Pembaca yang berbahagia, sebagaimana
penerapan Budaya Organisasi, sebetulnya di tengah-tengah keluarga pun kita menerapkan, memperkenalkan, dan bahkan mempertahankan nilai-nilai keluarga.
Semakin teruji kekuatan nilai-nilai tersebut, maka semakin matang sifat,
karakter, dan perilaku anggota keluarga di tengah lingkungan masyarakat.
Sedari lahir hingga dewasa, Sang Anak
secara sadar maupun tidak sadar sebetulnya telah terpapar dan ditempa
oleh nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya. Sang Anak dibiasakan,
dibimbing, dan diajarkan orang tua berupa kegiatan, kebiasaan, perilaku yang
dijalankan berulang kali, hingga kegiatan/ kebiasaan/ perilaku yang terkecil.
Dan acapkali bilamana orang tua tidak berkenan dengan kegiatan/ kebiasaan/
perilaku tsb, Sang Anak ditegur, dimarahi, bahkan mendapatkan hukuman. Dan tak
bosan-bosannya orang tua senantiasa mengingatkan, terus-menerus menanamkan
nilai-nilai hidup tsb kepada Sang Anak tercinta, sehingga tanpa diawasi,
disuruh dan ditemani mereka telah menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai
yang kita inginkan.
Sebagai contoh: memupuk perilaku
"otonom/ mandiri/ mampu mengambil keputusan sendiri". Orang tua akan
mendidik anak dengan diberikan tantangan, persoalan, ujian (sesuai dengan
usianya) untuk diputuskan sendiri. Sang Anak cenderung diberikan kebebasan/
keleluasaan untuk menentukan kegiatannya dan tentunya mempertanggungjawabkan
kegiatannya. Orang tua juga menyediakan fasilitas kepada Sang Anak untuk
mengekspresikan minatnya.
Lambat laun, "pengalaman demi
pengalaman" yang dialami oleh Sang Anak akan membentuk selapis demi selapis
kepercayaan diri. Bahwa seiring dengan bertambahnya umur, mereka berani dan
mampu mengambil keputusan/ beraktifitas/ mempertanggungjawabkan keputusan
sendiri. Perlahan, karakter ini akan membentuk jiwa kepemimpinan, oleh karena senantiasa disirami dan tercerahkan oleh lembaga yang bernama “keluarga”.
Lalu bagaimana dengan memupuk perilaku
kejujuran, kesederhanaan, dan perilaku-perilaku luhur lainnya? Sebagaimana halnya pendidikan, semuanya tidak
terjadi dalam satu hari. Terkadang konsistensi nilai dapat meningkat dan
menurun sebagaimana keimanan. Dan tak jarang Sang Anak mempertanyakan nilai-nilai
tersebut kepada orang tua:
"Pa, kenapa kita harus
jujur?"
"Ma, kenapa tadi beli tas/
sepatu, kan sepatu/ tasnya belum rusak?"
"Kenapa si A punya permainan X.
Aku harus punya X juga.."
dan seterusnya....
Dan sadarkah kita, bahwa dialog demi dialog yang terjadi, meskipun sederhana dan remeh, hal itu sebetulnya semakin memperkuat nilai-nilai keluarga?
Dan sadarkah kita, bahwa dialog demi dialog yang terjadi, meskipun sederhana dan remeh, hal itu sebetulnya semakin memperkuat nilai-nilai keluarga?
- Bahwa keluarga A menjunjung tinggi kejujuran,
- Keluarga B menjunjung tinggi nilai kesederhanaan,
- Keluarga C sebetulnya menjunjung tinggi "nilai fungsi", bukan "aksesori"
***
Di akhir hari seringkali orang tua mengevaluasi, merefleksi kegiatan/ kebiasaan/ perilaku apa yang dilakukan Sang Anak sehari-hari; pelajaran apa yang didapatkan; apa yang harus dilakukan supaya hari ini lebih baik dari kemarin; dukungan/ bantuan apa yang dibutuhkan oleh Sang Anak dari orang tua; dst. Evaluasi dan refleksi ini akan semakin mengokohkan anak untuk memahami nilai-nilai dan memotivasi mereka menjadi lebih baik.
Akhir kata, pelaksaan nilai-nilai
keluarga, nilai-nilai organisasi berpulang pada sejauh mana orangtua/ pimpinan
mempupuk, menyirami, menginspirasi para anggota-anggotanya untuk tetap
konsisten dengan kegiatan/ kebiasaan/ perilaku sehari-hari. Sehingga dengan
kekuatan "mencontohkan, memastikan, memarahi, mengapresiasi,
mengevaluasi" Sehingga tanpa pengawasan, sang penguji kekokohan
nilai-nilai ini telah tumbuh sebagai generasi yang optimis, inovatif dan penuh
kepercayaan diri. Semoga, saja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar