Senin, September 26, 2016

Gajah Mada dan Sumpahnya

Siapa yang tidak kenal dengan Sumpah Palapa? Patih Gajah Mada tidak akan memakan buah Maja sebelum seluruh Nusantara ditaklukkan atau dipersatukan. Ini adalah visi jangka panjang yang ingin diwujudkan sang panglima besar Patih Gajah Mada. Untuk mencapai visi yang dicita-citakan Patih Gajah Mada, tentunya bukan mantra dan ajian sakti yang digunakan. Diperlukan persiapan yang matang untuk merekrut dan melatih mulai dari tentara hingga pasukan khusus atau bahkan mata-mata; membangun persenjatan, dan armada laut termutakhir pada zamannya. Sehingga dibutuhkan dukungan dana yang tidak sedikit.

Dewasa ini pun terdapat beberapa “Gajah Mada Modern” yang sangat terikat (baca: committed) dengan sumpahnya. Mereka ini tidak perlu mendeklarasikan sumpahnya dengan tidak memakan buah Maja. Patih Gajah Mada abad ini menetapkan Visi, Milestones untuk jangka pendek, menengah dan panjang yang ingin dicapai. Lalu merayakan kemenangan demi kemenangan bersama jajarannya, meskipun hal itu adalah kemenangan kecil.

Sikap dan Tindakan Patih Gajah Mada Modern
Patih Gajah Mada Modern memiliki sikap yang tidak dimiliki oleh pimpinan manapun di kelasnya. Dalam mempersatukan Nusantara sebagai visi yang ia dicita-citakan maka ia adalah tokoh yang sangat menjunjung tinggi kesempurnaan serta hidup dalam mencapai kesempurnaan. Sehingga hal inilah yang menyebabkan ia merekrut dan melatih wakil-wakil yang memiliki kaliber yang setidaknya setara dan paham apa akan ingin ia capai.

Dalam mencapai Visi, Milestones untuk jangka pendek, menengah dan panjang, ia tak segan menempatkan investasi yang tidak sedikit dalam mengembangkan “armada dan persenjataan” yang diperlukan dalam bentuk projek, inisiatif atau program strategis yang tentunya kinerja dan keberhasilan yang diharapkan senantiasa diukur dari waktu ke waktu.

Di sepanjang proses pembentukan, persiapan armada, hingga pada saat armada tempur beserta pasukannya diluncurkan ke medan laga, maka ia adalah sosok pekerja keras yang terus meerus memastikan kesempurnaan di setiap langkah dan tindakan yang dilakukan oleh wakil dan jajarannya. Ia adalah sosok yang komunikatif, memberikan pesan simbolik hingga arahan untuk dijalankan oleh wakil hingga jajarannya.
Ia tidak pernah berhenti menunjukkan kepada mereka apa yang ia inginkan , membimbing melalui contoh teladan, bahkan tak segan-segan mengajak mereka berdialog sehingga tujuan tersebut tercapai (hingga mencapai kesempurnaan).
Ia tidak mengenal dinding maupun batasan antara atasan dan bawahan. Ia bahkan tidak mengenal adanya sekat sektoral antar divisi/ unit.
Ia cenderung mendorong terjadinya soliditas antar divisi atau unit sehingga mereka tidak bekerja secara silo. Dan bahkan bilamana memungkinkan ia akan mendorong jajaran berinisiatif untuk melakukan perbaikan proses bisnis, efisiensi, maupun terobosan demi terobosan yang membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik. Tidak berhenti sampai di situ, ia mewujudkan sistem open feedback dalam bentuk sistem, mekanisme dan aturan yang mendorong pegawai dapat menjalankan tata nilai perusahaan. Sehingga tidak heran ia akan membuka komunikasi langsung yang kuncinya hanya dapat ia buka sendiri.

Saat terakhir yang ditunggu-tunggu, ketika Sang Patih dapat menunaikan sumpahnya dengan memakan buah maja, namun Sang Gajah Mada Modern tidak pernah berhenti berpuas diri. Meskipun seluruh armada yang telah diluncurkan berhasil baik dalam menaklukkan musuh-musuh serta pasukan pemberontak yang memecah belah persatuan. Ia akan terus menguji dan mengkaji para wakil hingga jajarannya agar Visi, Milestones untuk jangka pendek, menengah dan panjang dapat dipahami organisasi yang tersebar di seluruh Nusantara hingga akhir masa pengabdian Sang Maha Patih ini. Lalu bagaimana dengan perjalanan organisasi Anda?

Magna dan Budaya Perusahaan

Nama saya Magna.
Saya adalah karyawan pindahan dari kantor cabang di daerah X. Bekerja di Kantor Pusat adalah pengalaman yang menyenangkan. Di sini, kantor lebih luas, fasilitas lebih memadai dibandingkan di daerah. Apalagi, rekan-rekan kerja di sini sangat bersahabat dan sesekali mempersilahkan saya bertandang ke meja mereka.

Saya sudah 3 bulan pindah dan bekerja di sini. Dan rasanya menyenangkan sekali: saya dapat melihat betapa semangatnya rekan-rekan saya bekerja. Saya menghadiri rapat, menikmati bacaan di perpustakaan, menyusuri taman-taman dan lapangan yang luas, dan sesekali mengunjungi ruang dan gedung yang ingin saya ketahui.

Nama saya Magna, hari ini saya kurang beruntung... Saya dipulangkan paksa oleh Satpam, Dengan demikian, berakhirlah “Petualangan Magna” di kantor yang luas lagi menyenangkan ini.

Magna, sebuah kisah nyata dengan tokoh dan kejadian yang disamarkan. Bagaimana bisa terdapat seorang Magna “karyawan pindahan dari cabang X” yang duduk dan bekerja di perusahaan anda, menghabiskan waktu berbicara dan mengamati Anda.

Dan dapatkah pembaca bayangkan, Magna, seseorang yang mengaku sebagai “karyawan” pindahan dari kantor cabang A, adalah sosok yang berhasil mengacak-acak protokol dan sekaligus mencoreng kredibilitas pengamanan Perusahaan. Semenjak kasus Magna, sikap mereka pun berubah. Mulai dari cara mereka menerima dan menyapa tamu. Rasa curiga mendalam, serta sikap arogan yang ditampakkan bilamana terjadi kesalahan yang sebetulnya disebabkan ketidaktahuan tamu. Seolah-olah seluruh tamu, terutama pengunjung bergender wanita adalah “calon-calon Magna” lainnya.

Magna sang penyusup, Magna yang perlu di waspadai, dan para tamu bergender wanita yang malang. Di akhir hari, para satpam yang sial itu pun diceramahi para atasan, mengulang-ulang terjadinya kasus Magna sebagai akibat dari kesalahan dan kelalaian mereka.

Lalu, bagaimana Magna mendapatkan akses masuk ke gedung-gedung yang ingin ia kunjungi? Magna tinggal memberitahu bagian pengamanan gedung tersebut, saya pindahan dari cabang A. Saya diundang rapat oleh Ibu X. Ah, Magna, berapa orang lagi yang akan terperdaya?

Kasus Magna adalah salah satu contoh betapa gagalnya penegakan kedisiplinan dan prosedur internal Perusahaan secara paripurna. Dalam lingkup yang lebih besar yaitu Budaya Perusahaan. Ketiadaan sistem dan proses bahkan protokol penerimaan karyawan pindahan menyebabkan tiadanya PIC yang berwenang menyambut Magna.. (maaf, karyawan pindahan) yang berwenang memberikan orientasi di kantor pusat serta fasilitas yang ada, hingga memberikan perlengkapan, fasilitas kantor, dan akses dan ID yang diperlukan oleh karyawan pindahan tsb.

Kelemahan tersebut dimanfaatkan Magna berbekal senyum yang ramah. Lalu Magna dapat memilih duduk di meja yang kosong manapun, bercakap-cakap sambil membaca koran.

Kasus Magna adalah cerminan bagaimana karyawan dalam satu perusahaan yang tidak peduli, tidak berusaha untuk saling mengenal, saling menyapa, saling menyampaikan informasi ataupun berkoordinasi. Semua sibuk dengan pekerjaan dan pikiran sendiri-sendiri. Betapa pegawai tidak ditanya kegiatannya secara berkala, bahkan diukur dan dinilai kinerja/ target pencapaian pekerjaan dari minggu ke minggu.

Dan di penghujung hari, Magna pun segera mengemas tas dan perlengkapannya dan bergegas pulang.

Kekuatan budaya perusahaan
Apa yang membedakan individu yang satu dengan lainnya adalah karakter dan perilakunya. Apa yang membedakan divisi/ unit yang satu dengan divisi/ unit lainnya adalah kinerjanya. Dan apa yang membedakan Perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya adalah budayanya. Budaya perusahaan lah yang merupakan perekat, bahasa persatuan yang tercermin oleh aktivitas yang ditampilkan oleh seluruh individu, divisi, kantor cabang dan seterusnya.

Ibaratnya, seperti mengunakan layanan “regional/ international business chain services” para pelanggan merasakan “pengalaman yang sama”.
Dan pesan kuat inilah yang ingin disampaikan, berkaca dari kasus di atas.
Kekuatan sistem dapat merubah sikap dan perilaku seseorang, dan bahkan menuntun karakter seseorang menjadi lebih berorientasi pada hasil dengan kinerja yang sempurna. Semakin baik suatu sistem dalam men-tracking perubahan atau progress yang terjadi, maka semakin nyatalah perubahan tersebut diamati. Karena segala sesuatu telah terukur dengan mekanisme yang jelas.

Pembeda suatu divisi/ unit dengan unit yang lain adalah bagaimana jajaran pimpinan dapat merangkai strategi hingga memberdayakan karyawan dalam mencapai milestone yang ia harapkan, yang didukung oleh semangat dan soliditas tim di dalam mencapai kinerja. Semakin besar jumlah anggota dalam divisi/ unit, maka semakin sulit bagi pimpinan untuk memastikan derap dan langkah anggotanya.
Dan secara agregat, jika seluruh divisi/ unit, dengan beragam ciri khas dan tantangan, bersatu-padu menjalankan kekuatan budaya kerja yang baik, maka hal ini akan menjadi hulu ledak bagi perubahan yang akan menjadikan organisasi besar ini tinggal landas dalam beberapa tahun lagi.

Nama saya Magna, meskipun saya tidak dapat lagi berkunjung ke kantor ini...
Butuh waktu untuk merubah Perusahaan yang sudah beberapa dasawarsa berdiri menjadi “lebih modern” dan bergerak cepat dalam menyongsong perubahan eksternal. perlahan tapi pasti, genderang perubahan telah terdengar jelas. Siapapun yang gagal berubah akan terlindas oleh perubahan itu sendiri. Bagaimana dengan Anda?