Jumat, Juni 25, 2010

Piala Dunia 2010 & OD Exercise

Akhir-akhir ini demam sepak bola Piala Dunia 2010 melanda. Semua mata kini tertuju ke Afrika Selatan, tuan rumah kali ini. Bagi pembaca yang bukan penggila dan penikmat bola: tidak ada salahnya memperhatikan bagaimana sepak terjang 32 negara yang terbagi ke dalam 8 grup ini. Berbagai kejutan pada minggu-minggu terakhir ini terjadi, mulai dari tersingkirnya juara-juara dunia; tim "underdog" yang mengalahkan tim "raksasa"; krisis kepercayaan pemain-pelatih; dan berbagai kejadian menarik lainnya. Dan tentunya bagi penulis, mengaitkan sepak bola dengan pengembangan organisasi menjadi sangat menarik untuk dibahas.


Globalisasi dunia sepak bola memungkinkan para pemain memiliki pengalaman berlatih dan jam terbang pertandingan internasional yang merata, demikian juga dengan pelatih yang bereputasi baik. Mereka memiliki mobilitas yang sangat dinamis, sehingga materi pemain dan pelatih bukan lagi menjadi issue penting dan dominasi negara-negara tertentu. Hasilnya pun dapat kita saksikan dengan berbagai pertandingan seru, penuh kejutan dan tidak lagi melulu dimenangkan juara bertahan dunia.

Disadari, bola itu bundar: kemenangan dan kekalahan tak lagi bisa diprediksi, meskipun telah ada kecanggihan "statistik bola" dan informasi sepakbola yang "sangat transparan". Di sepanjang pertandingan kita saksikan sukses tidaknya suatu tim nasional ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah: kualitas pemain (fisik/psikis), kaderisasi pemain dalam tim nasional, kepemimpinan pelatih, strategi yang digunakan, dan tentunya faktor keberuntungan.

Insiden pelatih-pemain mewarnai salah satu tim. Moralitas pemain menurun seiring dengan diusirnya seorang pemain yang merupakan andalan tim. Tiadanya dukungan akhirnya melemahkan tim dan kekalahan diprediksi akan mendera tim ini. Sebaliknya ada tim yang tidak diduga lolos saringan klasemen, dikarenakan begitu harmonisnya hubungan sang pelatih dan tim.

Demikian juga dengan kaderisasi pemain, tim-tim nasional yang menurunkan pemain-pemain muda yang relatif segar dan sehat melawan tim-tim nasional yang penuh dengan pemain tua yang lelah dan cedera. Pertandingan menjadi semakin seru karena agresifitas pemain yang sangat bersemangat mengatasi lawan-lawannya dan motivasi untuk menang!

Strategi permainan seperti: komposisi pemain, taktik bertahan/ menyerang, kecepatan, penguasaan bola, pergantian pemain, dst. akan memastikan solidnya ritme permainan yang tujuan akhirnya adalah kemenangan. Kepemimpinan pelatih dan kerjasama pemain di lapangan di dalam menerjemahkan strategi yang dimaksud pelatih menjadi sangat menentukan. Sehingga tidak jarang pasca pertandingan, baik pelatih atau pemain secara sportif akan saling memuji atau bahkan bertanggungjawab atas hasil pertandingan tim: menang atau kalah.


OD Exercise di Perusahaan Anda
Jika pembelajaran ini dipraktikkan di dalam organisasi anda, tentunya berbagai manfaat besar akan diperoleh, misalnya:
* efektifitas penggunaan "statistik bola" di dalam perusahaan anda, yakni: sesi "Performance Management" secara periodik. Atasan anda secara rinci mencatatkan prestasi anda dan memastikan anda senantiasa meningkatkan performa anda.
* Strategi perusahaan yang tidak hanya merupakan "benda abstrak" yang berada di atas kertas namun dapat dieksekusi dalam bentuk gol-gol/ pencapaian yang indah namun realistis.
* Kepelatihan/ kepemimpinan kuat yang mampu menginspirasikan moral jajarannya untuk mengusahakan yang terbaik, sehingga jajaran merupakan pemain-pemain yang "bermain untuk menang".
* Sportifitas permainan berupa etika yang dijunjung tinggi para "pemain" berupa Good Governance, yang memastikan pengawasan organ perusahaan berikut jajarannya. Sehingga pelanggaran peraturan, penyalahgunaan kewenangan, dst dapat diatasi.


Bagaimana dengan organisasi anda?

Rabu, Juni 09, 2010

Demam Prezi & Berbagi Pengetahuan

Pembaca sekalian, ditengah derasnya arus informasi, kita dituntut untuk bijak di dalam memilih dan memilah informasi, bijak dalam mengklasifikasikan informasi dan tentunya menyimpan informasi. Namun bagaimana jika pada suatu ketika kita diminta untuk mempresentasikan suatu konsep, makalah, literatur, temuan, atau berkenaan dengan pengetahuan baru, dalam waktu yang teramat singkat? Tentunya kepanikan tiba-tiba melanda sang pembicara, karena begitu banyaknya informasi dan pengetahuan yang ingin dibagikan.
Lembaran slides yang sangat banyak, diwarnai dengan detail, memenuhi makalah presentasi. Lalu tambahan demi tambahan slides di sana sini menjadi sebuah lampiran. Dan kumpulan lampiran tersebut menjadi indeks.
Pada saat presentasi tiba, penonton dihujani dengan banyak informasi, definisi, contoh dan detail. Presentasi menjadi sangat membosankan, dan demikian juga dengan pemirsa.

Belakangan ini, sebuah software baru berbasis web 2.0 dikembangkan dengan semangat berbagi pengetahuan, dan berlaku seperti "blog curahan pikiran" di dalam kanvas-kanvas prezi. Prezi, sebagaimana power point presentation, hanya menggunakan satu (!) halaman/ kanvas saja untuk menuangkan keseluruhan pikiran anda.

Diilhami oleh "jalan zen", prezi menginginkan presenter memberikan satu gambaran, framework, dimana pemirsa dengan mudah dapat mengikuti alur pemikiran si presenter hanya dalam satu kanvas. Kemudian pemirsa secara interaktif dapat melayangkan pertanyaan, tanpa menginterupsi presenter untuk memindahkan/ mencari slides demi slides mencarikan jawaban yang dimaksud, seperti pada power point presentation.

Tampilan Prezi sangatlah simple. Seperti mind map, anda tinggal mengetik "judul besar", poin utama, poin penjelas, dan catatan, gambar, media (you tube, Pdf, jpg) di kanvas; mengelompokkan issues/ bahasan menggunakan "framework".
Hirarki informasipun dibuat berdasarkan "besar kecilnya huruf". Dan akhirnya untuk alur/ plot presentasi tinggal tambahkan "path" dalam satu klik pada kanvas prezi. Lalu biarkan prezi melakukan demo (zoom-in & zoom out) presentasi anda.

Penulis yang belum lama ini mencoba software inipun merasa sangat terbantu. Bahkan dalam waktu yang sangat singkat penulis dapat menguasai penggunaan software ini karena begitu user friendly-nya software ini.

Prezi, sebagaimana jalan zen, menyederhanakan (namun tidak mempermudah) presenter dalam mempresentasikan makalah. "Demam prezi" kinipun melanda akademisi, profesional, bahkan pelajar di berbagai belahan dunia. Bagaimana dengan anda?




Informasi lebih lanjut:
http://blog.prezi.com/
www.prezi.com
http://prezi.com/learn/

demo prezi:
tugas/instruksi
prezi-tation

Kamis, Juni 03, 2010

Belajar dari Grameen Bank

Pembaca sekalian, masih ingatkah dengan seorang pemenang Nobel asal Bangladesh?
Muhammad Yunus, seorang pemikir, penggagas, dan sekaligus pendiri Grameen Bank. Sebuah bank yang didirikan dengan tujuan "memberikan akses microfinance dan teknologi kepada orang miskin agar keluar dari lingkaran kemiskinan".

Ketertarikan beliau untuk membangun sebuah institusi guna memberantas kemiskinan ternyata tidak terjadi begitu saja. Beliau pada saat itu baru saja mendapatkan gelar PhD Ekonomi dari universitas Vanderbilt, AS. Beliau kemudian ditempatkan di Universitas Chittagong (1972), sebuah universitas yang berada di tempat terpencil, sebagai ketua jurusan.
Universitas beliau sangat dekat dengan pemukiman kumuh, dan pada tahun 1974 musibah kelaparan melanda daerahnya. Ia tidak bisa berdiam diri melihat penderitaan yang dialami masyarakat sekitarnya. Beliau merenung, dan dari sebanyak literatur ekonomi yang pernah dipelajari, upaya memberantas kemiskinan dan kelaparan ternyata tidak konkrit, mengakar, dan langsung menuju sasaran. Beliaupun bertekad mendalami apa yang beliau namakan dengan "real economics for the poor", studi yang hanya didapat dari praktik di lapangan, berasal dari kondisi keseharian yang dihadapi penduduk lokal (local condition).

Suatu hari yang cerah, beliau mengunjungi dan bertegur sapa dengan penduduk yang tinggal tak jauh dari kampus: seorang pengrajin dan sekaligus penjual bambu yang sehari-hari membeli bambu dari seorang makelar (yang juga memberikan pinjaman modal). Dari hasil kerja kerasnya menganyam bambu, ternyata margin penjualan yang ia dapat sangatlah rendah, sehingga kehidupannya tidak berubah dari waktu ke waktu. Lalu Yunus memberikan pinjaman modal kerja agar orang tersebut tidak bergantung dengan pasokan bahan serta dapat melanjutkan produksinya tanpa dibebani dengan skema "bagi hasil" merugikan yang ditetapkan sang makelar.

Singkat cerita, Mr. Yunus mulai mengumpulkan beberapa orang penduduk yang mengalami nasib yang sama. Dengan menggunakan uang sendiri sebanyak USD 27, ia berhasil memberikan modal kerja kepada sebanyak 42 orang miskin. Pinjaman diutamakan bagi ibu-ibu pekerja yang miskin. Mr. Yunus kemudian memantau kinerja usaha Ibu-Ibu pekerja tersebut, bagaimana agar mereka dapat mengembalikan pinjaman yang telah diberikan tersebut. Ternyata, tingkat pengembalian hutang rata-rata mereka tepat waktu dan bahkan mereka mengajukan kredit tambahan untuk dapat mengembangkan usahanya.

Kisah sukses ini lambat laun menyebar di kalangan grass root, dari sekelompok penduduk menjadi satu desa, dari satu desa menjadi 5 desa, lalu meningkat lagi menjadi 20 desa, 50 desa hingga 100 desa. Di sisi lain, Mr. Yunus senantiasa menganjurkan bank lokal setempat agar dapat memberikan pinjaman tanpa agunan, karena terbukti tanpa agunan, masyarakat miskin mampu membayar pinjaman modal yang diberikan. Namun Mr. Yunus menyadari bank-bank tidak dapat diubah begitu saja karena secara fundamental bank sangat terikat dengan regulasi moneter dan mekanisme bank sentral. Pada tahun 1983, bekerjasama dengan pemerintah, Mr. Yunus mendirikan institusi tersendiri: Grameen Bank.


Sustainability Chain of CoP--Community of Practice
Grameen Bank tidak hanya bertindak sebagai lembaga intermediari keuangan "hit and run" yang hidup dari "spread tingkat bunga", namun lebih dari itu: Grameen Bank membidik serta melakukan pembinaan terhadap segmen yang dipandang oleh bank konvensional tidak mungkin dijangkau dan berisiko tinggi (karena memberikan pinjaman dengan zero collateral atau tanpa persyaratan agunan).

Rahasia suksesnya jangkauan (outreach) Grameen Bank, selain memiliki personil yang mobile dan siap mendatangi nasabah di pelosok manapun mereka berada, Grameen Bank memiliki sistem cell (seperti Multi Level Marketing) yang beranggotakan dari 5 orang. Cell atas (upper cell) bertanggung jawab "mengevaluasi bisnis" cell binaan (subordinate cell). Jika cell binaannya tidak mampu membayar pinjaman, maka pinjaman kepada upper cell dibekukan, atau dikurangi.


Ikrar Nasabah Grameen Bank
Selain itu, terdapat ritual 16 keputusan Grameen Bank yang diikrarkan peserta di setiap rapat mingguan:
1. Kami menjunjung tinggi prinsip Grameen Bank: Disiplin, Persatuan, Keberanian dan Kerja Keras.
2. Kami akan senantiasa memberikan kesejahteraan bagi keluarga.
3. Kami tidak tinggal di dalam rumah yang rusak. Kami akan segera memperbaiki/ mengganti kerusakan.
4. Kami akan menanam, memakan sayur mayur dan menjual kelebihan sayuran tersebut.
5. Selama masa tanam, kami akan menanam sebanyak mungkin bibit yang kami miliki.
6. Kami akan memiliki keluarga kecil, memaksimalkan pengeluaran dan menjaga kesehatan kami.
7. Kami akan menjamin pendidikan anak-anak dan memastikan mereka memiliki pendapatan yang dapat membayar biaya pendidikan anak.
8. Kami akan menjaga lingkungan bersih bagi anak-anak.
9. Kami harus membangun sarana/ prasarana MCK (mandi-cuci-kakus).
10. Kami harus meminum air dari sumur. Jika tidak tersedia air harus direbus atau dijernihkan.
11. Kami tidak akan mengambil alih maskawin anak lelaki (adat istiadat secara sistemik diduga memiskinkan orang Bangladesh).
12. Kami tidak akan berlaku curang kepada siapapun, dan tidak bekerjasama maupun mengajak orang lain berbuat hal yang sama.
13. Secara kolektif kami akan mengalokasikan investasi (meningkatkan modal kerja) lebih banyak untuk pendapatan yang lebih tinggi.
14. Kami akan senantiasa menolong orang lain yang mengalami kesulitan.
15. Jika terdapat pelanggaran disiplin, kami akan mendatangi mereka serta membantu untuk menegakkan disiplin.
16. Kami berpartisipasi di setiap kegiatan sosial secara kolektif.

Kredo universal dan beberapa kearifan lokal yang diambil dari negara Bangladesh senantiasa ditanamkan dan dijalankan secara baik oleh setiap anggota, para nasabah Bank Garmeen.

Grameen Bank saat ini memiliki lebih dari 7 juta nasabah (2009) dan di usia ke-27 tahun Grameen Bank, sang pendiri Muhammad Yunus memenangkan hadiah Nobel (2006).


Penutup
Kontribusi M. Yunus bukan hanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat miskin, namun juga memberikan kemandirian finansial khususnya bagi ibu-ibu pekerja. Sehingga kekerasan domestik (KDRT) berkurang dan keluarga yang terbebas dari lingkaran kemiskinan akut.

Kini Grameen Bank bukan hanya milik Bangladesh, tapi juga menjadi percontohan organisasi Micro Finance di seluruh dunia di dalam mengentaskan kemiskinan. Lalu bagaimana dengan implementasi Micro Finance di Indonesia?





Bacaan lebih lanjut:
Seputar Grameen Bank
M. Yunus
Jurnal tentang Grameen Bank