Kamis, Maret 10, 2011

Asal Hidup

Bagaikan kerakap tumbuh di atas batu:
Hidup segan, mati tak mau..



Mendengar kata "Asal Hidup", kira-kira apa yang dibayangkan oleh pembaca sekalian? Apakah sesosok gelandangan/ peminta-minta; atau tanaman yang sedang dilanda kekeringan; atau krisis; atau jebakan kemiskinan; atau incompetency/ kebodohan. Atau apa lagi?

Kata-kata "asal hidup" ditujukan pada organisasi, keluarga atau bahkan individu yang tidak memiliki perencanaan, contingency plan, bahkan struktur, aturan, hingga prosedur yang jelas. Segala hal yang serba tidak jelas ini menyebabkan orang-orang yang hidup di dalamnya terjerumus ke dalam situasi yang relatif "tidak menguntungkan" dalam jangka panjang.


Ilustrasi Asal Hidup
Tercetusnya kata "asal hidup" diilustrasikan pada kondisi yang memerlukan perubahan ekstrim. Sebuah keluarga yang memiliki anak-anak yang semakin hari tumbuh besar, namun kosong. Anak-anak telah menempuh pendidikan, mengikuti program belajar untuk meningkatkan keterampilan. Karena suatu dan lain hal, mereka "terhenti". Musibah menerpa keluarga, sehingga mereka kehilangan tulang punggung yang menyokong kehidupan sehari-hari. Tidak memiliki rencana ke depan, kini mereka terbentur dengan hilangnya kemampuan ekonomi, sehingga bertumpu pada bantuan kiri-kanan. Tidak berhenti sampai di situ, penyakit kemalasan (rendahnya daya beradaptasi dan kemauan untuk bangkit) dan kebodohan (keengganan belajar hal-hal baru) mulai menjangkiti unit ini. Sikap reaktif seperti berbohong, mengadu domba tetangga, ingin dikasihani, namun tidak ingin bersusah payah mengadopsi perilaku baru adalah bentuk adaptasi baru (negatif).

Asal hidup "dilabel" dengan sikap yang tidak realistis, tidak adaptif, dan malas. Dan jika dianalogikan dengan kehidupan berorganisasi penyakit "Asal Hidup" sesungguhnya dekat sekali dengan cara hidup yang tidak realistis dalam menetapkan perencanaan arah & strategi Perusahaan; dimana para pegawai yang tidak memiliki kompetensi yang memadai dan disyaratkan untuk mencapai strategi perusahaan; dan diperparah oleh resistensi pegawai menuju suatu perubahan.

Kondisi ekstrim yang tergambar dalam ilustrasi tersebut menjadi nyata bilamana tidak ada kekuatan yang "mengganggu", "mengintervensi", atau setidaknya "menggugah" unit, organisasi, keluarga atau individu tersebut.

Menunggu terpuruk hingga suatu saat mengalami kejatuhan yang sejatuh-jatuhnya. Menunggu suatu pembelajaran dan penyadaran yang menjadi cikal bakal "burning platform" dimana unit, organisasi, keluarga atau individu ini bertekad, berikrar, dan berjanji dengan sekuat-kuat janji untuk belajar dan bekerja lebih keras, jujur/ dipercaya, dan menjadikan hari ini lebih baik dari esok hari. Semoga saja.

Tidak ada komentar: