Kamis, Oktober 30, 2008

Mengembangkan Organisasi Knowledge Driven: Studi Kasus Buckman Laboratories

Bagi organisasi pada era pengetahuan, kekuatan terletak pada bagaimana perusahaan bertahan, beradaptasi, dan berkompetisi di tengah-tengah kerasnya persaingan. Bahkan kekuatan pengetahuan sangat vital sifatnya bagi manusia mula-mula yang hidup di muka bumi, contohnya kemampuan manusia membuat api 790.000 tahun yang lalu, sebagaimana yang ditemukan oleh para arkeolog Israel baru-baru ini.

Bagi Buckman Laboratories (BL) yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan zat kimia, pengetahuan merupakan penggerak tumbuhnya bisnis yang sudah dirintis semenjak tahun 1945. Bisnis berkembang diakui Robert H. Buckman (sang pemilik) berasal dari bagaimana para jajarannya menerapkan ilmunya dalam memberikan solusi kepada pelanggan.

Dalam artikel ini, kasus BL akan diulas secara rinci melalui pencapaian/ milestone di dalam menerapkan Knowledge Management (KM) di era 1980-an hingga masa sekarang, kegagalan dan keberhasilan BL di dalam mengimplementasikan KM.


Buckman Laboratories' KM

Kebutuhan Buckman di dalam mengembangkan KM berawal dari tingginya tingkat pertumbuhan pabrik dunia yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan bahan kimia, namun di sisi lain memiliki keterbatasan jumlah ahli/ expert kimia. Sebagai gambaran, BL memiliki 1400 pegawai, memiliki 23 perusahaan yang tersebar di seluruh dunia, dengan pelanggan yang tersebar di 80 negara yang menggunakan 15 bahasa berbeda.

Kondisi yang tidak ideal ini dipandang oleh Buckman sebagai masalah serius. Buckman yang pada masa itu (1971) diangkat menjadi CEO melihat jika permasalahan ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan risiko tersendiri bagi perusahaan, yakni: (1) keluarnya expert dari organisasi akan menimbulkan kerugian perusahaan atas hilangnya ilmu yang dimiliki sang expert; dan (2) tingginya jam berpergian expert ke seluruh dunia akan menyebabkan berkurangnya waktu para expert di tengah-tengah keluarga.

Buckman memulai dengan upaya meng-install perangkat IT. Pada tahun 1983-an tidak ada barang yang murah di dalam dunia IT. Kemudian diadakan server yang khusus menyimpan data dan diharapkan pengetahuan tersebut dapat tersebar dan dapat ditransfer bagi yang membutuhkan. Ternyata inisiasi tersebut tidak membuahkan hasil karena terbatasnya akses (hanya dimiliki oleh kantor pusat), dan kelemahan lain adalah sifatnya tidak mobile dimana sebetulnya orang-orang yang bekerja di lapangan yang paling membutuhkannya.

Tahun 1986, Buckman membangun network, dimana masing-masing pegawai memiliki PC. Upaya ini tak juga membuahkan hasil karena adanya ketakutan pegawai akan penyalahgunaan informasi. Pengamanan yang berlapis enam akhirnya dijalankan sedemikian rupa oleh Buckman agar informasi dapat mengalir pada jajaran yang berada di level yang lebih rendah.
Tingginya tingkat mobilitas associate BL menuntut teknologi yang lebih canggih. Buckman kembali berinvestasi dengan menggunakan email. Kerepotan yang harus dihadapi BL adalah email hanya dapat digunakan di negara setempat, artinya email tidak bisa digunakan apabila user berpindah-pindah negara.

Belajar dari investasi yang mahal tersebut, Bukman mendapatkan karakteristik penting dari sistem sharing knowledge:

  • mengurangi jumlah transmisi hingga menjadi satu saja sehingga ilmu tidak terdistorsi dan langsung dapat diterima
  • memberikan akses knowledge kepada siapa saja
  • membiarkan ilmu ditransfer dalam berbagai bahasa
  • memastikan sistem bekerja dengan baik sehingga dapat digunakan oleh siapapun dan kapanpun juga
  • menggunakan sistem yang mudah dipahami
Di tahun 1990-an inisiasi Buckman tidak lagi diiringi dengan pertumbuhan investasi di bidang IT, namun lebih kepada pengembangan Organizational Development (OD). Divisi khusus Knowledge Transfer (KT) mulai dibentuk guna merespon merespon kebutuhan pengetahuan global terkait dengan perencanaan dan pengelolaan sumber daya terhadap sebaran pengetahuan industri, teknikal dan pasar. KT berperan dalam memastikan dimudahkannya akses dan sharing terhadap best practice diantara Buckman Associates.

Berangkat dari keberhasilan divisi KT maka Buckman kemudian membentuk ”Learning Center”, atau semacam universitas yang dibentuk di dalam korporasi. Transfer pengetahuan yang diformalkan ini menjadikan proses transfer pengetahuan lebih terstruktur dan sistematis, dan bagi Buckman memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan inisiasi Buckman sebelumnya. Sebagai gambaran, Buckman dapat menekan "learning cost" dari US $ 1000/ jam yang terjadi pada kuartal 1 tahun 1998 menjadi US $2/ jam pada tahun 2000. Dan efek dari knowledge sharing yang digalakkan Buckman adalah meningkatnya proporsi produk baru terhadap total sales, yakni dari 13% per tahun 1997 menjadi 34% pada tahun 2000.Seiring dengan berjalannya waktu, Bukman menyadari bahwa memupuk kepercayaan diantara jajaran merupakan hal yang paling mendasar agar budaya knowledge sharing melembaga di dalam organisasi. Bagi Buckman, instalasi IT merupakan sesuatu hal yang paling mudah dilakukan namun tidak memberikan nilai tambah bagi peningkatan knowledge sharing.


Penutup

Dari kasus di atas kita mendapatkan tiga pelajaran dari implementasi KM oleh Bukman, yakni: pertama, Buckman pada awalnya telah berinvestasi secara besar-besaran di bidang teknologi IT, namun ternyata hal tersebut tidak efektif di dalam menciptakan organisasi berbasis KM; kedua, komitmen dan upaya Buckman di dalam menanamkan kepercayaan diantara jajarannya secara berkesinambungan dan tidak kenal lelah, disadari atau tidak, sebenarnya merupakan fondasi KM; ketiga, inisiasi Buckman di bidang OD memuluskan upaya menginstitusikan budaya KM melalui divisi-divisi khusus serta IT sebagai "enabler"-nya.

Sehingga sangatlah tepat apabila di tahun-tahun perkembangan organisasi BL telah menjadi organisasi terdepan yang diakui dunia sebagai "Most Admired Knowledge Enterprise". Organisasi yang digerakkan pengetahuan (knowledge driven) dimana organisasi ini menjadi oase bagi jajaran untuk berbagi pengetahuan!

Tidak ada komentar: