Senin, Mei 03, 2010

KM de Jure vs de Facto...

Setelah beberapa lama, penulis kali ini menelusuri lembaran-lembaran pekerjaan berkaitan dengan KM (Knowledge Management). Topik KM berikut implementasinya, penulis nilai tetap merupakan topik menarik dan takkan ada habisnya.

Sebagaimana implementasi tools, application atau alat pengukuran intangible yang lazim dipergunakan organisasi, diantaranya: GCG (Good Corporate Governance), risk management, performance management, accounting, procurement, HRIS (HR Integrated System), dll; implementasi KM juga memerlukan persyaratan:
* Tertuang di dalam visi, misi dan nilai - baik langsung maupun tidak langsung;
* Tertuang di dalam strategi, program, aktifitas, inisiasi, dll;
* Memiliki kebijakan yang memayungi, panduan dan SOP; dan
* Memiliki struktur atau PIC (Person in Charge) yang bertanggung jawab sebagai penjamin atau enabler bagi kesinambungan terjadinya arus pengetahuan di dalam organisasi.
Setelah keseluruhan persyaratan di atas terpenuhi, lengkap sudah bahwa perusahaan secara de jure telah memiliki dan mengimplementasikan KM.

Namun secara de facto, apakah implementasi KM tersebut benar-benar telah diimplementasikan oleh perusahaan: diresapi maknanya oleh setiap insan organisasi, menjamin terjadinya peningkatan nilai tambah perusahaan, meningkatkan interaksi antara pelanggan (eksternal) dengan internal perusahaan, dan menjamin peningkatan intellectual capital yang meningkatkan nilai perusahaan adalah soal "pembuktian" organisasi bagi keberadaan intangible asset tersebut.


De Jure vs De Facto?
Selama masa bakti penulis meneliti profil KM organisasi dan mengorganisasikan sebuah ajang KM award, organisasi-organisasi secara mengagumkam telah memiliki dan mengimplementasikan KM di keseharian mereka. Namun seringkali pelaksanaan KM atau "KM secara de Facto" yang menjadi tanda tanya: apakah keberadaan intangible asset tersebut benar-benar dirasakan kemanfaatnya oleh seluruh insan organisasi; dijadikan pertimbangan Manajemen di dalam pengambilan keputusan investasi (atau keputusan strategis lain); adanya "segmentasi /pembeda" antara talent yang berhak maupun yang tidak berhak mendapatkan promosi, jalur karir khusus; dsb.

Sehingga kembali lagi ke pertanyaan mendasar tadi: apakah organisasi anda telah mengimplementasikan KM? Jawabannya adalah Ya. Tetapi pada pertanyaan lanjutan, apakah daya atau kapasitas organisasi anda sebagai organisasi pembelajar telah mencukupi, dalam hal KECEPATAN, KEDALAMAN dan KELUASAN? tentunya hal ini masih memerlukan pengujian lebih lanjut.

Sebagian organisasi masih berkutat di sisi ketersediaan infrastruktur; dan sebagian lagi sudah tinggal landas menikmati peningkatan nilai tambah dari investasi yang telah ditanamkan berbelas, atau bahkan berpuluh tahun lamanya. Sehingga tidak aneh ada organisasi yang benar-benar menjadikan KM sebagai penggerak organisasi/ strategic theme atau bahkan hanya menempatkan KM sebagai ajang bergengsi untuk sekadar mendapatkan penghargaan.

Pertanyaan apakah investasi, alat, program, kegiatan yang telah diinvestasikan tersebut akan memajukan organisasi, maka jawabannya ada di tangan pengambil keputusan. Lalu apakah KM merupakan suatu kebutuhan, suatu penggerak, suatu investasi jangka panjang atau alasan-alasan apapun dibalik itu... dengan arti kata apakah KM telah diresapi sebagai nilai atau bahkan budaya yang dipraktikkan di dalam perusahaan? Maka jawabannya ada di tangan setiap insan organisasi.

Tidak ada komentar: