Kamis, Juni 03, 2010

Belajar dari Grameen Bank

Pembaca sekalian, masih ingatkah dengan seorang pemenang Nobel asal Bangladesh?
Muhammad Yunus, seorang pemikir, penggagas, dan sekaligus pendiri Grameen Bank. Sebuah bank yang didirikan dengan tujuan "memberikan akses microfinance dan teknologi kepada orang miskin agar keluar dari lingkaran kemiskinan".

Ketertarikan beliau untuk membangun sebuah institusi guna memberantas kemiskinan ternyata tidak terjadi begitu saja. Beliau pada saat itu baru saja mendapatkan gelar PhD Ekonomi dari universitas Vanderbilt, AS. Beliau kemudian ditempatkan di Universitas Chittagong (1972), sebuah universitas yang berada di tempat terpencil, sebagai ketua jurusan.
Universitas beliau sangat dekat dengan pemukiman kumuh, dan pada tahun 1974 musibah kelaparan melanda daerahnya. Ia tidak bisa berdiam diri melihat penderitaan yang dialami masyarakat sekitarnya. Beliau merenung, dan dari sebanyak literatur ekonomi yang pernah dipelajari, upaya memberantas kemiskinan dan kelaparan ternyata tidak konkrit, mengakar, dan langsung menuju sasaran. Beliaupun bertekad mendalami apa yang beliau namakan dengan "real economics for the poor", studi yang hanya didapat dari praktik di lapangan, berasal dari kondisi keseharian yang dihadapi penduduk lokal (local condition).

Suatu hari yang cerah, beliau mengunjungi dan bertegur sapa dengan penduduk yang tinggal tak jauh dari kampus: seorang pengrajin dan sekaligus penjual bambu yang sehari-hari membeli bambu dari seorang makelar (yang juga memberikan pinjaman modal). Dari hasil kerja kerasnya menganyam bambu, ternyata margin penjualan yang ia dapat sangatlah rendah, sehingga kehidupannya tidak berubah dari waktu ke waktu. Lalu Yunus memberikan pinjaman modal kerja agar orang tersebut tidak bergantung dengan pasokan bahan serta dapat melanjutkan produksinya tanpa dibebani dengan skema "bagi hasil" merugikan yang ditetapkan sang makelar.

Singkat cerita, Mr. Yunus mulai mengumpulkan beberapa orang penduduk yang mengalami nasib yang sama. Dengan menggunakan uang sendiri sebanyak USD 27, ia berhasil memberikan modal kerja kepada sebanyak 42 orang miskin. Pinjaman diutamakan bagi ibu-ibu pekerja yang miskin. Mr. Yunus kemudian memantau kinerja usaha Ibu-Ibu pekerja tersebut, bagaimana agar mereka dapat mengembalikan pinjaman yang telah diberikan tersebut. Ternyata, tingkat pengembalian hutang rata-rata mereka tepat waktu dan bahkan mereka mengajukan kredit tambahan untuk dapat mengembangkan usahanya.

Kisah sukses ini lambat laun menyebar di kalangan grass root, dari sekelompok penduduk menjadi satu desa, dari satu desa menjadi 5 desa, lalu meningkat lagi menjadi 20 desa, 50 desa hingga 100 desa. Di sisi lain, Mr. Yunus senantiasa menganjurkan bank lokal setempat agar dapat memberikan pinjaman tanpa agunan, karena terbukti tanpa agunan, masyarakat miskin mampu membayar pinjaman modal yang diberikan. Namun Mr. Yunus menyadari bank-bank tidak dapat diubah begitu saja karena secara fundamental bank sangat terikat dengan regulasi moneter dan mekanisme bank sentral. Pada tahun 1983, bekerjasama dengan pemerintah, Mr. Yunus mendirikan institusi tersendiri: Grameen Bank.


Sustainability Chain of CoP--Community of Practice
Grameen Bank tidak hanya bertindak sebagai lembaga intermediari keuangan "hit and run" yang hidup dari "spread tingkat bunga", namun lebih dari itu: Grameen Bank membidik serta melakukan pembinaan terhadap segmen yang dipandang oleh bank konvensional tidak mungkin dijangkau dan berisiko tinggi (karena memberikan pinjaman dengan zero collateral atau tanpa persyaratan agunan).

Rahasia suksesnya jangkauan (outreach) Grameen Bank, selain memiliki personil yang mobile dan siap mendatangi nasabah di pelosok manapun mereka berada, Grameen Bank memiliki sistem cell (seperti Multi Level Marketing) yang beranggotakan dari 5 orang. Cell atas (upper cell) bertanggung jawab "mengevaluasi bisnis" cell binaan (subordinate cell). Jika cell binaannya tidak mampu membayar pinjaman, maka pinjaman kepada upper cell dibekukan, atau dikurangi.


Ikrar Nasabah Grameen Bank
Selain itu, terdapat ritual 16 keputusan Grameen Bank yang diikrarkan peserta di setiap rapat mingguan:
1. Kami menjunjung tinggi prinsip Grameen Bank: Disiplin, Persatuan, Keberanian dan Kerja Keras.
2. Kami akan senantiasa memberikan kesejahteraan bagi keluarga.
3. Kami tidak tinggal di dalam rumah yang rusak. Kami akan segera memperbaiki/ mengganti kerusakan.
4. Kami akan menanam, memakan sayur mayur dan menjual kelebihan sayuran tersebut.
5. Selama masa tanam, kami akan menanam sebanyak mungkin bibit yang kami miliki.
6. Kami akan memiliki keluarga kecil, memaksimalkan pengeluaran dan menjaga kesehatan kami.
7. Kami akan menjamin pendidikan anak-anak dan memastikan mereka memiliki pendapatan yang dapat membayar biaya pendidikan anak.
8. Kami akan menjaga lingkungan bersih bagi anak-anak.
9. Kami harus membangun sarana/ prasarana MCK (mandi-cuci-kakus).
10. Kami harus meminum air dari sumur. Jika tidak tersedia air harus direbus atau dijernihkan.
11. Kami tidak akan mengambil alih maskawin anak lelaki (adat istiadat secara sistemik diduga memiskinkan orang Bangladesh).
12. Kami tidak akan berlaku curang kepada siapapun, dan tidak bekerjasama maupun mengajak orang lain berbuat hal yang sama.
13. Secara kolektif kami akan mengalokasikan investasi (meningkatkan modal kerja) lebih banyak untuk pendapatan yang lebih tinggi.
14. Kami akan senantiasa menolong orang lain yang mengalami kesulitan.
15. Jika terdapat pelanggaran disiplin, kami akan mendatangi mereka serta membantu untuk menegakkan disiplin.
16. Kami berpartisipasi di setiap kegiatan sosial secara kolektif.

Kredo universal dan beberapa kearifan lokal yang diambil dari negara Bangladesh senantiasa ditanamkan dan dijalankan secara baik oleh setiap anggota, para nasabah Bank Garmeen.

Grameen Bank saat ini memiliki lebih dari 7 juta nasabah (2009) dan di usia ke-27 tahun Grameen Bank, sang pendiri Muhammad Yunus memenangkan hadiah Nobel (2006).


Penutup
Kontribusi M. Yunus bukan hanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat miskin, namun juga memberikan kemandirian finansial khususnya bagi ibu-ibu pekerja. Sehingga kekerasan domestik (KDRT) berkurang dan keluarga yang terbebas dari lingkaran kemiskinan akut.

Kini Grameen Bank bukan hanya milik Bangladesh, tapi juga menjadi percontohan organisasi Micro Finance di seluruh dunia di dalam mengentaskan kemiskinan. Lalu bagaimana dengan implementasi Micro Finance di Indonesia?





Bacaan lebih lanjut:
Seputar Grameen Bank
M. Yunus
Jurnal tentang Grameen Bank

Tidak ada komentar: