Senin, Desember 31, 2007

Performance Management System: By Order atau By Design?

Jika pada tulisan sebelumnya telah dibahas mengenai aspek clarity (kejelasan) dan responsibility (tanggung jawab) pada job description. Maka dinamika aspek clarity dan responsibility pada penegakan Performance management System di organisasi akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.

Efektifitas suatu organisasi secara makro dikatakan berhasil jika perusahaan mencapai apa yang diharapkan oleh shareholders, atau secara transaksional jika seluruh jajaran perusahaan telah mencapai target masing-masing dan memiliki kinerja yang baik.

Guna mengukur pencapaian kinerja masing-masing karyawan, sistem yang berjalan disini adalah performance management system yang ditujukan untuk memastikan apakah seluruh jajaran Perusahaan telah melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan benar, sehingga target dan pekerjaan yang diharapkan sesuai dengan yang diinginkan oleh atasan serta sejalan dengan kebijakan perusahaan.

Bilamana atau kapankah seseorang dikatakan perform? Karyawan yang selalu melakukan pekerjaan by order ataukah karyawan selalu melakukan pekerjaan by system? Dua hal di atas merupakan 2 ekstrim yang bertolak belakang dan memiliki konsekuensi jika diikuti 100%. By order artinya mengerjakan pekerjaan pada kondisi dimana terjadi perubahan dari acuan semula misalnya: perubahan prioritas pekerjaan mendadak, adanya tugas mendadak, strategi perusahaan yang berubah mendadak, dan pekerjaan-pekerjaan dadakan lainnya. Sedangkan by design berarti setiap pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana, sesuai dengan alokasi dana, waktu dan sumberdaya yang tersedia. Artinya semua pekerjaan telah ditentukan path-nya, terukur, realistis dan bisa diprediksi hasilnya.

Namun pada kenyataannya, dinamika di dalam suatu organisasi tidak mungkin menempatkan seseorang melakukan pekerjaan by order atau sesuai pesanan 100% tanpa melihat prioritas atau performance plan yang telah disetujui. Pada kondisi ini seseorang akan berhadapan dengan trade off: dia adalah seorang eksekutor atau pelaksana semata, akibatnya dia tidak akan mencapai apa-apa karena tidak ada dalam target yang tertulis, atau bahkan tidak akan memperoleh pengakuan professional dari rekan-rekannya dalam jangka panjang. Atau trade off seseorang yang melakukan pekerjaan by design 100%; secara kasat mata adalah seorang profesional sejati yang berdiri sendiri, namun dalam jangka panjang akan menghadapi tantangan dari teman-teman sendiri atau dari bahkan atasan yang memerlukan bantuannya. Sehingga praktis seseorang mengerjakan pekerjaan By design selesai tepat pada waktunya, namun kaku, tanpa memiliki value added secara personal, sosial dan bahkan bagi organisasi.

Kita tidak dapat memungkiri bahwa orang-orang semacam ini ada dan hidup di dalam organisasi, tentunya tidak terlalu ekstrim, namun memiliki kecenderungan mengikuti salah satu skenario ini. Lalu bagaimana menilai orang-orang seperti ini?

Komponen dan Perhitungan Performance Management (PMS)

Human Capital Management System (HCMS) melalui Performance management System (PMS) sebenarnya telah menetapkan batas atau limit pada jenis pekerjaan yang boleh dikerjakannya, dimana hal ini sangat tergantung pada kebutuhan organisasi. Pada umumnya jenis pekerjaan terbagi 3, yakni: (1) pekerjaan individual itu sendiri; (2) pekerjaan yang dilakukan bersama team; dan (3) pekerjaan yang didedikasikan untuk kemajuan organisasi. Sedangkan pekerjaan menurut prioritas terdiri dari yakni: Tugas Utama, Tugas Tambahan; dan Critical Incident. Dimensi lain yang menjadi pertimbangan dalam performance plan adalah (1) kompetensi yang dimiliki karyawan serta (2) tingkat komitmen karyawan terhadap nilai perusahaan dan score lain (berbentuk indeks) yang dinilai secara periodik.

Masing-masing komponen tersebut memiliki proporsi/ bobot tersendiri tergantung dari strategi dan model organisasi itu sendiri. Proporsi inilah yang kemudian dijadikan kontrol kapan seseorang boleh melanjutkan atau segera menghentikan pekerjaannya yang sedang berjalan untuk kepentingan penilaian performance mereka.

Pada akhir tahun kemudian didapat perhitungan pencapaian targetnya. Seperti menghitung sebuah portfolio, kinerjanya secara keseluruhan dilihat kuantitasnya, dan lalu kualitasnya dinilai berdasarkan KPI masing-masing dan dibobotkan sesuai dengan proporsi pekerjaan.

Portfolio ini merupakan performance index, sebagaimana halnya nilai rapor/ IP, yang ditujukan untuk menentukan apakah pemegang jabatan merupakan memiliki prestasi rata-rata, di atas rata-rata, atau masalah bagi perusahaan. Sehingga ini merupakan pertimbangan manajemen perusahaan apakah karyawan ini dapat dipromosikan, dimutasi atau bahkan diterminasi.

Poin Kinerja By order atau By design

Sebagai ilustrasi untuk menghitung kinerja karyawan by design dan karyawan by order dibuatkan contoh kasus sederhana: perusahaan memiliki proporsi penilaian performance: pekerjaan utama 65%, proporsi pekerjaan tambahan 30% dan critical incident 5%. Katakanlah bahwa kedua karyawan dinyatakan achieve oleh atasan, teman-temannya dan atau oleh organisasinya, dengan asumsi perusahaan tidak menegakkan PMS di perusahaannya.

Karyawan A dengan scenario pekerjaan by order 100%, melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan atasan atau atasan-atasan lainnya, memperoleh poin pada akhir tahun sebesar adalah 35%. Sedangkan karyawan B dengan skenario pekerjaan by design pada akhir tahun memperoleh poin sebesar 65%.
Ternyata hasil akhir dari pekerjaan by order dan by design tidaklah memberikan hasil maksimal bagi perusahaan. Karyawan A adalah karyawan yang memiliki performance rendah meskipun dia terlihat sangat sibuk mengikuti rapat demi rapat. Sedangkan karyawan B terlihat sebagai karyawan yang memiliki nilai sedang-sedang saja, meskipun dia telah bekerja memenuhi targetnya sendiri. Sehingga yang terlihat di permukaan ternyata tidak sama jika performance management system diberlakukan. Tentunya temuan sederhana ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari manajemen perusahaan manapun yang belum menerapkan performance management system.

Penutup

Pada akhirnya, penegakan PMS di suatu perusahaan tetaplah merupakan suatu proses eksekusi individu atas prioritas pekerjaan, meskipun pekerjaan by design dan by order merupakan grey area yang bersifat abadi dalam dunia HR. Namun adalah tugas manajer HR dan manajemen untuk meningkatkan produktifitas jajarannya melalui penegakan PMS tentunya memberikan kontribusi maksimal dan win-win result. Semoga.

Tidak ada komentar: