Sejak ditetapkannya Kepmen UU no. 117 mengenai penerapan GCG di BUMN Indonesia, implikasi strategis yang diharapkan melalui implementasi GCG adalah peningkatan nilai perusahaan yang tercermin dari meningkatnya nilai saham di pasar modal dan investor yang langsung menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Kurun 4 tahun setelah diberlakukannya Kepmen tersebut, ternyata perubahan yang diharapkan tidak terjadi secara signifikan.
Di sisi lain, disadari bahwa penerapan GCG telah berhasil memberikan kontribusi berupa dokumentasi perusahaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni GCG Code, Board Manual, dan dokumen-dokumen penting lainnya sebagai infrastruktur dasar bagi penerapan GCG. Kemudian kontribusi lain adalah pembenahan organisasi dan yang terpenting adalah semakin baiknya uraian tugas dan tanggung jawab organ perusahaan dalam mengimplementasikan GCG tersebut.
Namun apa yang menjadi masalah sekarang adalah semakin mandegnya pelaksanaan GCG secara riil. Artinya penerapan GCG saat ini bukan hanya pada tataran dokumentasi dan pembenahan dari sisi struktur, tetapi sesuatu yang lebih riil, yakni eksekusi. Menurut Larry Bossidy & Ram Charan dalam bukunya yang berjudul: “Execution: The Discipline of Getting Things Done”, menyatakan bahwa “The Execution Gap is the great unaddressed issue in the business world today.” Artinya banyak perusahaan yang memiliki visi, misi, dan strategi yang canggih dan terukur target dan kerangka waktunya, lalu dibantu oleh tenaga-tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri, namun akhirnya tidak terjadi apa-apa di dalam perusahaan tersebut. Dalam artian semua sumberdara terbaik yang telah dikerahkan dalam membangun perusahaan tersebut sia-sia.
Di sini penulis ingin memperkenalkan alat ukur yang merupakan indeks sejauh mana efektifitas keputusan/ eksekusi yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan tersebut. xQ memiliki elemen-elemen yang sejalan dengan GCG yakni: (1) Clarity/ kejelasan tujuan individu, tim dan fokus tim; (2) Commitment/ kualitas komitmen jajaran manajemen; (3) Translation into Action/ perencanaan dan line of sight organisasi, (4) Enabling/ pemberdayaan tim; (5) Synergy/ komunikasi, kolaborasi dan interdependensi tim; dan terakhir (6) Accountability/ kualitas akuntabilitas. Dimana elemen-elemen tersebut didesain sedemikian rupa untuk melihat dimensi pada lapisan-lapisan jajaran manajemen hingga tingkat pelaksana. Validasi seberapa baiknya xQ juga telah di uji di berbagai perusahaan dengan benchmark yang disesuaikan dengan berbagai sektor industri yang ada.
Akhirnya dengan adanya xQ di sini, penulis mengharapkan adanya alignment diantara xQ dan implementasi Good Corporate Governance di Indonesia sehingga kontribusi implementasi GCG tidak hanya dilihat dari perspektif makro saja, namun lebih kepada pengukuran sejauh mana efektifitas organisasi melalui komunikasi dan kejelasan tugas dan tanggung jawab berbagai hal transaksional lainnya di dalam perusahaan atau di dalam organisasi secara keseluruhan dari waktu ke waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar