Selasa, Desember 16, 2008

HR & Resolusi Akhir Tahun

Berakhirnya tahun 2008 biasanya menyisakan kegiatan untuk berkontemplasi, merenung, dan mengevaluasi jalannya tahun 2008. Kemudian setelah kilas balik peristiwa tersebut dilakukan, maka lahirlah resolusi berbentuk harapan, tekad, pencapaian, hingga target riil menghadapi tahun 2009.

Di dalam tulisan ini akan dibahas catatan dan kisi-kisi resolusi para pelaku bisnis kunci yang tengah menghadapi kondisi perekonomian yang terus tertekan, bahkan kondisi di tahun mendatang diramalkan tidak akan sebaik tahun-tahun lalu. Kondisi ini tentunya tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu resolusi apa yang ada di benak para pelaku tersebut, trend apa yang akan berjalan di dunia pengembangan organisasi dan di HR khususnya?

Resolusi Direksi
Direksi selaku majelis pengambil keputusan-yang merepresentasikan suara para pemegang saham-akan memiliki resolusi akhir tahun seperti ini: “me-landing-kan perusahaan agar berada di tingkat yang favorable”. Kata-kata yang agak samar, berada di awang-awang, namun khas bagi para pemikir strategis. Kondisi yang “favorable” bagi perusahaan berarti perusahaan akan melakukan ‘tindakan ringan’ seperti penerapan sub sistem HR yang baru hingga ‘tindakan ekstrim’ seperti revitalisasi/ reengineering di dalam organisasi. Tergantung kondisi yang berjalan di tubuh perusahaan

Kemudian resolusi kedua para direktur tersebut adalah agar manuver-manuver di awal 2009 tidak akan mengurangi pertumbuhan perusahaan (profitabilitas, penurunan cost, hingga kualitas output karyawan).

Tindakan ringan berupa pengenalan dan penerapan sub sistem HR yang baru biasa dilakukan mulai dari meningkatkan kompetensi karyawan, membangun talent pool, dan meningkatkan kontrol terhadap kualitas. Sedangkan tindakan ekstrim yang dimungkinkan adalah melakukan perubahan besar-besaran di dalam struktur organisasi dan skenario terburuknya adalah mengurangi jumlah karyawan dan secara drastis memotong sub organisasi/ menutup SBU yang tidak produktif.

Resolusi Manager Puncak
Berbeda dengan resolusi Direksi, Manager Puncak pada umumnya memiliki resolusi sebagai berikut: bagaimana tindakan penyesuaian Direksi dilakukan dengan baik dan tidak menimbulkan dampak risiko yang besar bagi perusahaan. Seperti mogok kerja, memburuknya image perusahaan, dan yang terburuk adalah jatuhnya harga saham.

Jika PHK diyakini akan terjadi besar-besaran di tubuh perusahaan, tentunya keresahan dan tuntutan untuk memberikan kepastian mengemuka. Para manager puncak akan melakukan program-program HR guna mengeleminir unsur-unsur risiko yang disebut diatas, seperti: sosialisasi bagi korban PHK, pelatihan enterpreneurship, sosialisasi dan pelaksanaan reengineering perusahaan, hingga program-program lain berkaitan dengan strategic industrial relation lainnya.

Resolusi Karyawan dan Jajaran Pelaksana
Siapapun diantara kita tidak ingin perusahaan berada pada situasi terburuk. Sebagai contoh, baru-baru ini Persatuan Buruh perusahaan automotif terbesar di AS bersedia dipotong gajinya karena gaji mereka berada di atas standar buruh, dan pada saat bersamaan sang CEO tidak menerima gaji pada bulan berjalan.

Sebagai konsekuensi dari kebijakan Direksi yang kemudian diterjemahkan menjadi serangkaian program oleh para Manager Puncak, maka resolusi bagi karyawan dan jajaran pelaksana: tahun 2009 adalah kesempatan bagi jajaran untuk tampil dan memberikan yang terbaik bagi perusahaan!


Menerjemahkan Resolusi menjadi Tindakan
Dari perspektif HCMS, jika resolusi para pelaku bisnis diatas diterjemahkan menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih terstruktur dan riil, maka Performance Management System (PMS) memegang peranan penting. PMS membantu ”sumpah palapa” para jajaran perusahaan menjadi tersistem dalam bentuk sesi pertemuan atasan dengan bawahan terkait kinerja, pengembangan kompetensi serta hal-hal kritikal lain yang hendak dicapai oleh karyawan.

Penerapan PMS juga merupakan arena seleksi/ screening karyawan yang sukses dalam mempertahankan kinerja versus karyawan yang memiliki performa rendah secara tersistem dan fair.

Melalui sistem yang terstruktur ini, karyawan di tengah-tengah kondisi menekan tersebut akan mengembangkan daya adaptasi, yakni peningkatan kompetensi. Artinya secara personal, jajaran perusahaan akan mengembangkan diri, meningkatkan kinerja, menciptakan jalan pintas (short cut, mengurangi birokrasi), bahkan terciptanya inovasi. Secara berkelompok karyawan akan saling bekerja sama, bahu-membahu menciptakan serta meningkatkan value perusahaan sehingga cikal bakal budaya yang solid dan kompetitif akan tercipta. Dan akhirnya organisasi akan memiliki ketahanan atau imunitas terhadap kondisi baru ini.

Sehingga siapa yang paling diuntungkan oleh kondisi krisis ini? Lalu, bagaimana resolusi organisasi anda?

Tidak ada komentar: