Jumat, Agustus 29, 2008

Sejam bersama Trainer TYPSS

Sepertinya Kamis malam setidaknya telah membuka 1 jendela yang sedemikian lama tertutup. Peralihan karir dan rutinitas dalam waktu yang lama telah melunturkan semangat untuk "menerima perubahan". Dunia saya yang begitu jauh dari "hiruk pikuk" presentasi, fasilitasi dan komunikasi verbal intensif, tiba-tiba didekatkan pada tantangan yang setidaknya seperti suatu "uji nyali" bagi saya pribadi.

Kedatangan saya di organisasi TYPSS ini sebenarnya untuk menanyakan metode apa yang diberikan untuk membuat seseorang dapat meningkatkan kompetensi komunikasi di depan publik, dengan kekhususan bisnis. Sejam bersama trainer telah memberikan suatu inspirasi bahwa berkomunikasi memerlukan "rambu-rambu". Ada tata cara "tak tertulis" di dalam berkomunikasi, melakukan presentasi dan komunikasi. Tidak mengenali rambu-rambu tersebut akan menyebabkan seseorang "merasa" berada pada situasi yang salah, tempat yang salah dan merasa segala sesuatunya tidak pada tempatnya. Sehingga wajar saja jika memberikan presentasi dihadapan orang banyak merupakan momok bagi kebanyakan orang.


Ternyata ada banyak metode yang ditawarkan.. termasuk penyembuhan diri dari ketakutan berada dihadapan orang banyak. Seorang sahabat saya juga memberikan masukan untuk selalu "menciptakan kesempatan". Ya, dengan menciptakan kesempatan untuk berbicara akan melatih seseorang untuk mahir dalam berkomunikasi di hadapan publik.

Kamis, Agustus 28, 2008

Pemimpin vs Psikopat

Dunia kriminalitas baru-baru ini dikejutkan oleh pembunuhan berantai yang memakan belasan korban dan hanya dilakukan oleh satu orang. Pro dan kontra terkait apakah kondisi kejiwaan pelaku tersebut stabil atau tidak pun merebak, dan bahkan hingga artikel ini diturunkan hal tersebut masih diperdebatkan.

Berkaca pada masa lampau, kegilaan dan kelaliman Kaisar Nero dari Romawi atau kisah Raja Fir’aun dari Mesir telah tercatat dalam lembaran gelap sejarah dan tidak ada bandingannya. Pada zaman modern, dengan bentuk berbeda, Presiden Mobutu Sese Seko atau Presiden Soeharto memberangus lawan-lawan politiknya dengan menggunakan represi terhadap massa yang memakan korban yang tidak sedikit.

Sebuah komentar menarik pasca berita kriminalitas tersebut dari seorang pemirsa TV adalah: "Pelaku kriminal telah menyusahkan 11 keluarga, namun Pimpinan [yang tersangkut Korupsi] membunuh rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta secara perlahan. Hukuman yang diberikan harus sama beratnya".

Kepemimpinan dapat dikatakan "efektif" jika pemimpin menggunakan empat anugerah kepemimpinan yang diberikan Tuhan, yakni: (1) tubuh, (2) pikiran, (3) hati, dan (4) jiwa secara seimbang. Tubuh digunakan untuk hidup sehat, pikiran didedikasikan untuk belajar, hati diberikan untuk mencintai, dan satu jiwa untuk mewujudkan sebentuk warisan tatanan/ legacy kepada yang akan ditinggalkan.


Serba-Serbi Seorang Psikopat

Psikopat menurut Katherine Ramsland, seorang Doktor bidang psikologi forensik berkebangsaan Amerika, adalah orang yang tak punya penyesalan atas kesalahan yang dibuatnya. Psikopat memiliki setidaknya 10 gejala ketidakseimbangan kepribadian lain yang mengikutinya, seperti:

Menyimpang secara sosial; Manipulatif; Suka menyesatkan orang lain;
Berdaya toleransi rendah; Menikmati penderitaan orang; Ketiadaan empati; Tidak memiliki rasa sesal; Lihai dalam bersandiwara

Lihai dalam menyimpan kelainan; Memiliki pribadi yang sempurna, seperti: Pandai bertutur kata, Penuh pesona,Menyenangkan, Menguasai berbagai ilmu pengetahuan, dan Bersikap religius.

Individu Psikopat yang "berhati dingin" tidak mampu menggunakan keempat anugerah tersebut. Memang tidak ada manusia yang sempurna, sehingga dengan kadar yang bervariasi sesungguhnya individu psikopat ada di mana-mana. Dan individu psikopat tidak perlu melakukan tindakan sadistis dengan cara membunuh orang. Sebagai contoh, pemimpin bermental korup pun bisa dimasukkan ke dalam kategori psikopat jika ia melakukan korupsi secara berulang-ulang dan tanpa sesal. Seperti orang yang bebal, mereka mengintimidasi, merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi. Mereka pun dikenal masa bodoh terhadap mana yang benar dan mana yang salah, meskipun mereka tahu apa konsekuensinya.

Layaknya seorang residivis yang berulang kali masuk penjara, pemimpin bermental korup akan berulangkali melakukan kesalahan yang sama. Ketika tertangkap, penyesalan yang muncul hanyalah di bibir saja, dan pada setiap kesempatan mereka tak segan untuk kembali mengintimidasi, merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi demi korupsi. Hukuman sosial tidak akan mampu membuat mereka merasa jera, atau bahkan merasa malu akan perbuatannya. Sehingga tegaknya keadilan tidaklah mudah karena psikopat yang juga residivis cerdas ini tidak akan pernah jera, dan kembali akan selalu mencari peluang untuk mencari celah atau kelemahan dalam sistem agar mendapat uang dengan cara korupsi.

Sebenarnya pengetahuan mengenai psikopat masih gelap. Menurut Daniel Coleman dalam Emotional Quotient (EQ), gejala psikopat diketahui dari sel otak amigdala atau otak reptil yang memiliki kelainan. Mereka akan merespon ketakutan, kesedihan serta emosi-emosi negatif lainnya dengan dingin atau seperti mati rasa. Mereka akan semakin manipulatif atau membalik keadaan ketika seseorang pada kondisi normal akan merasa bersalah atau sadar akan konsekuensi perbuatannya.

Kondisi ini akan berbahaya apabila dimiliki oleh seorang pemimpin karena akan berdampak besar kepada anak buahnya. Bahkan oleh peneliti psikopat lain, upaya untuk mengetahui psikopat atau tidaknya seseorang sejak dini sebelum di usia dewasa akan bertambah parah ternyata belum dapat dideteksi. Artinya upaya tersebut akan sia-sia dan menghabiskan energi saja. Sehingga dapat dikatakan potensi bahaya pemimpin psikopat amat besar, seiring dengan mahirnya level kompetensi mereka untuk berkamuflase di tengah-tengah organisasi, masyarakat atau bahkan di tengah rapat penting korporasi seperti rapat BOD atau RUPS.


Cegah Tangkal Pemimpin Psikopat [yang juga] Residivis

Satu-satunya cara untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh individu/ pemimpin psikopat [yang juga] residivis adalah dengan meningkatkan kontrol sosial. Kontrol sosial yang kurang akan menyuburkan tindak kriminal dan semakin menjadi-jadinya perilaku sang psikopat. Kontrol sosial yang kuat dari organisasi yang terkena dampak seperti: para bawahan, kontrol bagian keuangan atau hasil audit bagian internal audit; organisasi yang berwenang untuk menyidik atau menghukum, seperti: polisi, jaksa; atau bahkan masyarakat luas akan menyebabkan sang psikopat setidaknya meredam keinginannya.
Individu/ pemimpin psikopat selanjutnya akan belajar dan memahami perbuatan mana yang benar atau salah melalui mekanisme penegakan hukum dan pemberian reward & punisment yang jelas dan berkelanjutan. Sehingga upaya penegakan hukum dengan tidak pandang bulu dan objektif (tidak memandang siapa yang duduk di kursi terdakwa) akan mengatasi perilaku manipulatif, asosial, serta dinginnya hati para psikopat.

Resep lain bagi individu/ pimpinan [yang tidak merasa dirinya] psikopat adalah menjadi seorang penerima (receiver) dari pada menjadi seorang pemberi order (transmitter). Memposisikan diri sebagai penerima akan membuka hati dan pikiran individu/ pimpinan. Dalam waktu yang tidak beberapa lama muncul bentuk kerjasama yang partisipatif dimana ide, solusi, dan antusiasme dari para rekan kerja, antar departemen, bawahan, dan bahkan pelanggan. Perusahaan bertransformasi menjadi organisasi yang terbuka -dimana orang-orang memiliki tingkat kedewasaan (by freedom to choose), profesionalitas dan dedikasi yang sedemikian tinggi.


Penutup

Selayaknya organisasi atau bahkan negara kita tidak usah dipenuhi oleh orang-orang atau pemimpin yang nyata-nyata psikopat dan juga bernyali residivis. Dengan memahami gejala-gejala psikopat dan potensi bahaya laten yang ditimbulkan, cukuplah kiranya kita belajar dari kegilaan dan kelaliman Kaisar Nero dari Romawi atau kisah Raja Fir’aun dari Mesir. Semoga!

Senin, Agustus 04, 2008

Memaknai Manajemen Perubahan pada Era Pengetahuan

Roadshow Change Management Training di timur Indonesia merupakan pengalaman berkesan yang kami dapatkan terkai manajemen perubahan di era pengetahuan. Kesan dan pesan yang terbawa dari perjalanan ini sedemikian mendalam, dan semakin memperkuat keyakinan kami bahwa untuk melakukan suatu perubahan paradigma berpikir memerlukan proses yang panjang, energi yang besar, bahkan dapat memakan waktu hingga satu generasi.

Pada mulanya kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi, memetakan, serta memahami budaya lokal yang ada serta memberikan solusi bagaimana perusahaan ini dapat mengantisipasi dan mengimbangi perubahan praktik tata kelola perusahaan yang berkembang sedemikan pesat ditengah-tengah keterbatasan budaya lokal yang ada. Pada titik ini, Perusahaan telah banyak berinvestasi peralatan, piranti teknologi serta infrastruktur modern guna mengatasi rintangan beratnya medan serta lingkungan geografis jika harus menempuh satu daerah ke daerah lainnya. Perusahaan juga telah merekrut baik SDM lokal maupun SDM pendatang terbaik untuk bergabung di dalam perusahaan tersebut.

Perusahaan dilihat dari permukaan tergolong sehat, dan di sisi lain action strategis telah dieksekusi oleh BOD dan pada saat tulisan ini dibuat kegiatan training serta pengembangan karyawan tengah berlangsung sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Namun dibalik baiknya performa perusahaan tersebut terdapat banyak hal yang sangat menggelisahkan top management terkait dengan menggugah dan merubah cara berpikir para karyawan yang masih sangat local minded menjadi cara berpikir yang global dan kompetitif.

Pada awalnya kegiatan tersebut berjalan lancar, fasilitasi berjalan dengan baik. Namun hal menarik untuk pembaca ketahui adalah ketika ditanyakan kepada peserta: apakah perusahaan berada pada laut yang tenang dan damai, atau apakah perusahaan berada pada laut yang bergelombang tinggi, berarus deras serta siap menerpa bahkan menenggelamkan perahu-perahu yang sedang berlayar di sana. Maka kebanyakan jawaban yang kami terima dari setiap cabang adalah: perusahaan berada pada laut yang tenang dan damai.

Pada awalnya kami berusaha meyakinkan peserta bahwa praktik tata kelola perusahaan bidang ini telah berubah menjadi sedemikian modern dan persaingan yang terjadi pada industri ini semakin ketat. Namun hal serupa selalu berulang di setiap cabang yang kami kunjungi, dimana jajaran pada level menengah perusahaan menjawab dengan hal yang sama.

Lambat laun, kami menyadari bahwa apa yang menyebabkan terhambatnya change management tersebut berkorelasi kuat dengan cara perusahaan tersebut beradaptasi dengan pengaruh lingkungan lokal yang terasa sangat kental melingkupi daerah tersebut. Di sisi lain kami menyadari betapa besar pengaruh budaya dan adat masyarakat yang melingkupi perusahaan yang menjadi agen pembangunan tersebut. Faktor utama yang berasal dari masyarakat lokal adalah mereka memiliki pola hidup sebagai gatherer & hunter pada era modern. Artinya masyarakat hidup menetap dan telah mengetahui dan terbiasa menggunakan peralatan modern, namun sebagian besar masih memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok dilihat dengan kuatnya adat dan kepercayaan terhadap ruh (animisme/ dinamisme); masyarakat yang menggunakan manajemen sederhana di dalam mengolah hasil hutan atau lahan pertanian; masyarakat yang umumnya tidak memiliki pikiran jangka panjang dalam memanfaatkan fungsi saving dan investasi (menabung) untuk masa depan, namun langsung mengkonsumsi uang hasil perolehan hasil hutan/ pertanian hingga uang tandas tak bersisa. Kondisi demikian sangat mempengaruhi performa perusahaan tersebut.

Kami menyadari bahwa perubahan yang kami komunikasikan belum dapat diadaptasi, karena secara fisik belum terlihat tingginya gelombang serta derasnya arus yang menerpa perusahaan. Pada kenyataannya masih banyak lahan tidur, terbengkalai, serta hutan yang menghijau; berbagai kekayaan tambang yang masih menunggu investasi dari luar untuk diolah; masih banyaknya arus pendatang serta perusahaan baru yang secara sukarela memberikan bantuan, atau kompensasi bagi pembebasan lahan untuk kepentingan ekonomi. Akibatnya tanpa mereka sadari masayarakat menjadi terasing di lingkungan mereka sendiri yang sebenarnya secara kasat mata telah jauh sekali mengalami lompatan.


Action Plan(s) Manajemen Perubahan di Era Pengetahuan

Kami menyadari betapa besar tantangan yang dihadapi top manajemen saat ini. Sesungguhnya perubahan di era pengetahuan yang begitu pesat tidak akan menunggu lebih lama lagi, sehingga perusahaan direkomendasikan untuk menambah kecepatan adaptasi para jajarannya untuk segera mengadaptasi serta memanfaatkan teknologi yang sudah diinvestasikan perusahaan, melakukan sosialisasi service excellence bagi front liners, membina program-program sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya fungsi investasi dan saving, bekerja sama dengan institusi pendidikan guna memetakan, mengevaluasi pengaruh perusahaan sebagai agen pembangunan daerah bagi pembangunan ekonomi daerah. Dengan demikian tindakan-tindakan ini akan memacu jajaran level atas untuk memberikan performa strategis dan manajer untuk memberikan performa jangka pendek yang lebih baik.


Penutup

Akhir kata, kami menyadari bahwa masih jauh perjalanan yang kami tempuh untuk membawa perubahan terlihat secara fisik dan segera dirasakan oleh awak perusahaan. Meskipun tingginya gelombang serta derasnya arus yang menerpa perusahaan belum lagi terlihat, namun kami meyakini bahwa di dalam hati masing-masing peserta Change Management Training bahwa debur gelombang sayup-sayup sudah terdengar. Semoga!