“Aku nggak mau
anakku menjadi orang yang paling aneh di sekolah. Kalaupun dia harus menonton siaran
TV, dia harus aku dampingi”
Begitu komentar salah satu orang tua yang masih
terhitung saudara penulis. Sehari bersama berkendaraan menempuh perjalanan antar
kota dengan mereka, penulis cukup panik menghadapi 2 anak yang menirukan adegan/
lakon sebuah siaran live di TV swasta terkemuka Indonesia. Nyanyian dan ucapan yang
keluar dari bibir-bibir mungil tersebut tidak pantas, bahkan terkesan sebagai anak
yang kurang terdidik oleh kedua orang tuanya yang nota bene sangat terdidik. Hal ini
membuat penulis merasa gemas, apalagi anak penulis yang masih TK berkali-kali
mengingatkan mereka, ”Hei, itu tidak sopan!”.
***
Menjelang malam, penulis pun mengevaluasi kedua anak tersebut, “Kalian harus berjanji ya, sepulang dari liburan ini jangan menonton siaran xxx lagi. Itu siaran yang tidak pantas ditonton dan ditiru. Tengoklah anak-anak yang kita temui di K******A tadi, mereka menggunakan bahasa Inggris, Indonesia dan terkadang Mandarin. Mereka tidak sempat menonton acara seperti itu”.
“Iya, aku janji.”
Tak lama, orang tua si anak memberikan argumentasi
seperti di atas. Mendapat dukungan, si anak kemudian menimpali perkataan orang
tuanya.
“Tapi Mbak, aku ini kan tinggal di desa.”
“Ya, meskipun kalian tinggal jauh dari kota, tapi gantungkan
cita-cita setinggi langit. Kalian suatu saat akan bersekolah dan bekerja di
sini. Sekarang dengan laptop kecil kalian, masih ada banyak hal yang bisa
dipelajari”.
Segera setelah percakapan menarik ini, kami menindaklanjuti
masalah ini dengan berembuk, bagaimana keluarga terdekat kami tidak menonton
acara yang tidak mendidik ini, mulai menyeleksi acara, atau berlangganan TV
prabayar, atau menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik, mendidik dan bernilai
tambah. Namun sayang, solusi tersebut belum begitu penting mengingat masalah besar dan
pelik belumlah tampak di depan mata. Sehingga penulis melanjutkan pembahasan
ini dalam tulisan “Asal Hidup Bagian II”
Kata-kata asal hidup pada tulisan sebelumnya ditujukan pada organisasi, keluarga atau bahkan individu yang tidak memiliki perencanaan, contingency plan, bahkan struktur, aturan, hingga prosedur yang jelas. Segala hal yang serba tidak jelas ini menyebabkan orang-orang yang hidup di dalamnya terjerumus ke dalam situasi yang relatif "tidak menguntungkan" dalam jangka panjang.
Lama tidak merenungkan kata Asal Hidup, seperti sambaran
petir penulis terbawa oleh emosi “Asal Hidup” ini. Bayangkan sebuah keluarga
yang tidak memagari, memberikan rambu-rambu, menumbuhkan, mendidik,
mengeksplorasi, mengevaluasi, menganalogikan, mendekatkan dan berdiskusi dengan
anak tercinta, lalu apa yang akan terjadi ketika si anak kemudian bertambah umur?
Tentunya kebingungan, tidak bisa membedakan mana yang patut dan tidak, mana yang
baik dan jelek, mana yang harus dilanjutkan dan dihentikan segera akan dihadapi
sang anak.
Mereka bagaikan tanaman liar yang telah berurat berakar,
tumbuh sekenanya. Mereka seperti tanaman tidak sempat dipangkas, disiangi, disirami,
diberikan pupuk, dan diberikan sinar matahari yang cukup. Dalam jangka panjang, siapapun
mungkin akan terkejut sendiri melihat betapa pesatnya perkembangan kebiasaan-kebiasaan baru tumbuh ini:
menjadi cabang-cabang kecil, membesar, dan perlahan-lahan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan
lama yang relatif baik, bahkan nilai-nilai luhur keluarga yang semestinya hidup
dan senantiasa dijalankan oleh sang anak hingga kelak beranjak dewasa. Bayangkan
jika hal ini terjadi di tengah keluarga-keluarga kecil secara jamak.
Mencermati kata “saya
tidak ingin anak saya tidak seperti anak-anak kebanyakan”, di belantara
media yang sangat tidak ramah kepada anak-anak, hingga menyebabkan kebanyakan masyarakat
ini menjadi “sakit”- tidak tahu lagi apa yang penting dan tidak penting, to
learn and unlearned (Schein). Sehingga penulis merasa perlu menekankan pada
tulisan ini “ikutilah nilai universal, dimana pada tahap perkembangan seorang
anak, mereka bagaikan tunas yang menyerap budaya dan sekaligus nilai-nilai
luhur di sekitarnya. Pembiaran hanya akan merusak mereka. Tumbuhkanlah kebiasaan
baik, siangilah atau diskusikanlah hal-hal kecil yang perlu dirubah setiap hari (start, continue, stop)".
Pembaca akan merasakan sendiri, betapa berbedanya anak tersebut diantara
kebanyakan anak-anak. Ucapan, kata-kata, dan tindak tanduknya akan menyejukkan hati dan
membanggakan orang tua atau siapapun yang mendengarnya.
Penulis berketetapan hati tidak ingin menulis asal hidup
jilid III, bilamana nilai-nilai luhur yang dipupuk setiap hari, oleh keluarga,
guru, dan lingkungan yang tidak kenal lelah memelihara tunas-tunas bangsa,
anak-anak kita. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar