mengembangkan ”orang-orang biasa” ini menjadi ”orang-orang luar biasa”.

Saatnya sekat dan pembatas komunikasi antar generasi dibuka; setiap orang diberikan kesempatan dan peluang untuk berkarya: memberikan yang terbaik dan diberikan apresiasi terhadap inisiasi yang mereka lakukan. Karena melalui talent management, para bintang yang sedang dilesatkan ini tak lagi ragu untuk mengekspresikan kata: I Shine! dalam pentas organisasi.

Selasa, Desember 15, 2009

Setelah Kunjungan Berikutnya...

Rasanya masa-masa itu sudah lama sekali berlalu. Namun kali ini penulis berkesempatan menemui kembali perusahaan yang sama, namun dengan kacamata yang berbeda. Setelah beberapa lama, orang-orang yang pernah penulis temui bertambah arif & bijak, dan tak jarang tengah berada pada puncak puncak karir. Pembaca sekalian, kunjungan berikut ini benar-benar menginspirasi penulis.

Perusahaan ini dikenal sangat dinamis, memiliki citra yang sangat baik. Dimana hal ini ditandai dengan adanya perubahan struktur organisasi, kepemimpinan hingga kesisteman, dan secara silih berganti perusahaan telah menjalankan program serta perubahan sebagaimana yang direkomendasikan oleh para experts untuk perbaikan keadaan yang tengah berjalan. Hanya saja, kecepatan perubahan terhadap daya dukung SDM kini tengah diuji.

Penulis seakan melihat flash back masa lalu ketika berhadapan dengan kondisi saat ini; penulis kemudian bertanya, menggali, sekaligus menelusuri: ada apa yang salah dengan struktur, strategi, inisiasi, dan berbagai hal-hal baik yang dilakukan oleh manajemen?

Dan apa boleh buat, penulispun mendapatkan jawaban: kacamata boleh berbeda namun masalah tetap sama. Orang-orang telah "kebal" terhadap perubahan: perubahan adalah hal yang pasti, namun proses dan upaya "survival" di dalam organisasilah yang harus dijaga. Sehingga office politics mengemuka, orang-orang tunduk pada arus terkuat, dan bahkan ikut terbawa arus. Dalam pada itu, perubahan demi perubahan tetap disuarakan seiring dengan dinamika perusahaan tsb.

Pertanyaan-pertanyaan kembali bermunculan di kepala penulis:
Mengapa perubahan disikapi dengan sikap antiperubahan?
Mengapa orang-orang yang ingin berubah meninggalkan perusahaan?
Mengapa tidak ada pencerahan dan perbaikan setelah berbagai perubahan dilakukan?
Karena orang-orang merasa perlu berubah?
Karena orang-orang tidak diberikan kepercayaan?
Karena setelah pencerahan dan perbaikan akan kembali diterpa oleh perubahan dan pergeseran lainnya?

Begitu banyak pertanyaan "mengapa", yang harus dijawab "oleh karena" segera. Semoga.

Selasa, Desember 08, 2009

Memahami "Campers" dalam Organisasi

Terdapat 3 jenis orang yang sangat lazim ditemui dalam organisasi, yakni: campers, climbers dan quiters. Dalam artikel ini campers akan lebih banyak dibahas karena mereka adalah orang-orang yang average/ mediocre, tidak mencolok dan bisa jadi merupakan sekumpulan orang yang memberatkan gerak langkah organisasi menuju pertumbuhan atau bahkan penghambat perubahan dari waktu ke waktu.

Campers menyukai hidup berkelompok, memiliki rutinitas hidup kolektif, dan sayangnya tidak memiliki tujuan. Jika ditanyakan hal-hal apa saja yang disukai ketika berada di organisasi, maka jawabannya adalah: saya senang berada di sini karena kekeluargaannya yang erat; saya merasa seperti berada di rumah, karena banyak yang memperhatikan saya; saya merasa waktu cepat berlalu di sini, tak terasa sudah lebih dari 10 tahun saya bekerja di sini; saya mendapatkan keseimbangan hidup selama bekerja di sini. Dan berbagai macam jawaban yang sepertinya menyenangkan dan menenangkan. Karena sepantasnyalah setiap orang berjuang untuk mendapatkan tempat senyaman ini.

Lalu mengapa campers ini memberatkan gerak langkah organisasi? Pada umumnya tipikal campers tidak suka diajak berpindah secara drastis, seperti: mendaki bukit yang lebih tinggi; menuruni lembah lalu mendaki gunung; atau berlari mencari tempat yang lebih baik dari tempat yang didiami saat ini. Pola-pola yang sudah diterapkan sedemikian teraturnya sehingga untuk berpindah sangatlah berat. Tenda-tenda sudah didirikan, teman-teman siap dengan api unggun dan tugas-tugas menyenangkan lainnya. Lalu mengapa pindah?

Ketika berpindah, lahirlah para climbers dan quiters. Siapa mereka? Climbers adalah orang yang tertantang untuk bergerak, karena mereka menyukai tantangan... untuk perbaikan diri dan tentunya organisasi. Mereka adalah orang yang gampang sekali menyesuaikan diri dari berbagai kondisi drastis. Dan mereka adalah orang yang tidak takut dalam mengambil risiko. Sedangkan quiters adalah orang-orang yang berhenti atau terhenti, sehingga mereka akan mencari situasi yang tepat untuk mengekspresikan bahwa mereka tidak berada dalam dua posisi ini.

Organisasi membutuhkan climbers yang akan membawa organisasi ke tempat yang lebih baik, quiters akan lebih menghambat gerak organisasi-meskipun jumlahnya tidak banyak. Namun jumlah campers-lah yang menentukan apakah organisasi menjadi organisasi yang adaptif, berubah untuk kebaikan, & senantiasa berakselerasi dengan tantangan-tantangan yang semakin tidak menyenangkan ini.

Sehingga ada benarnya jika Jack Welsh, mantan CEO GE, secara berkala menyingkirkan para campers ini perlahan-lahan. Bagaimana dengan organisasi Anda?

Lebih lanjut,

Campers:
* Bekerja keras hanya untuk merasa aman
* Hanya mau melakukan perubahan kecil dan resiko minimal
* Cukup mengerjakan hal-hal yang rutin dan sesuai prosedur

Quitters:
* Bekerja sekedar cukup untuk hidup
* Memilih untuk menghindari tantangan dan resiko
* Lebih memilih menunggu daripada memulai inisiatif

Climbers:
* Bekerja untuk menghasilkan perubahan dan inovasi terus menerus
* Tidak takut untuk mengambil resiko yang besar
* Mencari hal-hal yang baru dan menantang

Rabu, November 18, 2009

Tuh kan... Sudah kakak bilang?!

Setiap orang dalam keluarga memiliki peran sendiri-sendiri dalam memajukan anggotanya. Ketertarikan penulis kepada HR seringkali menjadikan keluarga sebagai "living laboratory", mulai dari uji coba alat individual assessment, career coach, mentoring, hingga knowledge sharing, dst.

Rasanya belum 2-3 tahun ini penulis menjadi career coach bagi sang adik. Perbedaan pandangan bagi penulis bukanlah menjadi masalah, namun pandangan berbeda itu sangat menentukan bagi pilihan-pilihan-yang dalam kasus ini: karir yang diinginkan. Kesabaran yang besar penulis butuhkan dalam 2-3 tahun ini dalam keseharian memahami sebab & akibat dari "pilihan" sang adik itu.

Industri Telekomunikasi (Telco) telah menjadi sebuah red ocean dalam beberapa bulan ini. Dan akhirnya membuahkan "exit"-nya perusahaan-perusahaan raksasa yang tidak efisien dari pasar dan "entry"-nya perusahaan-perusahaan raksasa yang sangat efisien, hanya dalam 2-3 tahun ini. Artinya telah terjadi perubahan cara berbisnis secara revolusioner....

Red ocean bagi sang adik berakibat pada perubahan paradigma, bahwa industri ini tidak lagi merupakan zona nyaman yang baik untuk posisinya. Dan sudah saatnya untuk sang adik terbang lebih tinggi mencapai karir yang lebih baik sesuai dengan peningkatan kompetensi dan karir track yang telah ia bangun. Penulis sebagai career coach hanya bisa bilang kepada sang adik, "Tuh kan... Sudah kakak bilang?!".

Masako & Penjara Organisasi











Masih ingat dengan kisah Putri Masako dari Jepang? Sebuah buku yang ditulis oleh wartawan investigasi asal Australia, Ben Hills. Buku yang sarat dengan fakta, wawancara Hills dengan teman, sahabat dan orang-orang berasal dari masa lalu Masako ditulis dengan sangat komprehensif dan terperinci. Buku ini secara resmi dilarang beredar di negara asalnya, namun dapat pembaca nikmati dalam bahasa Indonesia. Buku ini baru saja penulis selesaikan dan lagi-lagi memberikan inspirasi untuk blog ini.

Masako yang awalnya merupakan rakyat jelata yang akhirnya menikahi dengan seorang pangeran pewaris tahta kerajaan Jepang. Saat ini kisahnya masih berjalan & sudah pasti diceritakan tragis. Masako, oleh Hills dinyatakan tidak berbahagia dengan hidup dan kehidupannya. Namun yang menarik untuk dipahami adalah penyesuaian Masako, yang merupakan orang yang sangat moderat & terpelajar, terhadap ritual-ritual klasik kerajaan yang serba kaku dan telah dijalankan selama ratusan tahun bahkan "embedded" ke dalam agama resmi negara tersebut selama ribuan tahun.

Pada intinya, Masako telah menyerah kalah di dalam beradaptasi hingga upaya merubah budaya yang berjalan di dalam istana. Tidak ada modernisasi, tidak ada kesetaraan gender atau bahkan sedikit keleluasaan bagi Masako untuk menjalankan kehidupan normalnya sebagai manusia.

Budaya dari Sisi Schein
Kerajaan merupakan sebuah penjara organisasi besar bagi Masako; penjara organisasi yang sarat dengan upacara, tata cara, etika dan kesopanan. Dari sudut pandang Schein (1999) sendiri, budaya yang telah dipraktikan selama ribuan tahun tidak dapat dengan mudah berpindah (shifting, to learn & unlearn).

Schein (1999) dalam bukunya yang berjudul: "Corporate Culture Survival Guide", mengungkapkan kedalaman budaya terdiri dari 3 tingkat, yaitu:
• Tingkat 1: Artefak, proses dan struktur organisasi yang biasanya gampang terlihat.
• Tingkat 2: Strategi-strategi nilai yang diadaptasi (justifikasi nilai yang telah diadaptasi), berupa strategi, pencapaian, falsafah
• Tingkat 3: Asumsi yang mendasar (sumber utama dari nilai dan tindakan), biasanya tanpa disadari, bersifat taken-for-granted, kepercayaan, persepsi, pemikiran dan perasaan

Berkaca dari kasus di atas, ritual dan tata cara yang dipraktikkan telah menjadi sumber utama dari nilai dan tindakan ribuan tahun, dinyatakan/diperlihatkan dengan jelas oleh upacara-upacara (artefak). Dan sebagai tambahan lagi, sebuah organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang dinamakan "Pengurus Rumah Tangga Istana Kekaisaran Jepang", mengatur standar atau SOP yang berjalan di tengah-tengah istana bahkan "kedaulatan" dari raja-raja tersebut (level 2).

Epilog
Inilah yang sulit bagi seseorang yang nyata-nyata merupakan outsider, tiba-tiba masuk ke dalam ritual budaya yang biasa dilakukan keluarga kerajaan selama ratusan tahun. Hills berempati bahwa di dalam organisasi kerajaan tersebut, sangatlah sulit bagi seorang perempuan biasa untuk membuat perubahan di tengah ritual & budaya yang sangat membatasi.

Sehingga di tengah rumitnya menemukan solusi dari permasalahan pelik ini, Hills pada epilog menawarkan beberapa solusi yang wajar ditempuh oleh orang biasa atau mungkin para raja dari negara barat. Pertama: Masako bercerai dan hidup menjadi manusia biasa; Kedua: Masako dan suaminya menjadi rakyat biasa.

Sungguh, bagi penulis sendiri karya tulis investigasi yang dilakukan Hills ini sangat memiriskan hati, kisah seorang diplomat karir yang mampu berbahasa 6 bahasa asing yang kini terpuruk oleh kekakuan penjara organisasi.

Selasa, November 17, 2009

Job Desc: Sebuah Black Box Vs Struktur

Menyimak proses penyusunan uraian jabatan, berbagai "dinamika" organisasi seringkali mewarnai rangkaian proses tersebut. Sebagai contoh: penggabungan, pemindahan fungsi, penambahan departemen/ divisi di dalam organisasi, perubahan layer dalam organisasi, atau bahkan menyusun uraian jabatan pada struktur yang belum pernah ada sebelumnya.

Dinamika yang terjadi di atas akan sangat menantang dan bahkan menyulitkan si pembuat uraian jabatan. Mengapa? Karena pada prosesnya kita akan sampai pada batas-batas penyusunan uraian jabatan, dimana penulis akan sampai pada permasalahan yang paling fundamental: apakah uraian jabatan tersebut by origin merupakan sebuah "black box" ataukah sebuah "struktur"? Atau kapankah metode black box tersebut digunakan dan kapan pula metode "structured" tersebut digunakan?

Black Box vs Struktur
Proses Black box ditandai oleh unsur "spontanitas" pada pembuatan uraian jabatan. Sehingga penelusuran atau penelitian lebih lanjut tidak perlu dilakukan. Ia sudah merupakan "templates" yang tidak bisa diganggu-gugat/ dimodifikasi. Sedangkan struktur berlaku sebaliknya, terdapat penelusuran secara teratur yang dikembangkan dari analisis rentang-kendali/hirarki dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lalu kapan metode Black Box vs Struktur ini digunakan? Ini hanya akan berguna ketika kita menghadapi "trade off" simplicity - complexity. Simplicity karena risiko jabatan tidak begitu besar & bersifat masal; sedangkan complexity dilakukan karena adanya check and balance untuk penyusunan jabatan ini. Lalu, bagaimana dengan penyusunan uraian jabatan organisasi Anda?

Selasa, November 10, 2009

Anggaran berbasis Kinerja - PBB

“What gets measured gets done.” (Drucker)

Kebanyakan organisasi besar tidak mengetahui/ menyadari kemana saja unit uang atau anggaran yang dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Bahkan setelah sekian lama organisasi beroperasi, mereka tidak juga dapat mengidentifikasikan kebocoran/ pemborosan di dalam organisasi mereka. Kondisi ini biasa terjadi pada sektor publik (pemerintahan) atau bahkan organisasi swasta yang berorientasi profit. Jikalau kondisi ini dibiarkan, maka pemborosan/ inefisiensi anggaran semakin menjadi-jadi dan bahkan menumbuhkan lahan-lahan "basah" bagi korupsi (baik yang disengaja maupun tidak).

Di sisi lain, persaingan yang ketat membutuhkan respon bisnis yang "super cepat". Organisasi atau unit bisnis yang mampu bertahan di tengah-tengah kondisi ini adalah organisasi atau unit bisnis yang mampu mengikuti kecepatan dan kekuatan pasar, atau memiliki "frekuensi yang sama" dengan pasar. Berbeda dengan perspektif birokrat, lambannya pergerakan atau respon mereka sebagai akibat banyaknya peraturan, hirarki keputusan dan prosedur, hal ini menyebabkan kumpulan birokrat dalam satu negara ini semakin terpuruk* (sebagai negara peringkat terburuk untuk memulai bisnis). Sehingga kebanyakan inisiasi PBB bermuara dari sektor Publik (pemerintahan) melalui budget/financial reform, namun kini PBB kemudian diterapkan di organisasi swasta skala besar yang tentunya berorientasi pada profit (Activity Based Costing/ ABC).


Mengapa PBB?
Kondisi ini kemudian dijawab dengan adanya "inisiasi" yang tidak hanya memberi nilai tambah bagi perkembangan "manajemen kinerja" namun juga bagi pentingnya akuntabilitas dari manajemen kinerja itu sendiri (pengukuran kinerja), yang dikenal dengan Anggaran berbasis kinerja atau PBB (performance Based Budget).

Lalu dimana perbedaan antara manajemen kinerja vs. pengukuran kinerja?
Performance management is an approach to planning and evaluation that utilizes the concepts and tools of performance measurement and logic modeling to identify performance goals and assess progress towards goals.
Performance measurement involves the ongoing monitoring and reporting of program accomplishments, particularly progress towards pre-established goals.


"Manajemen Kinerja adalah pendekatan untuk prencanaan dan evaluasi yang memanfaatkan berbagai konsep & alat pengukuran kinerja dan model logic untuk mengidenfikasikan target kinerja dan memetakan kemajuan pencapaian target.
Pengukuran Kinerja terkait pengawasan berjalan dan pelaporan pencapaian program, terutama kemajuan terhadap pra-pencapaian program."

Sistem anggaran berbasis kinerja atau PBB (performance based budget) diperkenalkan untuk menyatukan Kinerja (tepat anggaran & tepat program) dan Akuntabilitas departemen terkait di dalam menjalankan program-programnya.

Asumsi dasar PBB
Key Assumption #1: All grantees have accomplishments; what missing are the performance goals and outcome data.
Key Assumption #2: “If you can demonstrate results, you can win public support”

Organisasi atau unit bisnis secara mendasar memiliki anggaran yang merupakan kerangka acuan bagi pengukuran kinerja. Sehingga secara teknis, Key Assumption #1 setidaknya tercapai di organisasi manapun.

Namun bagaimana dengan Key Assumption #2? Ini yang menjadi pekerjaan rumah setiap organisasi. Bagaimana mungkin anggaran dapat terus dikucurkan jikalau target-target yang ditetapkan tidak pernah tercapai? Bagaimana pengendalian risiko di organisasi ini?


Modelling PBB


Pada ilustrasi di atas, terlihat framework PBB, dimana PBB memiliki elemen data, elemen PBB itu sendiri dan aktifitas organisasi berbasis anggaran yang ditunjukkan oleh "logic model".

Dengan menggunakan "logic model" inilah berbagai kegiatan di dalam organisasi dipetakan dan di screening melalui tahapan demi tahapan pekerjaan yang ditunjukkan oleh "elemen PBB" dan "sumber-sumber data PBB" guna mendapatkan akuntabilitas kinerja kegiatan yang ditunjukkan oleh data elemen PBB.


Penutup
Sebagai kesimpulan, penerapan manajemen kinerja dalam organisasi sebetulnya bukan "omong kosong" belaka, namun mempunyai kekuatan dengan adanya "akuntabilitas" oleh mekanisme pengukuran kinerja, melalui "PBB". Bagaimana dengan organisasi anda?



*) baca: Izin Mulai Bisnis di Indonesia Masih Sulit

Jumat, November 06, 2009

Parenting: Kepemimpinan dalam Organisasi Keluarga

Sebuah pengalaman, setelah penulis renungkan sebagai anggota dalam organisasi masyarakat terkecil, memberikan pencerahan mengenai pemahaman berikut pendalaman (atau "feel") terhadap organisasi "milik keluarga" atau organisasi yang memiliki nilai kekeluargaan yang kuat.

Lalu, mengapa skill "good parenting" diperlukan di dalam membina keluarga (organisasi) dan apa saja kompeksitas berikut "trade off" kepemimpinan yang dihadapi oleh para pimpinan di dalam organisasi ini? Sidang pembaca yang budiman, masalah-masalah tersebut akan terangkai di dalam artikel ini.


Parent Vs. Infant
Anak-anak di usia awal (infant to toddler) memiliki karakter yang egosentris, menyukai eksplorasi, merupakan seorang penuntut, pelajar sekaligus "penguji" batas-batas toleransi yang dimiliki orang tua. Orang tua, di sisi lain, memiliki karakter "pendidik" sekaligus "pengalah" yang tanpa ada kata menyerah dalam membina, mengayomi, melindungi sang anak. Dan di tangan orang tua lah "ruang" bagi tumbuh kembangnya sang anak ditentukan, sehingga mereka tumbuh mengikuti jalur/ perkembangan yang diharapkan oleh orang tua atau "milestone" perkembangan anak.

Lalu tarik menarik yang terjadi antara anak dan orang tua adalah bagaimana orang tua dapat memahami dan memaklumi karakter sang anak, menghadapi ujian toleransi yang diberikan sang anak, sekaligus menetapkan nilai-nilai di dalam hidup keseharian. Tak hanya itu, orang tua memikirkan masa depan sang anak melalui bakat dan minat yang diperlihatkan sang anak.

Ini adalah tantangan yang wajar dan relevan di keseharian setiap orang tua vs. anak-anak. Trade off, ujian, dan cobaan akan selalu terjadi untuk masalah yang paling remeh, hingga masalah penting yang terkait dengan keselamatan/kesehatan.


Parenting dalam Organisasi
Di dalam organisasi, keadaan menjadi sangat berbeda. Kompromi-kompromi Parent Vs. Infant yang senantiasa terjadi di dalam korporasi akan melibatkan kepentingan dan hajat hidup orang banyak, yang memiliki trade off bagi kepentingan tumbuh kembangnya organisasi. Kompromi-kompromi ini tidak hanya terjadi dalam tataran Parent Vs. Infant "biologis" semata, tapi juga untuk Perusahaan Induk Vs. Perusahaan Anak. Suatu ketergantungan yang tak pernah putus dan tidak pernah bebas dari konflik.

Konflik terjadi karena sang anak belum mandiri/ "mature", namun di sisi lain orang tua menghendaki sang anak segera "berlari". Ingatlah akar masalah dari 2 karakter berbeda: anak memiliki cara tersendiri di dalam hal "menuntut", dan orang tua yang "tak pernah tegas" kepada si anak.

Di dalam hubungan antara "Perusahaan Induk Vs. Perusahaan Anak" kasus PCV (Piercing Corporate Veil) lumrah terjadi. Direktur Perusahaan Anak yang seharusnya mengemban "tanggungjawab penuh" untuk mengelola perusahaan, namun oleh perusahaan induk selaku shareholder memperlakukan mereka tak ubahnya sebagai "manager", atau bahkan "anak kemarin sore" yang harus patuh dengan titah "seniornya". Apalagi jikalau Anak Perusahaan belum lagi memiliki kemandirian finansial atau masih sangat tergantung dengan keputusan Perusahaan Induk. Dari sisi Good Corporate Governance, perilaku ini digambarkan sebagai penyimpangan atau "PCV" dimana Direktur Anak Perusahaan tidak menjalankan fungsinya sebagai organ perusahaan yang independen dalam hal menetapkan keputusan, bahkan berlepas diri dari tanggung jawab dalam melaksanakan perbuatan hukum.*

Orang Tua yang Sukses vs. Orang Tua yang gagal
Orang tua yang sukses adalah orang tua yang berhasil membentuk dan membesarkan sang anak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh keluarga sehingga anak memiliki karakter yang kuat dan kemandirian. Sedangkan orang tua yang gagal adalah orang tua yang tidak dapat memberikan kejelasan atau arahan kepada anak, menerapkan standar ganda dan tidak menanamkan kemandirian kepada si anak.

Di dalam korporasi, konflik berikut kompromi-kompromi yang terjadi menghasilkan efek kontra-produktif bagi organisasi:
* office politics yang parah;
* adanya norma-norma/ budaya lain yang terselubung di dalam organisasi (meskipun sudah tertulis/ terdefinisikan)
* karyawan yang mati rasa, atau matinya inovasi dan inisiatif dalam organisasi
* menghilangkan bahkan melarikan bakat-bakat dalam organisasi ke luar organisasi (brain drain)
* mandegnya pertumbuhan organisasi


Penutup
Sebagai penutup, tarik menarik kepentingan Parent Vs. Infant adalah bagaikan siklus pasang surut akibat gaya gravitasi Bulan-Bumi. Dibutuhkan kepemimpinan yang mumpuni: kepemimpinan yang tegas namun memberikan ruang** bagi tumbuh kembang sang anak. Semoga.

*) selengkapnya simak:
Doktrin Fiduciary Duty dan Peran Direksi

**) Ruang dalam artian kesepahaman Parent & Infant dalam menjalankan prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance dan kepatuhan terhadap peraturan & perundang-undangan yang berlaku.

Selasa, Oktober 27, 2009

Formulasi Job Desc: Ada Udang di Balik Batu vs Lempar Batu Sembunyi Tangan?

Proses yang paling kritikal dan sekaligus menantang di dalam penyusunan uraian jabatan atau job desc adalah ketika menurunkan "tugas/ tanggung jawab", "kewenangan", "KPI" (Key Performance Indicator) secara struktural, yakni dari korporat hingga ke unit bisnis terkecil, bahkan secara transaksional, yakni antara atasan ke bawahan. Mengapa proses ini menjadi sangat menantang? Sidang pembaca yang budiman, terdapat 2 paradigma menarik-yang diilustrasikan oleh 2 peribahasa (Ada Udang di Balik Batu & Lempar Batu Sembunyi Tangan).


Formulasi Job Desc 1: Ada Udang di Balik Batu...

Seringkali dalam suatu job desc seseorang selaku pimpinan mencantumkan tanggungjawab dan lingkup pekerjaan berikut KPI yang "khas", terkadang merupakan tanggung jawabnya sendiri/ dikerjakan oleh dirinya sendiri. Artinya setelah melalui penelusuran antar uraian pekerjaan hingga ke masing-masing jajaran, ternyata hanya dialah (sang pimpinan) yang memiliki kontribusi besar dan tidak dimiliki oleh unit-unit & bahkan oleh individu-individu lain. (Meskipun penulis menyangsikan apakah secara transaksional nantinya akan terjadi pendelegasian tugas yang tidak diklaim sebagai pekerjaan/ tanggung jawab rekannya yang melaksanakan tugas tersebut).

Bagi Penulis, kasus ini merupakan catatan tersendiri: apakah secara konseptual pemangku jabatan ini memahami maksud dan tujuan "ber-organisasi" dimana terdapat semangat kerjasama kolektif, pendelegasian, dan pertanggungjawaban atau dalam bahasa stratejik-nya adalah: menurunkan visi, misi, strategic objective , KPI, hingga ke unit-unit terkecil.

Mengapa pada proses formulasi job desc terjadi paradigma Ada Udang di Balik Batu? Karena pemangku jabatan memiliki harapan, niat atau "motif tersembunyi" yang nantinya akan mempengaruhi subsistem-subsistem HR lain yang sedang atau akan bergulir, seperti: performance management, compensation & benefit dan career path. Job desc ditujukan untuk memperjelas (to clarify job), memperlihatkan akuntabilitas seorang pemangku jabatan terhadap lingkup tugas atau pekerjaannya. Sehingga berkaca dari kasus di atas, tidak mungkin seseorang yang memiliki jabatan A dapat mengerjakan pekerjaan atau memiliki kontribusi unik/ distinct yang dimonopoli secara sengaja.


Formulasi Job Desc 2: Lempar Batu Sembunyi Tangan...

Hal yang menarik terjadi ketika berfokus pada proses mendiskusikan bagaimana strategic objective korporat diterjemahkan ke dalam divisi-divisi hingga ke unit-unit terkecil. Divisi-divisi hingga unit-unit terkecil seharusnya memiliki benang merah yang hulunya berasal dari gambaran besar strategi perusahaan, dan mengalir terus menuju hilir (sisi transaksional).
Tentunya gambaran tersebut akurat dengan ditunjukkan dengan akuntabilitas divisi hingga unit terhadap "KPI", yang tentunya sesuai dengan "kekhasan" unit mereka.

Namun yang terjadi pada kasus ini adalah sebaliknya: mereka saling melempar tanggungjawab/ akuntabilitas pekerjaan tersebut, dan sebisa mungkin dikerjakan oleh divisi/ unit lain.

Kembali pertanyaan muncul: apakah sekelompok divisi/ unit ini memiliki semangat "ber-organisasi"? Lalu hal apa yang menyebabkan praktik "Lempar Batu Sembunyi Tangan" ini terjadi? Jawabannya sederhana: terdapat kesenjangan (gap) dalam kompetensi rata-rata jajaran perusahaan, sehingga praktik inilah yang marak terjadi.


Risiko TERBESAR bagi Korporat

Secara makro, yang akan merasakan dampak agregat jangka panjang "Ada Udang di Balik Batu" vs "Lempar Batu Sembunyi Tangan" adalah Perusahaan. Dengan kata lain, Visi-Misi-Tujuan Stratejik yang telah dirumuskan dan dicanangkan dalam jangka pendek-menengah ternyata tidak tercapai 100%, atau kabar buruknya bagi Manajemen adalah: Visi-Misi-Tujuan Stratejik ini merupakan "ilusi" semata.

Lini-lini di dalam organisasi secara perlahan akan mengalami penurunan kinerja, dan bahkan mengalami demotivasi karena tidak didukung oleh kompetensi yang cukup, jumlah SDM dan pengetahuan yang memadai. Namun di sisi lain, di dalam tataran organisasi, "silos" atau "pengkotak-kotakan" di dalam organisasi mulai terjadi. Dan ke depan, organisasi ini tidak akan memberikan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembangnya jajaran perusahaan. Bagaimana dengan organisasi Anda?



Artikel terkait:
Kontribusi Job Description bagi Manajemen Risiko Pada Bank
Revisi Job Description: Suatu Upaya Penyelarasan Organisasi
Job Description sebagai Elemen bagi Eksekusi Strategi Perusahaan

Selasa, Oktober 13, 2009

Hati yang Luas: Mentoring

Di dunia persilatan, para pesilat dalam meningkatkan kesaktian harus senantiasa "berguru" kepada orang yang lebih sakti guna meningkatkan keterampilan: baik dalam menggunakan senjata, maupun bertahan/menyerang dengan tangan kosong. Bahkan berguru pun meluaskan jaringan dan pengaruh sang pesilat. Semakin tinggi ilmu sang pesilat, maka semakin disegani ia.

Pada zaman dahulu kala, untuk berguru dibutuhkan banyak pengorbanan, persyaratan dan ujian. Terkadang perumpamaan ekstrem menggambarkan bahwa mereka harus mendaki 7 buah gunung, menyeberangi 7 macam laut, dan berbagai syarat tak masuk akal lainnya untuk menemukan/ mendapatkan "guru" dan akhirnya diterima sebagai "murid". Namun di dalam organisasi, kesulitan seperti yang dihadapi oleh tipikal "pesilat tangguh" sirna sudah melalui mekanisme yang fair & terinternalisasi di dalam organisasiMentoring.

Mentoring, dimana sang guru/ mentor mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada murid/ mentee-nya. Di berbagai organisasi yang lebih mapan, mentoring diadakan di lintas negara dan biasanya sangat fleksibel, interaktif, dan menggunakan teknologi web 2.0 (email, chatting, podcast, web conference, dst). Secara teknis, proses mentoring dapat dilakukan secara formal maupun informal. Secara formal dikarenakan organisasi harus senantiasa mencari kader yang dapat meneruskan/ memelihara/ mengembangkan kompetensi organisasi terpenting yang mereka miliki. Sedangkan secara informal, karena tiadanya mekanisme mentoring di dalam tataran organisasi, maka kegiatan mentoring belum terstruktur, hanya berdasarkan "minat" dan bahkan karena adanya "chemistry" diantara mentor dan mentee.


"Mentoring Membutuhkan Hati yang Luas"

Sejatinya dalam kenyataan sehari-hari, tanpa mempertanyakan tulus/ tidaknya proses atau asal-usul terjadinya proses mentoring tersebut, atau result mentoring yang dikatakan "menghebatkan orang-orang*" yang berada di dalam organisasi. Apakah mentoring tersebut relevan? Organisasi dapat saja mencari dan merekrut orang-orang baru, melatih mereka, hingga suatu saat nanti merelakan mereka pergi. Lalu, resep apa yang dibutuhkan untuk "mengkekalkan" upaya mentoring dan berbagi pengetahuan di dalam organisasi. Jawabannya sederhana: "keluasan hati sang mentor".

Keluasan hati berarti sang mentor mengakui ilmunya memiliki batas, bahwa berbagi pengetahuan juga dibutuhkan untuk mengembangkan ilmu (memodifikasi, mensimulasi, mendapatkan case study) yang dimiliki oleh mentor. Berbagi diberikan "tanpa syarat" agar mentee senantiasa berkembang melebihi batas-batas yang diinginkan oleh organisasi. Ini merupakan kondisi yang sangat ideal dan cenderung utopis -- mungkin tidak dapat tercapai oleh organisasi dalam waktu yang singkat.

Sebaliknya, apa yang terjadi bilamana mentor ingin memonopoli penguasaan ilmu ini dan tidak ingin membagikannya kepada orang lain? Di era knowledge, ilmu yang "disimpan" itu kelak akan diketemukan oleh orang lain** dan dimanfaatkan dan dibagikan untuk kepentingan orang banyak.

Jaman sudah berubah, berguru tak lagi harus mendaki 7 gunung dan menyeberangi 7 lautan... Bagaimana dengan organisasi Anda?



*( meminjam istilah Mario Teguh
**( penjelasan lebih detail oleh Prof. Eko Indrajit dalam
Indosat Knowledge Cafe 15 yang penulis ikuti.

Bacaan terkait:
Peran OD dalam Talent Management

Kamis, Oktober 08, 2009

Yahoo! Finance, BIRT, & Kekuatan Web 2.0

Mudah-mudahan sidang pembaca yang terbiasa menggunakan jasa Yahoo! sebagai "mail box" juga familiar dengan aplikasi menarik lain yang disajikan Yahoo!--terutama yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan: Yahoo!Finance.

Yahoo!Finance penulis akui sangat membantu dalam memilah, memilih, serta menggali data-data saham yang penulis miliki. Dalam hitungan sepersekian detik, chart yang ingin penulis ketahui hingga melakukan komparasi dengan variable yang penulis inginkan dapat tersajikan dengan mudah. Misalkan pada ilustrasi dibawah ini, penulis melakukan komparasi saham dalam negeri ASII & GJTL:



Sehingga keputusan cepat dapat dibuat untuk membeli, menjual, atau suspend transaksi. Saham-saham tersebut juga dapat dikomparasi dengan index-index bahkan saham dari belahan dunia lain).

Bagi sebagian pembaca yang mulai bertanya-tanya, teknologi apa yang ada dibalik Yahoo!Finance ini? Apa maksud dari Yahoo!Finance memberikan jasa yang seharusnya dikerjakan manual oleh analis keuangan, namun dengan menggunakan jari pembaca sekalian, anda dapat dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan, secara gratis pula! Teknologi yang digunakan adalah BIRT atau singkatan dari Business Intelligence and Reporting Tools Project.

Baru-baru ini penulis berkesempatan mengikuti pelatihan dasar BIRT. Dan tentu saja, meskipun background penulis bukan berasal dari IT, keingintahuan yang besar menghilangkan hambatan ini. Sesungguhnya BIRT merupakan sebuah tool yang powerfull bagi shareholders dan stakeholders perusahaan. Bagi shareholders, BIRT secara interaktif menyajikan data-data yang berada di berbagai belahan dunia dan menyajikannya dalam satu chart, table, list dengan mudah. Sehingga perkembangan perusahaan dapat terpantau. Sedangkan bagi stakeholders, BIRT memberikan semacam real experience untuk "merasakan" jasa yang diberikan oleh Perusahaan. misalnya dalam bentuk simulasi, penyimpanan data/ portfolio, dan layanan lain yang diberikan oleh Perusahaan. Dampaknya, Stakeholders merasa sebagai bagian dari organisasi ini, karena diberikan informasi/ pengetahuan mengenai layanan perusahaan tersebut.

Lalu, apakah BIRT dapat membantu organisasi secara internal?
Tentu saja, BIRT dapat membantu mempermudah penyajian/ visualisasi laporan operasional/keuangan/pemasaran dan laporan terkait yang diperlukan oleh perusahaan. Laporan dapat diambil dari berbagai database dari berbagai lokasi/ negara dan sekaligus database berformat berbeda yang disajikan ke dalam satu atau beberapa halaman saja. (Coba saja lihat sumber data situs IDX dengan mudah disajikan dan simulasikan Yahoo!Finance dengan tampilan menarik dan informatif).

Bagaimana dengan efek penggunaan BIRT dan kekuatan web 2.0? hasilnya mudah ditebak: Non Klien & Klien yang terbiasa menggunakan jasa tersebut akan tertarik dan bahkan memiliki "bonding" dengan Perusahaan tersebut. Bahkan ke depan perusahaan memiliki jejaring dan komunitas yang semakin membesar/luas menggunakan jasa tersebut. Bonding yang terjadi, karena Klien memiliki keuntungan mendapatkan layanan secara cuma-cuma dan real time!

Rabu, Oktober 07, 2009

Membangun Career Track

Bagi organisasi yang mulai menemukan kesetimbangan (menjelang tahapan "mature"), membangun Career Track (dan juga subsistem-subsistem HR lainnya) adalah ibarat membangun sebuah jalan. Mengapa demikian? Fungsi HR yang sebelumnya berada pada "level administrasi" kini bergerak guna memberikan layanan yang lebih baik. HR ditantang untuk memikirkan sesuatu yang intangible: belum lagi terlihat, namun dapat dimaknai melalui keberadaan potensi jajaran organisasi. HR diajak memikirkan bagaimana situasi dan kondisi jajaran perusahaan jangka waktu 3, 5, 10 tahun lagi; menggerakkan jajaran untuk bersiap diri menghadapi tantangan serta strategi yang diambil oleh organisasi; memonitor apakah pergerakan jajaran tetap pada track yang telah ditetapkan organisasi.

Bagi HR, ini sama saja dengan membangun fondasi organisasi serta bangunan di atasnya. Artinya ke depan organisasi ini akan terus berkembang, going concern (istilah finance-nya), dan berjalan. Dan di atas fondasi ini hiduplah potensi-potensi jajaran yang siap diluncurkan, dimana pada suatu saat nanti mereka akan mengambil alih posisi-posisi strategis yang semula dipegang oleh manajemen puncak atau bahkan pimpinan perusahaan saat ini.

Dalam pada itu, career track merupakan "jalan" yang membawa jajaran perusahaan menuju tempat yang lebih baik (tempat yang diidam-idamkan); dimana untuk sampai ke tujuan, jalan yang diambil itu akan penuh oleh ujian dan rintangan, hingga jajaran benar-benar siap untuk ditempatkan di posisi tersebut. Sesungguhnya jalan tersebut di organisasi manapun akan selalu ada, namun layak atau atau tidaknya jalan tersebut ditempuh hingga sampai ke tujuan tergantung dari seberapa baik infrastruktur di dalam organisasi. Bagaimana dengan organisasi anda?

Selasa, September 22, 2009

My Chocolate Box

"My Chocolate Box": sebuah kotak pada blog ini, merupakan link(s) serta blog pilihan yang penulis kunjungi. Diantaranya terdapat blog yang inspiratif, penuh warna menunjukkan dunia lain dari sisi tulis menulis. Bagaikan sekotak coklat, ini merupakan hadiah yang menyenangkan bagi pembaca.

Dari www.babycenter.com penulis menemukan blog ibu-ibu yang luar biasa: Blog kegiatan seorang artist (dalam artian pekerja yang membuat kerajinan bernilai seni: pen); seorang ibu pemikir yang selalu mempertanyakan berbagai peran Ibu dari segala sisi, sangat aktual dan selalu dibanjiri komentar ibu-ibu terkait masalah "real time" yang sama. Atau simak juga blog mantan pemilik media cetak (koran) yang kemudian dengan kreatif menularkan hobi tulis menulisnya dengan membuat blog + pelatihan; seorang pemuda Estonia dengan bersemangat mengajarkan cara membaca cepat, mengajarkan trik mengelola waktu, menularkan skill-nya kepada para pembaca; para bloggers dari Harvard Business School yang kaya dengan bahan baku aplikatif & inspiratif--mungkin ini cara yang paling efektif bagi cendikiawan Harvard untuk "memasarkan diri" dan mengekspresikan ide melalui tulisan berkualitas "secara instant"; seorang ekonom terkemuka yang aktif menulis---mungkinkah dengan kegiatan ini nama beliau senantiasa "dalam radar" kumpulan para ekonom, dimana tulisannya selalu ditunggu-tunggu oleh khayalak umum maupun oleh mantan mahasiswa beliau?; Blog dua orang penulis berbahasa Indonesia yang aktif dan memotret HR & management dari berbagai sisi; dan masih ada beberapa link lagi yang belum diulas...

My Chocolate Box ini setidaknya merupakan representasi betapa banyak yang bisa di-eksplor dan dilakukan melalui dunia tulis-menulis maya dan pemanfaatan teknologi web 2.0 ini. Semoga!

Jumat, Agustus 28, 2009

Broken Windows

Minggu lalu penulis kehilangan HP di tempat umum, namun syukurlah: penulis mendapatkan no. HP yang sama seperti yang digunakan selama ini-namun no. telp rekan, relasi, teman dan handai taulan tidak terselamatkan.
Ini adalah sebuah bentuk kriminalitas!
Dari kejadian tersebut penulis teringat sebuah teori yang dengan sukses diterapkan oleh Walikota New York, Rudy Giuliani (1994-2001) di dalam menurunkan tingkat kriminalitas di kotanya. Teori ini dikenal dengan teori "Broken Windows" yang bunyinya kira-kira seperti ini:

"Consider a building with a few broken windows. If the windows are not repaired, the tendency is for vandals to break a few more windows. Eventually, they may even break into the building, and if it's unoccupied, perhaps become squatters or light fires inside.
Or consider a sidewalk. Some litter accumulates. Soon, more litter accumulates. Eventually, people even start leaving bags of trash from take-out restaurants there or breaking into cars."


Jadi, jika ada gedung dengan beberapa jendela rusak tidak diperbaiki, maka para berandal akan berusaha memecahkan lebih banyak jendela. Bahkan mereka akan mencoba masuk ke dalam gedung, dan jika tidak dihuni, mungkin ada penghuni gelap atau api unggun (di dalam gedung).
Atau katakanlah satu sisi jalan ada tumpukan sampah. Segera tumpukan tersebut bertambah, orang-orang akan meninggalkan kantong atau sampah dari restoran cepat saji atau berusaha masuk ke dalam mobil (pencurian).

"Broken Windows" dalam Organisasi
Berpijak pada tulisan penulis sebelumnya: "Memahami The Garbage Theory" dimana suatu organisasi yang mengalami "over populated" dipenuhi oleh orang-orang yang "bermasalah", konsekuensi yang akan dihadapi oleh organisasi adalah bertambahnya "sampah organisasi" yang berserakan di sela-sela unit/ departemen/ sebagian besar organisasi; adanya ketidakteraturan; lalu perlahan-lahan menyusupkan the broken windows yang tercermin dari semakin banyaknya pelanggaran dan tindakan indisipliner yang dilakukan oleh para anggota organisasi. Peraturan Perusahaan perlahan tidak ditegakkan atau mungkin tidak lagi direvisi melalui Keputusan Direksi; mekanisme/ sistem mulai kabur batasan-batasannya, sehingga orang-orang bertindak semaunya; tidak adanya reward & punisment yang adil dan wajar; lalu lama kelamaan "hukum rimba belantara" merajai organisasi: siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Sungguh broken windows menjauhkan organisasi dalam mencapai penyelarasan dan eksekusi strategi.

Bagaimana menjauhkan organisasi dari broken windows tadi? solusinya hanya satu: fix those broken windows.
* Perbaiki jendela-jendela yang rusak (bangun mekanisme yang sehat bagi organisasi),
* cat dinding-dinding yang penuh coretan graffity (buatkan prosedur dan tata laksana yang jelas), dan
* buang tumpukan sampah tersebut jauh-jauh (laksanakan mekanisme reward & punisment secara fair).

Upaya tadi akan menjauhkan orang/ berandal/ opportunis untuk mengisi/ memasuki/ mengambil untung dari situasi yang rusak tadi. Lalu pikirkan bagaimana kesudahan organisasi anda.

Sabtu, Agustus 01, 2009

Golden Question

Pembaca sekalian, berbagai informasi akan didapat ketika kita memberikan pertanyaan, namun sangat sedikit jawaban yang mungkin dapat "memuaskan" kita. Seringkali dalam kasus wawancara atau survey tentang organisasi, dimana sifat pertanyaan yang diberikan kualitatif atau sesuai dengan "daftar pertanyaan" dan terkadang memerlukan penjelasan rinci, namun mereka seringkali mendapatkan jawaban yang berbelit, tidak tepat ke sasaran atau cenderung berputar-putar.

Dalam artikel ini, penulis ingin mengulas sedikit tentang beberapa "golden question" yang akan membawa kita kepada percakapan yang penuh inspirasi, jujur - atau tanpa ditutup-tutupi, mendekatkan kita kepada pengertian dan akhirnya solusi.

Seperti bermain catur, golden question tidak dapat diberikan langsung kepada orang ybs. Lalu kapan tepatnya golden question ini diberikan? Jawabannya adalah sangat situasional. Beberapa golden question yang berkesan di mata penulis dan tentu saja menjadi pemicu mengalirnya informasi/ wawasan/ wisdom yang dahsyat, tiga diantaranya adalah:

* What is the pain & gain? | apa perjuangan dan keberhasilan yang anda dapatkan dalam menjalankan program/ kegiatan/ strategi ini?
* What's good about it? How can you make it better? | hal-hal baik apa yang sudah anda lakukan? lalu bagaimana agar hal yang sudah baik tersebut bisa menjadi lebih baik lagi?
* Are you satisfied with this? | apakah anda puas dalam menjalankan program/ kegiatan/ strategi ini?

Golden question di dalam bela diri adalah kuncian, dalam permainan kartu adalah kartu As dan dalam pertarungan catur adalah skak mat!

Black Swan


Buku ini terus terang belum selesai dibaca, namun bagi penulis ini merupakan sebuah buku yang sangat inspirational, dibaca sebelum tidur. Buku ini menarik seseorang untuk tergerak memikirkan sesuatu yang tak terpikirkan, yang mungkin jauh dari "kejadian yang mungkin terjadi" atau mungkin hilang diantara lipatan pikiran kita. Ditulis oleh seorang quant atau pemodel matemetika untuk industri keuangan, seseorang yang juga merupakan filsuf, dan mungkin seorang Kahlil Gibran "edisi kontemporer" pada abad ini. Dan buku ini langsung penulis beli ketika Bapak Kusmayanto Kadiman memberikan sambutan pada acara 2009 Indonesian MAKE Study.

Indonesian Next Black Swan?
Menyitir ucapan Taufik Ismail dalam makalahnya yang berjudul "Generasi Nol Buku: Yang Rabun Membaca, Pincang Mengarang".. bersama dengan puluhan ribu anak SMA lainnya di seluruh Indonesia pada tahun 1953-1956, mereka telah menjadi generasi nol buku, yang rabun membaca dan lumpuh menulis. Sehingga, imbuh beliau, di tahun-tahun tersebut sangat sedikit orang yang dapat mengekspresikan tulisan. Karena pada saat itu mereka tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah, sehingga "rabun" membaca. Sementara istilah "pincang mengarang" adalah karena generasi tersebut tidak diberikan "latihan mengarang yang mencukupi" untuk pelajaran-pelajaran di sekolah.

Generasi ini mungkin sekali telah menjadi pejabat tinggi, orang-orang yang berpengaruh bagi bangsa ini, lalu kesulitan untuk menurunkan ilmu yang tacit (yang ada di kepala), menjadi sesuatu yang explicit (terekam/ tertulis/ terpahat) untuk diwariskan dan dibagikan kepada anak-cucu atau generasi berikutnya.

Lalu black swan seperti apa yang dapat terpikirkan, untuk generasi-generasi kita selanjutnya?

Jumat, Juli 17, 2009

Menggagas "Lompatan Intangible Asset" dengan Teknologi Web 2.0


Kemajuan teknologi informasi memungkinkan setiap orang untuk dapat menuliskan, membagikan, serta merekam informasi dan bahkan membagikannya ke dalam situs jejaring sosial. Dari perspektif Knowledge Management, ini adalah suatu keuntungan bagi perusahaan guna meningkatkan awareness konsumen terhadap produk/jasa/solusi perusahaan; menciptakan kolaborasi dengan external structure; dan bahkan menjadi suatu media untuk mentransfer tacit knowledge menjadi explicit knowledge dari waktu ke waktu. Selanjutnya, kehandalan web 2.0 memungkinkan setiap orang dapat mengekspresikan sekaligus melebur produk/jasa/solusi perusahaan tersebut ke berbagai media (tulisan, gambar, rekaman) dan membagikannya secara cuma-cuma ke jejaring sosial dan mendapatkan feedback secara realtime.
Salah satu media yang mencetuskan "citizen journalism" adalah: Blog. Dimana per definisi, blog adalah jurnal harian online yang berisikan informasi/ data/ pengetahuan yang senantiasa di update secara periodik.

Hambatan & Tantangan
Namun apa jadinya jika ternyata kemajuan web 2.0 ini dianggap sebagai "bahaya" bagi sebagian perusahaan, dimana "kebijakan keterbukaan dan kerahasiaan informasi" perusahaan masih merupakan sesuatu yang grey? Dan apa jadinya jika karyawan memiliki blog yang sekaligus berfungsi sebagai media untuk meng-update dan mengekspresikan kegiatan profesional hingga mencurahkan pikiran personal yang terkait dengan pekerjaan? Sungguh beberapa perusahaan yang kurang fleksibel, pada kondisi tertentu, kegiatan ini lebih dipandang sebagai ancaman daripada sebentuk kemajuan.

Tantangan perusahaan ke depan adalah "meluaskan pengaruh" melalui penggunaan kemajuan teknologi web 2.0. Bagaimana menjalin hubungan dengan klien strategis secara virtual dan effortless dimana perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya marketing, operating dan sejenisnya yang bersifat rutin dan besar. Tantangan berikutnya adalah bagaimana ide dari pihak external ke internal senantiasa terjaga alurnya, sehingga perusahaan dapat berkolaborasi dan berkreasi menciptakan produk-produk baru.

Lompatan Intangible Asset
Untuk meningkatkan performa perusahaan agar dapat terus maju mengalahkan para pesaingnya, dibutuhkan asset intangible yang mampu me-leverage asset perusahaan secara keseluruhan. Asset yang tidak terlihat, namun dapat dirasakan dalam jangka panjang. Sehingga, kemampuan penguasaan informasi teknologi dan kemampuan penciptaan nilai dari teknologi tersebut harus menjadi kompetensi tersendiri bagi para personel. Dan jika kompetensi ini diperkuat oleh penguasaan content yang memadai, bukannya tidak mungkin dengan teknologi web 2.0 akan terjadi banyak "lompatan intangible asset". Sehingga dalam jangka panjang pandangan sempit manajemen perusahaan yang kurang fleksibel lagi buta teknologi tersebut dapat menyadari bahwa berkreasi tidak lagi mengenal "batasan media".
Lalu bagaimana dengan intangible asset organisasi anda?

Manusia-Manusia Bertopeng

Untuk bertahan hidup, manusia memiliki kemampuan yang sangat mengagumkan. Pada artikel ini, anugerah Yang Mahakuasa adalah "persona" manusia. Definisi persona diambil dari asal bahasanya adalah:

"a social role or a character played by an actor. This is an Italian word that derives from the Latin for "mask" or "character", derived from the Etruscan word "phersu", with the same meaning. Popular etymology derives the word from Latin "per" meaning "through" and "sonare" meaning "to sound", meaning something in the vein of "that through which the actor speaks..."

Merupakan peran sosial atau karakter yang dimainkan oleh aktor. merupakan istilah dalam bahasa Italia yang diturunkan dari kata "topeng" atau "karakter", diturunkan dari bahasa Etruscan "phersu" dengan arti yang sama. Etimologi populer diturunkan dari bahasa latin "per" yang bermakna "melalui" dan "sonare" yang bermakna "bersuara", yang berarti suatu lapisan yang "dilalui bilamana sang aktor berkata"

Persona yang ditampilkan oleh sekumpulan manusia pembentuk organisasi menyebabkan mereka mampu bertahan dengan kondisi organisasi seperti apapun, baik pada saat mereka menghadapi situasi krisis kepemimpinan, situasi bisnis yang kurang menguntungkan, dan situasi-situasi menekan lainnya. Topeng tersebut memanipulasi tindak tanduk manusia sehari-hari untuk berperilaku positif. Persona memberikan karakter yang membentuk alasan mengapa mereka bertahan di dalam organisasi. Dan persona juga merupakan "corporate culture - layer ketiga" dari Schein (1999) yang sangat sukar dipahami.
Persona pada setiap level dan unit akan memperlihatkan warna yang berbeda-beda, dan cara beradaptasi dan belajar yang berbeda-beda pula terhadap situasi yang mereka hadapi.


Sisi Lain Manusia-Manusia Bertopeng

Organisasi yang penuh dengan manusia-manusia bertopeng ini ternyata juga memiliki sisi lain: jika topeng-topeng tersebut digunakan untuk tujuan negatif, dipakai secara kolektif yang tidak memberikan kontribusi kondusif bagi kesehatan organisasi pada umumnya.
Misalkan, sekelompok manajer yang "berkonspirasi" untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh, mengabaikan masukan dari "arus bawah". Jika hal ini dibiarkan lama, maka hal ini telah terorganisir dengan baik, akhirnya menular kepada orang-orang lain di bawahnya. Bawahan lama kelamaan akan tahu bagaimana bertingkah-laku, bereaksi, dan tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah sesuai yang diharapkan manajer tadi (seringkali diselesaikan secara dangkal, tanpa perasaan...). Lama kelamaan para pemain sandiwara ini tak lagi bisa membedakan mana nilai yang benar dan mana nilai yang salah di dalam organisasi... sehingga sandiwara real time manusia-manusia bertopeng ini meresap dan tanpa disadari dimainkan di keseharian kegiatan organisasi. Dan akhirnya menjadi sub-value di dalam organisasi

Pengalaman adalah Guru yang Terbaik: Gunakan Topeng secara Bijak
Penulis tidak menangkap topeng itu negatif atau positif, karena di setiap peranan, situasi dan kondisi yang ada, manusia bertindak sebagaimana mestinya. Untuk tujuan positif, gunakan kekuasaan/ kewenangan yang ada untuk menciptakan culture yang sehat, sehingga memungkinkan anggota organisasi menemukan dan merasakan "surga" untuk tetap berkarya dan bertumbuh. Dan sebaiknya, jangan gunakan kekuasaan/ kewenangan untuk membuat dagelan/ sirkus/ tontonan seperti menindas, mencari-cari kesalahan, memeras, menciptakan konflik, dsb, sehingga mendemotivasi karyawan.

Dan sebagai penutup: sudahkan anda menggunakan topeng yang tepat?

Selasa, Juli 07, 2009

Penganugerahan Indonesian MAKE 2009



Diawali dengan MAKE Sharing Session ; melalui Tahap Nominasi, Tahap Seleksi, lalu Tahap Penilaian; dan akhirnya siklus Indonesian MAKE kini memasuki tahap akhir dengan diselenggarakannya "Penganugerahan Indonesian MAKE 2009".

Pembaca yang budiman, akhirnya saat yang ditunggu-tunggu para finalis telah tiba: organisasi manakah yang akan menjadi sang pemenang; pendekatan dan knowledge innitiative apa yang dijalankan perusahaan pesaing/ competitor; dan pembelajaran apa yang bisa dipetik melalui sharing session yang akan dibawakan oleh para ahli di bidangnya.

Penulis selaku PIC yang menjalankan fungsi kesekretariatan, tentunya menghadapi banyak suka dan s(d)uka di dalam menjalankan tugas mulia ini. Ada banyak harapan yang terletak di pundak organisasi-organisasi untuk terus berkiprah dalam kancah regional (MAKE Asia), atau bahkan dalam kancah Internasional (MAKE Global): Majulah Organisasi Indonesia!

Jumat, Juni 19, 2009

Hati yang Tertawan

Ada banyak pemimpin yang memiliki "style", akan tetapi tidak banyak pemimpin yang benar-benar memiliki "substance". Ini merupakan pembicaraan menarik bagi penulis bersama beberapa orang senior consultant pagi ini.
........
....
Sehari sebelumnya, kami menjumpai orang-orang spesial yang hatinya telah "tertawan" di dalam membesarkan dan menghebatkan organisasi mereka. Mengambil prinsip "bagaimana kesudahannya", atau prinsip yang diambil dari kitab injil:

"The end of a matter is better than its beginning " — Ecclesiastes 7:8a

Prinsip dasar yang dipegang teguh oleh kepemimpinan yang memberikan pelayanan serta menumbuhkan orang-orang yang menyokong pekerjaan yang sedang ia diemban saat ini. Tidak pernah mengeluh, pekerja keras, tidak gila kekuasaan, tidak mengharapkan pamrih, serta tidak mengharapkan sebentuk "expose" dari management.

Semula merupakan unit kecil, yang tentunya belum bisa memberikan kontribusi besar bagi organisasi induk. Namun perlahan unit ini terus membesar menjadi sebuah departemen yang paling strategis, berpengaruh, serta mengemban visi dan misi penting guna memajukan perusahaan ke depan.

The Substance
Mengapa ia bisa sukses? karena ia tidak pernah memikirkan hasil akhir, namun teguh kepada proses, dimana kontinuitas, konsistensi/ persistence sangat diperlukan (terjaga). Sehingga hasil akhir yang didapat berlipat-lipat, bahkan jauh dari yang pernah ia bayangkan.

Karakter yang secara bertahap ia ciptakan adalah di mulai dari diri sendiri lalu kepada orang-orang terdekat; ia kemudian mencetak pemimpin, dengan berlaku sebagai mentor bagi orang-orang terdekatnya; ia memberikan contoh "hidup"; menjadi orang yang senantiasa mengoreksi dan terbuka menerima koreksi dari bawahan, menjalankan apa yang sudah dicanangkan; adanya sikap yang tanpa kenal lelah, tetap menjalankan komitmen meskipun berbagai masalah datang mendera.

Bagaikan sebilah kemudi kapal (trim tab) yang begitu kecil, lalu bersama-sama bilah kemudi kapal kecil lainnya mereka bersatu padu menjadi armada kapal yang kuat. Inilah contoh nyata pimpinan yang memiliki substance: bersama-sama menginspirasikan, menggerakkan, membesarkan dan menghebatkan.

Lalu bagaimana dengan organisasi Anda?





Catatan:
Penggunaan kata "trim tab" dalam konteks kepemimpinan digunakan pertamakali oleh Buckminster Fuller:
...........It's a miniature rudder. Just moving the little trim tab builds a low pressure that pulls the rudder around. Takes almost no effort at all. So I said that the little individual can be a trim tab. Society thinks it's going right by you, that it's left you altogether. But if you're doing dynamic things mentally, the fact is that you can just put your foot out like that and the whole big ship of state is going to go.

So I said, call me Trim Tab.


Jumat, Mei 22, 2009

Indosat Knowledge Cafe 15

Penulis berkesempatan menghadiri Knowledge Cafe 15 yang diadakan oleh Indosat. Tema yang diangkat pada acara tersebut adalah INTERNETWORKER: Learn Faster and Work Faster through Technology. Pembicara yang melakukan sharing ini adalah Prof. Eko Indrajit. Acara disiarkan langsung ke kantor-kantor wilayah Indosat, seperti Bandung, Semarang, Balikpapan, Medan, Surabaya, Yogyakarta dan Pontianak.
Selama 2 jam sesi beliau, terdapat banyak tips serta wawasan baru terkait IT, mulai dari aspek: cohort (kesenjangan antar generasi), psikologi & komunikasi, pendidikan & pendampingan anak-anak, hingga trend teknologi mutakhir.


Menggunakan Mesin Pencari Google
Beliau dengan gaya story telling yang menarik, unik, inspiratif sekaligus jenaka - mengemukakan bahwa Bangsa ini belumlah maksimal di dalam memanfaatkan mesin pencari (dicontohkan) Google. Dan kita belum memanfaatkan sebagaimana bangsa lain yang berhasil menciptakan value dan profit dari IT.

Sebagai contoh, kita masih kekurangan ahli IT, agar kita dapat sejajar dengan negara tetangga kita, Singapura, menurut Prof. Eko dibutuhkan sekitar 600.000 orang tenaga IT. Kemudian di luar sana ada jutaan beasiswa yang menanti. Cara mencari data spesifik yang dimaksud, misal: formulir beasiswa IT fakultas ilmu komputer tahun 2010 dalam bentuk formulir PDF, ketiklah:
  • scholarship + IT + computer + faculty + 2010 + form + filetype:pdf
Sehingga negara kita bisa lebih maju dengan memaksimalkan penggunaan mesin pencari ini dengan mendapatkan data relevan sesuai dengan teknik ini dan nilai tambah/ profit.

Untuk subjek yang ingin kita ketahui (hint: mengerjakan P.R./ tugas dari atasan), misalnya berkaitan dengan enterprise resources planning, cara biasa yang kita gunakan adalah, mengetik :
enterprise planning resources (lalu muncul 123 juta files)

Coba tambahkan tanda (“ “) untuk subjek khusus, misalnya:
"enterprise planning resources” (muncul 183 files) akan tetapi file belum spesifik -berdasarkan bentuk file yang diinginkan. Untuk mencari file dengan spesifikasi tipe file power point, ketiklah:
"enterprise planning resources” filetype:ppt (muncul 7060 files)

Jika ingin kualitas subjek "enterprise planning resources” lebih bagus dan lebih tajam, ketiklah:
  • "enterprise planning resources” filetype:ppt Stanford university (muncul 40 files)
  • "enterprise planning resources” filetype:ppt Harvard business school (muncul 70 files)
Sehingga dengan mencari dan menyaring dengan menggunakan teknik ini maka penggunaan searching tool google akan menjadi lebih efektif! Sisanya adalah waktu luang yang digunakan untuk membaca dan mengaplikasikan pengetahuan yang didapat.


Literacy Gap Trade-Offs
Tantangan para orang tua di bidang IT di dalam menjembatani generation gap antara orang tua dengan anak-anak yang lahir setelah tahun 1984, dimana antara orang tua dan anak terdapat literacy gap trade offs. Kebanyakan orang tua melek informasi namun buta teknologi, sedangkan anak-anak melek teknologi namun masih memerlukan pendampingan untuk memahami dan menyaring informasi. Untuk menjembatani literacy gap adalah dengan komunikasi antara orang tua & anak (on line atau off line) serta keikutsertaan atau peran orang tua di dalam menguasai teknologi/ memanfaatkan aplikasi.

Knowledge is Power, don't Share..

Di dalam dunia pendidikan bahkan di dunia kerja juga masih sarat dengan paradigma yang menghambat kemajuan, yakni: "knowledge is power, don't share" sehingga berbagi pengetahuan menjadi tidak mudah dilakukan. Pembaca sekalian dapat membayangkan, betapa banyak data yang tersimpan tanpa pernah dimanfaatkan untuk sekedar pemahaman, pengembangan, penelitian, dll.

Trend ke depan, menurut Prof. Eko, persaingan yang akan dihadapi bukan lagi antar bangsa, namun persaingan antar individu atau individu yang berkelompok melalui kolaborasi pengetahuan, yang berlomba-lomba melakukan inovasi untuk mengeksekusi, mewujudkan sesuatu yang masih dimimpikan...

Penutup

Bagi penulis, sharing session yang diberikan Prof. Eko yang sangat inspiratif sekaligus reflektif ini sungguh membuka wawasan. Sehingga untuk menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa lain, maksimalkanlah pemanfaatan pengetahuan melalui internet dan bagikanlah ilmu secara cuma-cuma - misalnya melalui blog ini. Bagaimana dengan Anda?

Selasa, Mei 19, 2009

From Proactivity to Positivity!

Terkait dengan penyelenggaraan MAKE, memasuki Tahapan Penilaian para finalis mulai menyiapkan evidence sebagai supporting data sebagai dokumen pendukung Company Knowledge Profile (CKP) yang telah dikirimkan pada Tahap Seleksi sebelumnya. Siang kemarin merupakan kali pertama penulis bertemu finalis yang ingin mendapatkan bimbingan teknis mengenai pembuatan evidence sebagai supporting data. Dalam tulisan ini penulis berusaha menjawab substansi dan relevansi CKP dan penyerahan evidence.

CKP sesungguhnya merupakan hasil self audit terhadap laju dan gerak KM di dalam organisasi. Jika dilakukan secara sungguh-sungguh akan membawa pada pemahaman sejauh mana inisiasi-inisiasi knowledge yang terbentuk di dalam organisasi. Sedangkan evidence berguna sebagai tambahan informasi, artinya "ilustrasi" dari CKP yang telah diberikan. Ilustrasi [dokumen, foto kegiatan, cuplikan video kegiatan, portal, berita media massa, buletin in-house, kutipan misi-visi, kebijakan, peraturan, sistem, dll yang dianggap perlu] bukan berarti tidak memiliki esensi, namun suasana KM akan segera tergambar begitu ilustrasi tersebut divisualisasikan. Lebih lanjut evidence juga berguna sebagai bahan pada saat kunjugan verifikasi. Dimana kunjungan verifikasi dibatasi pada kantor pusat yang berguna untuk melihat lebih dekat evidence yang telah diberikan.

Menjawab kekhawatiran adakah evidence yang luput atau bahkan yang tidak diperlukan dilampirkan sehingga mempengaruhi penilaian finalis ke depan. Sesungguhnya hal diatas tidak akan terjadi jika mengikuti sub-sub poin yang terdapat di CKP. Karena sub-sub poin merupakan check list dan panduan ketersediaan data terkait inisiasi KM berdasarkan kriteria MAKE di dalam suatu organisasi. Sehingga pada hasilnya, aliran pengetahuan akan segera tergambar "apa adanya".
Proaktifitas para finalis patutlah diacungi jempol, karena kunjungan mereka sangat membantu penulis di dalam menyelesaikan buku. Banyaknya pertanyaan yang diajukan membawa penulis kembali menata ulang dan mem-fine tuning buku tersebut. Dan tentu saja, proactivity ini membuahkan sebentuk positivity!

Jumat, Mei 08, 2009

Antara GCG, PP dan SP

Artikel ini menjadi bahasan menarik untuk mencegah situasi/ pola/ ritme praktik Waltzing Black terulang di dalam organisasi anda. Membahas tata kelola perusahaan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta contoh kasus yang berdimensi Good Corporate Governance dan Organizational Development.

Apa itu GCG?
Merupakan prinsip tentang bagaimana seluruh Karyawan menjalankan aktivitas bisnis dengan penuh integritas sesuai dengan GCG (Transparansi - Akuntabilitas - Tanggung Jawab - Kewajaran/ Fairness). Dengan mengikuti Panduan ini, maka aktivitas bisnis dan keputusan yang diambil oleh seluruh Karyawan akan sesuai dengan nilai dan prinsip yang dimiliki Perseroan.

Panduan GCG dikembangkan berdasarkan pada (1) berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, (2) praktik-praktik good corporate governance, (3) kebijakan Perusahaan serta (4) budaya perusahaan yang selama ini dimiliki oleh Perusahaan selaku entitas. Panduan ini hanya berisikan prinsip-prinsip pokok dimana Peraturan Perusahaan (PP) termasuk dalam implementasi Panduan ini.

Apa itu PP?
Peraturan Perusahaan yang merupakan panduan yang mengatur hak-hak serta kewajiban karyawan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku, sehingga orang-orang yang hidup di dalamnya dapat bekerja dengan baik tanpa merasa takut, karena segala sesuatunya telah tertulis.

Apa itu SP?
SP merupakan kumpulan karyawan yang bekerja di suatu perusahaan yang tergabung di dalam wadah independen "Serikat Pekerja". Tujuan Serikat Pekerja ini dibentuk menurut UU Republik Indonesia No. 21 tahun 2000, pasal 4 ayat 1 adalah: "Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi serikat pekerja bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkat- kan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya."
Lalu, ayat 2 : "Serikat Pekerja mempunyai fungsi:
(1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
(2) sebagai wakil pekerja dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
(3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(5) sebagai wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan."

Paradigma-Paradigma Kuno
Beberapa paradigma yang menyebabkan tidak berjalannya aspek kepatuhan secara tuntas di dalam perusahaan adalah:

  • SP itu tidak diperlukan karena SP hanya akan membuat ricuh, kekacauan, menyebabkan manajemen tidak punya wibawa, dan berbagai kejadian bersifat "chaos" yang tidak diinginkan.
  • PP itu tidak penting direvisi, karena semakin direvisi akan terlalu mengatur, kaku, dan mengganggu.
  • GCG dan aturan-aturan yang diperlukan tidak perlu disosialisasikan cukup dengan memberikan teguran lisan saja.

Antara GCG, PP dan SP

Pada artikel ini penulis akan membahas sebuah kasus terkait GCG, PP dan SP, dimana seorang teman mengalami kejadian yang sangat memalukan dimana ia harus mengembalikan hadiah yang diberikan oleh sebuah perusahaan sebagai "tanda terimakasih" atas pekerjaan yang dilakukan -- sepengetahuan Perusahaan tempat ia bekerja. Lalu penulis menanyakan, Apakah perusahaan memiliki sebuah panduan teknis yang secara jelas mengatur tentang penerimaan hadiah? (teknisnya berarti: apakah perusahaan memiliki panduan GCG?) Apakah perusahaan memiliki PP yang update? Apakah perusahaan memiliki SP?

Ketiga jawaban dari pertanyaan penulis adalah TIDAK. Dalam kapasitas penulis sebagai assessor di bidang GCG, ini adalah kasus yang sangat menarik. Terlepas dari konsekuensi hukum dari ketiadaan dokumen, dalam tataran Organization Development secara umum, jika suatu perusahaan ingin tetap going concern, menjadi besar, menjadi wadah yang memayungi aspirasi karyawan yang banyak, menjadi organisasi berpengaruh, dan disegani, setidaknya ada 3 rekomendasi yang penting dilakukan oleh perusahaan ysb:
Pertama: bentuklah PP yang secara sungguh-sungguh mengatur, melindungi, dan mengayomi karyawan yang bernaung di bawah organisasi, sehingga orang-orang yang hidup di dalamnya dapat bekerja dengan perasaan tenang, tanpa takut berbuat salah, karena ada peraturan yang mengatur dan tertulis dan telah diberikan perjelasan-penjelasan tambahan. Berkaca pada aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, PP memiliki peranan penting dimana segala sesuatu yang banyak terlihat "abu-abu" menjadi semakin jelas hitam dan putihnya.
Kedua: Susunlah sebuah panduan GCG yang komprehensif yang setidaknya mengatur 3 hal: (1) Suap & KKN, (2) Hadiah, (3) Hubungan dengan Pejabat Negara. Sehingga panduan ini akan mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan dan ke depan akan semakin jelas bagaimana mekanisme pelaporan berikut penyelesaian kasus tersebut. Jangan lupa, kajian yang berkelanjutan terhadap Panduan GCG dengan menjaga kesesuaiannya dengan tuntutan serta perubahan lingkungan bisnis Perusahaan akan semakin membentuk budaya perusahaan yang sesuai dengan GCG.
Ketiga: Bentuklah SP yang akan mengkaji ulang PP, merumuskan permasalahan yang terjadi di dalam organisasi terkait dengan tidak up-to-date-nya PP, dan agenda-agenda penting lainnya di dalam rapat Serikat Pekerja.

Antara GCG, PP dan SP: Sebuah Epilog

Dengan semakin tumbuhnya size dari organisasi menjadi sebuah korporasi, yang ditandai dengan: tumbuhnya unit-unit baru, bahkan anak-anak perusahaan baru; tingginya kompleksitas di dalam organisasi, maka perusahaan haruslah diatur dengan peraturan korporasi, artinya mekanisme korporasi-lah yang harus dijalankan. Meskipun pada awal organisasi berdiri, aturan tidak begitu banyak diperlukan mengingat organisasi masih berada pada skala kecil, dimana orang-orang masih sedikit, dan unit-unit operasi yang bernaung belum begitu banyak.

Dalam jangka panjang: tidak dikajinya peraturan perusahaan, "matinya" tata kelola perusahaan, dan tiadanya wadah yang menjamin keharmonisan terkait hubungan industrial akan menimbulkan pertanyaan dasar terhadap eksistensi organisasi secara legal (yang memberikan kepastian dan landasan) dari para anggota organisasi: Masihkah perusahaan going concern?

Paradigma-paradigma kuno di atas tentunya mesti diubah, keterkaitan antara perkembangan organisasi (size) dengan tiga perangkat kepatuhan dalam sebuah korporasi mestilah terlihat benang merahnya. Artinya ketidakjelasan, tidak adanya hitam di atas putih seharusnya dapat dieliminir, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan keresahan, perasaan bersalah atau mungkin "mati rasa" diantara para anggota organisasi. Semoga saja!