Penulis berharap pembaca sekalian “dibesarkan” oleh kisah-kisah yang berada di dalam komik (disadur dari kitab Mahabharata) karya RA Kosasih. Sungguh, meskipun kisah-kisah tersebut sangat panjang, rumit dan memakan waktu lama untuk dipahami, namun penulis sangat menikmati kisah yang dibawakan dengan utuh oleh RA Kosasih ini.
Meskipun Kitab Mahabharata berasal dari agama Hindu, namun kisah-kisah berikut penokohan yang ada di dalam kitab tersebut sangat relevan di dalam memahami subjek kepemimpinan. Kisah kepahlawan, riwayat hidup raja-raja; keruntuhan dan berdirinya kerajaan; kebijaksanaan dalam memerintah kerajaan, nilai atau peri hidup yang dianut manusia pada zaman dahulu, digambarkan dengan rinci dalam kisah Mahabharata ini. Dibangun dengan rangkaian cerita berlapis yang penuh konflik dan intrik, kisah anak manusia selama 4 hingga 5 generasi lebih dituturkan dalam 16 buku.
Penulis dalam pemahaman kanak-kanak menerjemahkan arti kisah tersebut dengan sangat sederhana, yakni “tidak meniru karakter antagonis/jahat”. Karakter jahat yang penulis maksud seperti: suka berbohong, licik, menindas dan memperdaya orang lemah, dan berlaku tidak adil. Di dalam Mahabharata dikisahkan bagaimana kesudahan orang-orang yang "berkarakter jahat" tersebut. Lalu pelajaran yang kedua adalah senantiasa berbuat baik dan berlaku adil karena keadilan dan kebaikan akan selalu mengalahkan kejahatan.
Namun semakin bertambahnya usia, pandangan kanak-kanak tersebut semakin jauh berkembang. Esensi cerita bukan lagi tentang masalah karakter “antagonis/ jahat” yang mesti dijauhi, namun kisah tersebut berkembang menjadi lebih kompleks:
• Bagaimana memahami berbagai tipologi kerajaan/ organisasi/ negara, seperti “Hastinapura vs Indraprasta”;
• Bagaimana sejatinya sifat kepemimpinan itu? Apakah seperti: “Sri Kresna Sang Pembawa Kebijakan”;
• Bagaimana karakter kepemimpinan kitab Mahabharata? Apakah seperti: “Yudistira yang Jujur”, “Sangkuni sang Penjilat”, atau “Duryudana sang Penjahat”? dst.
Kepemimpinan dalam Kitab Mahabharata
Dalam kisah Mahabharata, yang sudah ditulis ribuan tahun yang lalu, sudah ditulis runtun bahwa kepemimpinan yang adil dan bijaksana akan membawa kemakmuran dan ketentraman bagi rakyatnya. Di bawah pemerintahan “Yudhistira yang jujur”, adanya penegakan dan kepastian hukum akan menarik para saudagar dari kerajaan-kerajaan lain. Sehingga kerajaan dipimpin raja yang senantiasa mengayomi raknyatnya akan semakin maju dan tumbuh sebagai pusat kegiatan perekonomian.
Meskipun kerajaan semula dipimpin oleh raja yang bijaksana, oknum-oknum yang berpotensi “melemahkan kerajaan” senantiasa ada. “Duryudana sang Penjahat” yang saat itu belum menjadi raja dapat dijadikan contoh: sebagai pimpinan “klan Kurawa”, ia secara jelas menunjukkan bahwa ia bukanlah karakter pimpinan yang baik. Ia adalah orang yang selalu melanggar hukum dan etika. Ia akan senantiasa mengakali sistem, dan membuat sistem tersebut lemah, bahkan tunduk atas kehendaknya. “Duryudana sang Penjahat” memiliki basis kroni yang kuat: bersama 98 saudaranya, ia membentuk kerajaan yang terus berekspansi, namun dibangun di atas sistem yang korup.
Di bawah "kepemimpinan Duryudana", dibalik kemajuan negara/ kerajaan yang dia pimpin, rakyat gelisah karena tidak dilindungi hukum; ketimpangan ekonomi terjadi, dimana seringkali terjadi penjarahan dan perampokan di pintu-pintu perbatasan kerajaan; punggawa-punggawa dan petinggi seringkali melanggar hukum dan korup; sehingga terjadi arus migrasi ke kerajaan-kerajaan lain yang memberikan kepastian dan perlindungan hukum.
Oknum lain yang melemahkan kerajaan adalah “Sangkuni sang Penjilat”. Ia adalah oportunis yang sangat licik dan tamak. Asalkan kepentingannya didahulukan, Ia tidak ragu memihak kepada siapapun, meskipun itu akan menyakiti lawan maupun kawan. Lambat laun, iapun membangun kekuatan yang secara korosif merusak organisasi. Kerusakan moralpun semakin menjadi, dimana anggota organisasi menjadi semakin permisif melakukan pelanggaran, korupsi bahkan perampokan semakin meraja-lela di tengah-tengah masyarakat. Karena itulah di tengah-tengah pemerintahan sang Raja yang bijaksana, kehadiran “Sangkuni sang Penjilat” tidak dirasakan dalam waktu yang lama. Namun ibarat bom waktu atau penyakit kanker, ia akan melumpuhkan kerajaan begitu ia memperoleh kekuatan. Dan secara kebetulan, kisah yang sudah ribuan tahun ditulis ini terjadi tidak jauh dari halaman rumah kita.
Penutup
Tentunya pembaca senantiasa ingin agar kebangunan organisasi/ kerajaan/ negara dapat bertahan lama, tidak diganggu oleh efek “korosif” dan “korup” yang dipraktikan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Kisah Mahabharata memberikan banyak sekali perumpamaan bagi pembaca sekalian dan dirasa sangat relevan dengan kompleksitas organisasi modern.
Bagaimana dengan organisasi anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar