Senin, Februari 16, 2009

Membangunkan Raksasa Tidur

Guru sekolah dasarku pernah berkata, "Kita (anak-anak Indonesia) terlalu dinina-bobokkan oleh ungkapan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang kaya sumber daya alam- laksana jamrud di khatulistiwa, bangsa yang subur, aman dan makmur. Sedangkan (anak-anak) Jepang sedari kecil ditakut-takuti bahwa mereka memiliki kekayaan alam yang terbatas, pulau dan lahan yang semakin sempit, dan persaingan yang sangat kompetitif.. Hanya dengan kerja keras maka mereka dapat maju menjadi bangsa terdepan."

Sebetulnya, kata-kata ini terngiang kembali ketika penulis kembali ke kampung.













Sekian lama penulis tinggalkan, ternyata tidak ada yang berubah: dari cara orang-orang hidup, keadaan kota yang tenang-tenteram, bagaikan raksasa tidur yang sebetulnya memiliki potensi luar biasa besar.

Seorang teman pernah mengatakan Kota Padang adalah tempat bagi orang-orang yang pensiun. Agaknya hal inilah yang menyebabkan segala sesuatu "berjalan di tempat". Orang-orang menua, seiring dengan semakin bertambahnya usia kota ini.













Memasuki kampung tercinta, terlihat jejeran sawah, rumah-rumah, dan pegunungan yang indah.



























Sangat disayangkan semakin lama semakin sedikit orang-orang yang bertahan di desa ini. Melewati jalan-jalan kampung, terpikir oleh penulis, mengapa pariwisata tidak menyentuh desa-desa ini?














Dahulu penulis seringkali melihat back packers berkeliaran di kampung dan sesekali singgah di rumah penduduk yang ramah. Kembali penulis bertanya-tanya.













Jalur-jalur kereta api kembali diaktifkan. Bahkan mulai berekspansi ke jalur-jalur yang sebelumnya sudah ditutup berpuluh tahun.

Tempat-tempat penginapan, area rekreasi telah dibangun guna menarik para wisatawan. Namun sepertinya program-program tersebut berjalan dan hidup sendiri-sendiri. Dan terlebih lagi, pengangguran tetap ada, inilah kenyataan pahit yang memukul penulis bahwa mereka bagaikan ayam yang mati kelaparan di lumbung padi...

Secara objektif, personality orang-orang disini adalah ramah, adaptif, praktis, cenderung berterus terang, namun tidak diiringi oleh budaya melayani, mendengarkan atau kurangnya diplomasi, tidak menerima pengaruh dari luar dalam artian menutup diri. Sejujurnya, kondisi ini tidak menguntungkan bagi kemajuan pariwisata propinsi ini. Sehingga dibutuhkan usaha ekstra bagi pemerintah daerah untuk merubah paradigma berpikir penduduk.

Menuju suatu perubahan diperlukan niat/ willingness untuk belajar dan meninggalkan kebiasaan pada saat yang bersamaan. Untuk itu diperlukan pemahaman untuk mengungkap apakah nilai-nilai, asumsi serta latar belakang yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut.

Bagaikan membangunkan raksasa tidur, dibutuhkan upaya keras untuk membuatnya "menggeliat". Semoga!