Senin, Februari 22, 2010

Belajar Memetik Pelajaran

Sidang Pembaca yang budiman, karakter yang membedakan manusia dengan binatang adalah sifat manusiawi dari manusia itu sendiri. Manusiawi karena manusia dikaruniai akal dan kemampuan untuk belajar, dimana ruang lingkup bahasan artikel kali ini adalah kompetensi manusia dalam memetik pelajaran dari pengalaman.

Pengalaman & Memetik Pelajaran: Sewaktu masih Muda
Pengalaman dan Memetik Pelajaran merupakan 2 proses mental yang berbeda. Berbicara tentang pengalaman, manusia semasa hidupnya senantiasa terekspose pada kejadian-kejadian yang bersifat real time. Sedangkan memetik pelajaran merupakan "proses mental" yang lebih mendalam, dimana manusia mengambil manfaat/ hikmah/ wisdom sepanjang hari yang dilewati. Dan tentunya hal tersebut bukan hanya pengalaman pribadi, tetapi juga dari pengalaman orang lain.

Lalu bagaimana mengajarkan orang untuk senantiasa dapat memetik pelajaran dari pengalaman tersebut? Pekerjaan inilah yang susah dilakukan-sebagaimana halnya di dalam memahami kepemimpinan: apakah pemimpin itu sudah ada sedari lahir atau memang berasal dari pendidikan? Karena kepemimpinan maupun kemampuan manusia memetik pelajaran merupakan proses yang sangat panjang dan berjalan seumur hidup.

Contoh terdekat, di dalam organisasi yang bernama keluarga: hubungan antara anak dan orang tua. Pada masa awal pertumbuhan awal si anak terdapat nilai-nilai yang senantiasa ditanamkan dan di-exercise oleh orang tua kepada anak. Si anak dikondisikan untuk belajar 3 hal, misalnya: (1) belajar menerima konsekuensi atas tindakan yang dilakukan, (2) selalu menggunakan akal sehat, dan (3) jujur dalam kondisi apapun.

Lalu setelah si anak beranjak besar, tidak ada filter apapun yang melindungi mereka dari exposure dunia luar selain nilai-nilai dan pelajaran yang sudah diberikan/ ditanamkan oleh orang tua kepada anak-meskipun tidak ada imunitas seorang manusiapun untuk tidak berubah. Tapi itulah bekal yang paling mungkin diberikan kepada anak di usia se-dini mungkin selain modal intelektual dan modal material yang cukup.


Belajar Memetik Pelajaran: Setelah Tua
Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan budi pekerti. Ini merupakan gambaran yang tepat bagi bentuk legacy yang ditinggalkan manusia. Namun bagi sebagian orang yang dikaruniai usia panjang, telah teruji dalam susah senangnya hidup dan kehidupan, namun seringkali ia tidak belajar dari pengalaman tersebut. Orang ini ada di sekeliling kita, ciri spesifik orang-orang ini adalah: selalu mencari-cari alasan kegagalan yang menimpanya, cenderung menyalahkan lingkungan, menyalahkan orang lain/ keadaan sebagai kambing hitam, mempolitisir keadaan supaya dapat "ditolong" atau "dikasihani" oleh orang banyak, berbangga pada masa lalu yang sebetulnya tidak akan pernah datang dua kali, mentalitas "ingin seperti" dari pada "menjadi", dst... Orang seperti ini tidak memberikan nilai tambah bagi lingkungan sekelilingnya.


Rentang kendali dalam Memetik Pelajaran
Memetik pelajaran memiliki dampak multidimensi, kedalaman, dan fase-fase. Terdapat penilaian subjektif apakah pelajaran tersebut "mahal" atau malahan "tidak berharga"?
Filter subjektifitas inilah yang tidak bisa dikontrol setiap orang. Dan dampaknya akan sangat berbeda (multidimensi) bagi masing-masing orang.

Contoh kasus: jika memang ketidakjujuran (contohnya korupsi) itu tidak baik dilakukan, bagi orang yang memahami sebab dan akibat perbuatan ini akan langsung menghentikan dan bahkan menjauhi perbuatan tersebut. Namun jika sebagian orang mempersepsikan nilai ini sebagai norma keseharian yang wajar... Dipraktikkan oleh orang sekitar, bahkan oleh sanak saudara terdekat, maka nilai yang tidak baik ini akan tetap tumbuh subur di negeri ini.


Berita Baik | Berita Buruk:
Ada dua berita bagi yang tidak memiliki kompetensi tersebut. Berita baiknya adalah: seseorang akan baik-baik saja melewati hidupnya, tanpa ada suatu halangan atau gangguan apapun. Namun berita buruknya adalah: kualitas hidup akan jauh berbeda: seseorang tidak akan menikmati buah dari pengalaman; selalu terjerumus pada lubang yang sama; tidak pernah berhasil mengakhiri awal yang sudah dimulai; tidak menikmati apa-apa yang telah diusahakan; dan berbagai kegagalan "parsial" pada dimensi-dimensi hidup dan kehidupan yang terekspos pada manusia ini.
Bukankah seseorang belajar banyak dari kejadian yang dinamakan cobaan?

Tidak ada komentar: