Selasa, Maret 23, 2010

Memacu Organisasi menuju Top Speed

Pembaca sekalian, salah satu acara favorit TV penulis adalah acara otomotif "Top Gear". Pada acara ini berbagai merk mobil dibahas & diuji performanya melalui berbagai experimen serta petualangan otomotif jenaka yang dibubuhi humor-humor khas Inggris.
Setelah beberapa lama penulis cermati acara ini, ternyata tak jauh dari kegilaan, kecintaan, keinginan, serta pilihan-pilihan para konsumen terhadap mobil (yang bisa saja mobil super cepat, menjunjung prestise, irit bahan bakar atau umur ekonomis yang relatif panjang, dst), terdapat pelajaran yang menarik.


Organisasi = Mobil?
Organisasi-laiknya mobil, menerabas halangan, rintangan, serta beratnya medan jalan (kompetisi/ persaingan); menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang di dalamnya (K3LL, kepuasan karyawan, lingkungan kerja yang kondusif); serta dilengkapi dengan teknologi terkini (internet, perangkat komunikasi dan perangkat lunak lainnya) di sepanjang organisasi tsb berdiri.

Untuk mengetahui seberapa cepat mobil melaju, dibutuhkan speedometer; mengetahui dimana posisi mobil secara presisi, dibutuhkan GPS; mengetahui bagaimana persediaan bensin mobil, terdapat indikator bahan bakar; mengatur kecepatan & traksi mobil, tinggal tekan tombol yang dimaksud; dsb.

Pembaca sekalian, tentu saja menyediakan fasilitas dan kecanggihan mobil dibutuhkan investasi yang tidak sedikit dan tidak mudah dilakukan jika "pengemudi atau user" tidak terbiasa.

Manakala penulis menceritakan mobil, pembaca sekalian dapat membayangkan bahwa organisasi memerlukan indikator-indikator semacam speedometer, GPS, indikator BB dkk. Organisasi perlu mengetahui: apakah secara aggregat telah memiliki performa yang baik, ditinjau dari berbagai perspektif? apakah organisasi dapat melakukan penelusuran penyebab menurunnya kinerja serta deteksi secara dini melalui measurement yang telah ditentukan? lebih jauh, apakah user/ karyawan merasa puas berada di dalam organisasi? berapa index/ persentase/ angka yang dapat dijadikan baseline pengukuran?

Kesemua pertanyaan tersebut harus terjawab bilamana organisasi menjadi semakin besar baik dari skala asset maupun jumlah personil, di tengah tuntutan eksternal dan internal organisasi yang menginginkan kecepatan berikut "otomasi". Kita tentunya tidak akan membiarkan atau bahkan menghendaki organisasi "berteknologi manual" ini mati secara perlahan-lahan; memiliki personil yang gaptek dan lambat dalam mengadopsi teknologi dan paradigma terkini. Dan selaku user, anggota organisasi hendaknya senantiasa beradaptasi memaknai setiap perubahan yang terjadi di dalam organisasi.

Menuju Top Speed = Meningkatkan Kompetensi
Pada buku yang penulis tulis sebelumnya, guna meningkatkan kecepatan organisasi penulis gagas melalui pencarian talent melalui competency assessment. Ini dilakukan agar level percepatan karyawan terhadap tantangan dan kompleksitas pekerjaan dapat terpetakan dengan baik.

"Terdapat tiga kemungkinan yang didapat dari hasil validasi kompetensi tersebut: (1) jika kompetensi yang dimiliki karyawan lebih tinggi bobotnya dibandingkan dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut memiliki potensi untuk berkembang (dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi); (2) sedangkan jika kompetensi yang dimiliki karyawan sama bobotnya dengan yang dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut telah menunjukkan performa terbaik untuk pekerjaan tersebut; (3) sedangkan jika kompetensi yang dimiliki karyawan lebih rendah bobotnya dibandingkan dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut membutuhkan pengembangan lebih lanjut atau karyawan tersebut merupakan masalah bagi perusahaan tersebut.

Semakin teliti leveling yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan, maka akan semakin akurat gambaran peta kekuatan serta kapasitas karyawan tersebut dilihat secara orang-perorang terhadap tuntutan pekerjaan. Dan bahkan jika diperlukan, perusahaan dapat mengidentifikasikan kapasitas karyawan secara agregat maupun rata-rata di dalam menjalankan aktifitasnya serta kegiatan sehari-hari.
Seringkali setelah proses identifikasi dan validasi ini dijalankan, pekerjaan selanjutnya menjadi “momok” bagi kebanyakan divisi SDM: mengumumkan hasil assessment seseorang atau skenario terburuknya adalah menurunkan pangkat seseorang. Kebanyakan penanganan data-data tersebut oleh divisi SDM adalah disimpan di laci agar tidak menimbulkan “keributan” dan supaya kegiatan bisnis perusahaan pun berjalan “seperti biasa”.
"

Lalu, bagaimana dengan laju organisasi Anda?

Tidak ada komentar: