Jumat, Mei 22, 2009

Indosat Knowledge Cafe 15

Penulis berkesempatan menghadiri Knowledge Cafe 15 yang diadakan oleh Indosat. Tema yang diangkat pada acara tersebut adalah INTERNETWORKER: Learn Faster and Work Faster through Technology. Pembicara yang melakukan sharing ini adalah Prof. Eko Indrajit. Acara disiarkan langsung ke kantor-kantor wilayah Indosat, seperti Bandung, Semarang, Balikpapan, Medan, Surabaya, Yogyakarta dan Pontianak.
Selama 2 jam sesi beliau, terdapat banyak tips serta wawasan baru terkait IT, mulai dari aspek: cohort (kesenjangan antar generasi), psikologi & komunikasi, pendidikan & pendampingan anak-anak, hingga trend teknologi mutakhir.


Menggunakan Mesin Pencari Google
Beliau dengan gaya story telling yang menarik, unik, inspiratif sekaligus jenaka - mengemukakan bahwa Bangsa ini belumlah maksimal di dalam memanfaatkan mesin pencari (dicontohkan) Google. Dan kita belum memanfaatkan sebagaimana bangsa lain yang berhasil menciptakan value dan profit dari IT.

Sebagai contoh, kita masih kekurangan ahli IT, agar kita dapat sejajar dengan negara tetangga kita, Singapura, menurut Prof. Eko dibutuhkan sekitar 600.000 orang tenaga IT. Kemudian di luar sana ada jutaan beasiswa yang menanti. Cara mencari data spesifik yang dimaksud, misal: formulir beasiswa IT fakultas ilmu komputer tahun 2010 dalam bentuk formulir PDF, ketiklah:
  • scholarship + IT + computer + faculty + 2010 + form + filetype:pdf
Sehingga negara kita bisa lebih maju dengan memaksimalkan penggunaan mesin pencari ini dengan mendapatkan data relevan sesuai dengan teknik ini dan nilai tambah/ profit.

Untuk subjek yang ingin kita ketahui (hint: mengerjakan P.R./ tugas dari atasan), misalnya berkaitan dengan enterprise resources planning, cara biasa yang kita gunakan adalah, mengetik :
enterprise planning resources (lalu muncul 123 juta files)

Coba tambahkan tanda (“ “) untuk subjek khusus, misalnya:
"enterprise planning resources” (muncul 183 files) akan tetapi file belum spesifik -berdasarkan bentuk file yang diinginkan. Untuk mencari file dengan spesifikasi tipe file power point, ketiklah:
"enterprise planning resources” filetype:ppt (muncul 7060 files)

Jika ingin kualitas subjek "enterprise planning resources” lebih bagus dan lebih tajam, ketiklah:
  • "enterprise planning resources” filetype:ppt Stanford university (muncul 40 files)
  • "enterprise planning resources” filetype:ppt Harvard business school (muncul 70 files)
Sehingga dengan mencari dan menyaring dengan menggunakan teknik ini maka penggunaan searching tool google akan menjadi lebih efektif! Sisanya adalah waktu luang yang digunakan untuk membaca dan mengaplikasikan pengetahuan yang didapat.


Literacy Gap Trade-Offs
Tantangan para orang tua di bidang IT di dalam menjembatani generation gap antara orang tua dengan anak-anak yang lahir setelah tahun 1984, dimana antara orang tua dan anak terdapat literacy gap trade offs. Kebanyakan orang tua melek informasi namun buta teknologi, sedangkan anak-anak melek teknologi namun masih memerlukan pendampingan untuk memahami dan menyaring informasi. Untuk menjembatani literacy gap adalah dengan komunikasi antara orang tua & anak (on line atau off line) serta keikutsertaan atau peran orang tua di dalam menguasai teknologi/ memanfaatkan aplikasi.

Knowledge is Power, don't Share..

Di dalam dunia pendidikan bahkan di dunia kerja juga masih sarat dengan paradigma yang menghambat kemajuan, yakni: "knowledge is power, don't share" sehingga berbagi pengetahuan menjadi tidak mudah dilakukan. Pembaca sekalian dapat membayangkan, betapa banyak data yang tersimpan tanpa pernah dimanfaatkan untuk sekedar pemahaman, pengembangan, penelitian, dll.

Trend ke depan, menurut Prof. Eko, persaingan yang akan dihadapi bukan lagi antar bangsa, namun persaingan antar individu atau individu yang berkelompok melalui kolaborasi pengetahuan, yang berlomba-lomba melakukan inovasi untuk mengeksekusi, mewujudkan sesuatu yang masih dimimpikan...

Penutup

Bagi penulis, sharing session yang diberikan Prof. Eko yang sangat inspiratif sekaligus reflektif ini sungguh membuka wawasan. Sehingga untuk menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa lain, maksimalkanlah pemanfaatan pengetahuan melalui internet dan bagikanlah ilmu secara cuma-cuma - misalnya melalui blog ini. Bagaimana dengan Anda?

Selasa, Mei 19, 2009

From Proactivity to Positivity!

Terkait dengan penyelenggaraan MAKE, memasuki Tahapan Penilaian para finalis mulai menyiapkan evidence sebagai supporting data sebagai dokumen pendukung Company Knowledge Profile (CKP) yang telah dikirimkan pada Tahap Seleksi sebelumnya. Siang kemarin merupakan kali pertama penulis bertemu finalis yang ingin mendapatkan bimbingan teknis mengenai pembuatan evidence sebagai supporting data. Dalam tulisan ini penulis berusaha menjawab substansi dan relevansi CKP dan penyerahan evidence.

CKP sesungguhnya merupakan hasil self audit terhadap laju dan gerak KM di dalam organisasi. Jika dilakukan secara sungguh-sungguh akan membawa pada pemahaman sejauh mana inisiasi-inisiasi knowledge yang terbentuk di dalam organisasi. Sedangkan evidence berguna sebagai tambahan informasi, artinya "ilustrasi" dari CKP yang telah diberikan. Ilustrasi [dokumen, foto kegiatan, cuplikan video kegiatan, portal, berita media massa, buletin in-house, kutipan misi-visi, kebijakan, peraturan, sistem, dll yang dianggap perlu] bukan berarti tidak memiliki esensi, namun suasana KM akan segera tergambar begitu ilustrasi tersebut divisualisasikan. Lebih lanjut evidence juga berguna sebagai bahan pada saat kunjugan verifikasi. Dimana kunjungan verifikasi dibatasi pada kantor pusat yang berguna untuk melihat lebih dekat evidence yang telah diberikan.

Menjawab kekhawatiran adakah evidence yang luput atau bahkan yang tidak diperlukan dilampirkan sehingga mempengaruhi penilaian finalis ke depan. Sesungguhnya hal diatas tidak akan terjadi jika mengikuti sub-sub poin yang terdapat di CKP. Karena sub-sub poin merupakan check list dan panduan ketersediaan data terkait inisiasi KM berdasarkan kriteria MAKE di dalam suatu organisasi. Sehingga pada hasilnya, aliran pengetahuan akan segera tergambar "apa adanya".
Proaktifitas para finalis patutlah diacungi jempol, karena kunjungan mereka sangat membantu penulis di dalam menyelesaikan buku. Banyaknya pertanyaan yang diajukan membawa penulis kembali menata ulang dan mem-fine tuning buku tersebut. Dan tentu saja, proactivity ini membuahkan sebentuk positivity!

Jumat, Mei 08, 2009

Antara GCG, PP dan SP

Artikel ini menjadi bahasan menarik untuk mencegah situasi/ pola/ ritme praktik Waltzing Black terulang di dalam organisasi anda. Membahas tata kelola perusahaan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku serta contoh kasus yang berdimensi Good Corporate Governance dan Organizational Development.

Apa itu GCG?
Merupakan prinsip tentang bagaimana seluruh Karyawan menjalankan aktivitas bisnis dengan penuh integritas sesuai dengan GCG (Transparansi - Akuntabilitas - Tanggung Jawab - Kewajaran/ Fairness). Dengan mengikuti Panduan ini, maka aktivitas bisnis dan keputusan yang diambil oleh seluruh Karyawan akan sesuai dengan nilai dan prinsip yang dimiliki Perseroan.

Panduan GCG dikembangkan berdasarkan pada (1) berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, (2) praktik-praktik good corporate governance, (3) kebijakan Perusahaan serta (4) budaya perusahaan yang selama ini dimiliki oleh Perusahaan selaku entitas. Panduan ini hanya berisikan prinsip-prinsip pokok dimana Peraturan Perusahaan (PP) termasuk dalam implementasi Panduan ini.

Apa itu PP?
Peraturan Perusahaan yang merupakan panduan yang mengatur hak-hak serta kewajiban karyawan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku, sehingga orang-orang yang hidup di dalamnya dapat bekerja dengan baik tanpa merasa takut, karena segala sesuatunya telah tertulis.

Apa itu SP?
SP merupakan kumpulan karyawan yang bekerja di suatu perusahaan yang tergabung di dalam wadah independen "Serikat Pekerja". Tujuan Serikat Pekerja ini dibentuk menurut UU Republik Indonesia No. 21 tahun 2000, pasal 4 ayat 1 adalah: "Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi serikat pekerja bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkat- kan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya."
Lalu, ayat 2 : "Serikat Pekerja mempunyai fungsi:
(1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
(2) sebagai wakil pekerja dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
(3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(5) sebagai wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan."

Paradigma-Paradigma Kuno
Beberapa paradigma yang menyebabkan tidak berjalannya aspek kepatuhan secara tuntas di dalam perusahaan adalah:

  • SP itu tidak diperlukan karena SP hanya akan membuat ricuh, kekacauan, menyebabkan manajemen tidak punya wibawa, dan berbagai kejadian bersifat "chaos" yang tidak diinginkan.
  • PP itu tidak penting direvisi, karena semakin direvisi akan terlalu mengatur, kaku, dan mengganggu.
  • GCG dan aturan-aturan yang diperlukan tidak perlu disosialisasikan cukup dengan memberikan teguran lisan saja.

Antara GCG, PP dan SP

Pada artikel ini penulis akan membahas sebuah kasus terkait GCG, PP dan SP, dimana seorang teman mengalami kejadian yang sangat memalukan dimana ia harus mengembalikan hadiah yang diberikan oleh sebuah perusahaan sebagai "tanda terimakasih" atas pekerjaan yang dilakukan -- sepengetahuan Perusahaan tempat ia bekerja. Lalu penulis menanyakan, Apakah perusahaan memiliki sebuah panduan teknis yang secara jelas mengatur tentang penerimaan hadiah? (teknisnya berarti: apakah perusahaan memiliki panduan GCG?) Apakah perusahaan memiliki PP yang update? Apakah perusahaan memiliki SP?

Ketiga jawaban dari pertanyaan penulis adalah TIDAK. Dalam kapasitas penulis sebagai assessor di bidang GCG, ini adalah kasus yang sangat menarik. Terlepas dari konsekuensi hukum dari ketiadaan dokumen, dalam tataran Organization Development secara umum, jika suatu perusahaan ingin tetap going concern, menjadi besar, menjadi wadah yang memayungi aspirasi karyawan yang banyak, menjadi organisasi berpengaruh, dan disegani, setidaknya ada 3 rekomendasi yang penting dilakukan oleh perusahaan ysb:
Pertama: bentuklah PP yang secara sungguh-sungguh mengatur, melindungi, dan mengayomi karyawan yang bernaung di bawah organisasi, sehingga orang-orang yang hidup di dalamnya dapat bekerja dengan perasaan tenang, tanpa takut berbuat salah, karena ada peraturan yang mengatur dan tertulis dan telah diberikan perjelasan-penjelasan tambahan. Berkaca pada aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, PP memiliki peranan penting dimana segala sesuatu yang banyak terlihat "abu-abu" menjadi semakin jelas hitam dan putihnya.
Kedua: Susunlah sebuah panduan GCG yang komprehensif yang setidaknya mengatur 3 hal: (1) Suap & KKN, (2) Hadiah, (3) Hubungan dengan Pejabat Negara. Sehingga panduan ini akan mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan dan ke depan akan semakin jelas bagaimana mekanisme pelaporan berikut penyelesaian kasus tersebut. Jangan lupa, kajian yang berkelanjutan terhadap Panduan GCG dengan menjaga kesesuaiannya dengan tuntutan serta perubahan lingkungan bisnis Perusahaan akan semakin membentuk budaya perusahaan yang sesuai dengan GCG.
Ketiga: Bentuklah SP yang akan mengkaji ulang PP, merumuskan permasalahan yang terjadi di dalam organisasi terkait dengan tidak up-to-date-nya PP, dan agenda-agenda penting lainnya di dalam rapat Serikat Pekerja.

Antara GCG, PP dan SP: Sebuah Epilog

Dengan semakin tumbuhnya size dari organisasi menjadi sebuah korporasi, yang ditandai dengan: tumbuhnya unit-unit baru, bahkan anak-anak perusahaan baru; tingginya kompleksitas di dalam organisasi, maka perusahaan haruslah diatur dengan peraturan korporasi, artinya mekanisme korporasi-lah yang harus dijalankan. Meskipun pada awal organisasi berdiri, aturan tidak begitu banyak diperlukan mengingat organisasi masih berada pada skala kecil, dimana orang-orang masih sedikit, dan unit-unit operasi yang bernaung belum begitu banyak.

Dalam jangka panjang: tidak dikajinya peraturan perusahaan, "matinya" tata kelola perusahaan, dan tiadanya wadah yang menjamin keharmonisan terkait hubungan industrial akan menimbulkan pertanyaan dasar terhadap eksistensi organisasi secara legal (yang memberikan kepastian dan landasan) dari para anggota organisasi: Masihkah perusahaan going concern?

Paradigma-paradigma kuno di atas tentunya mesti diubah, keterkaitan antara perkembangan organisasi (size) dengan tiga perangkat kepatuhan dalam sebuah korporasi mestilah terlihat benang merahnya. Artinya ketidakjelasan, tidak adanya hitam di atas putih seharusnya dapat dieliminir, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan keresahan, perasaan bersalah atau mungkin "mati rasa" diantara para anggota organisasi. Semoga saja!