
Generasi/ cohort pada saat saat penulis dibesarkan lagu-lagu perjuangan biasa dikumandangkan di sekolah-sekolah; penulis masih banyak mendapati saksi hidup, para pejuang kemerdekaan Indonesia yang menceritakan suka-duka kehidupan pra-kemerdekaan; masih solidnya ritual kebangsaan, seperti: upacara bendera, program P 4, pembacaan teks dan aktualisasi Pancasila, mata kuliah mengenai kewiraan (tentang wawasan nusantara), dst. Lebih lanjut, apresiasi terhadap sejarah dan sastra Indonesia yang masih selaras dengan perkembangan sastra saat penulis bersekolah.
Dari sisi Budaya, ritual di atas hanyalah kulit luar saja, belum dari sisi internalisasi atau penyemaian nilai-nilai dan dijalankannya nilai-nilai dengan utuh, dimana ini merupakan tanggung jawab setiap keluarga dan masyarakat.
Seiring dengan laju pembangunan Indonesia, generasi tua pun berganti dengan "generasi penerus". Lalu apa-apa yang dulu dialami dan dirasakan oleh cohort/ generasi penulis, pada generasi yang lebih muda semakin kurang dipraktikkan dan dirasakan.
Ini bisa dimengerti karena "generasi penerus" mengekspresikan kemerdekaan dengan pembangunan yang berkesinambungan. Kesibukan "generasi penerus" ini ternyata mengesampingkan nilai-nilai kecintaan kepada Tanah Air, rasa bangga dengan produksi berikut intelectual capital dalam negeri, karena mereka telah dibombardir dengan konsep modernisasi dari luar. Akibatnya budaya konsumerism (demonstration effect) kian menjamur. Sehingga tidak heran, berbelanja barang bermerk/ "branded", berlibur ke luar negeri, dst menjadi sangat wajar bahkan wajib dilakoni.
Sekarang kita menuai akibatnya, kecintaan kepada negara ini kian meluntur, berganti dengan kepentingan segolongan kecil di atas golongan yang besar; toleransi dan tepa selira terhadap sesama semakin berkurang, ini ditunjukkan semakin banyaknya kerusuhan yang terjadi dan timpangnya perekonomian (baca: gap antara si kaya dengan si miskin); mekanisme pertahanan dan ketahanan ekonomi dimaknai dengan mementingkan kepentingan sendiri, ditandai melonggarnya peran dan keberpihakan pemerintah di sektor riil.
Sepertinya tidak ada lagi nilai-nilai yang mengikat, dan menjernihkan pikiran orang-orang yang berada di puncak-puncak kekuasaan. Sepertinya tidak ada lagi rem yang mengontrol orang-orang yang memiliki "kekuatan absolut" ini.. dan sepertinya, nilai-nilai luhur yang ditinggalkan oleh generasi terdahulu hilang entah ke mana, berganti dengan boneka-boneka yang dikontrol "orang luar" atau ikut pusaran arus kesementaraan. Semoga saja menjelang akhir bulan suci ini menjadi perenungan bagi para Bapak Bangsa yang berdiri memimpin bangsa ini, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya... Karena bangsa yang berdaulat berani membela kebenaran... Dan pemimpin yang besar siap berkorban untuk bangsa dan negaranya. Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar