Jumat, Maret 14, 2008

Memahami Kesenjangan Eksekusi

Pada suatu kesempatan seorang manajer yang sukses ditanya, apa tanggung jawab anda yang paling utama? Jawaban manajer tersebut adalah sederhana: “Mencapai result”. Rasanya kita semua sependapat dengan jawaban manajer tadi. Dan biasanya, apapun result yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat dikendalikan dan hal-hal yang tak dapat dikendalikan. Adapun dua hal yang dapat dikontrol seseorang tersebut adalah: pertama, rencana atau apa yang ingin dicapai dan kedua, eksekusi rencana atau bagaimana cara mencapai hal tersebut.
Lebih lanjut, jika anda merefleksikan kedua hal di atas ke dalam pengalaman sehari-hari, maka manakah dari kedua hal tersebut yang paling banyak menghabiskan waktu anda: merencanakan, atau mengeksekusi rencana? Saya berharap anda akan menjawab “mengeksekusi rencana”.

CEO Dell Computer Kevin Rollins menyatakan, ”Jika anda melihat perusahaan di luar sana telah melakukan sesuatu yang sangat baik, artinya mereka memiliki strategi yang luar biasa, namun kebanyakan dari mereka adalah orang yang maniak implementasi”. Inti dari pernyataan Rollins tersebut adalah bahwa kita seringkali meremehkan proses eksekusi itu sendiri.

Begitu sebuah tujuan atau target organisasi ditetapkan, segenap karyawan dan jajaran perusahaan harus melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Konsekuensinya adalah mereka harus segera merubah perilaku sehari-hari; melihat bisnis mereka dari perspektif lain; berpikir dan berbuat dengan cara yang berbeda dari yang biasa mereka lakukan; dan bahkan keluar dari zona kenyamanan yang telah terbangun selama ini. Jika tidak, maka tidak ada eksekusi, atau istilahnya: ”business as usual”, yang ujung-ujungnya adalah memelihara "status quo" di dalam perusahaan. Betapa meruginya perusahaan jika tipikal karyawannya rata-rata adalah orang-orang semacam ini.

Di sisi lain, upaya untuk merubah perilaku sehari-hari menjadi sebuah “disiplin” adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan, oleh Steven Covey hal ini sama halnya dengan roket yang diluncurkan ke atmosfir--melawan gaya gravitasi bumi. Dibutuhkan energi yang yang sangat besar untuk menembus atmosfir bumi, namun begitu roket menembus ruang tanpa bobot maka roket tidak lagi dibebani oleh gaya gravitasi, atau dengan kata lain orang tersebut sudah menjalankan disiplin atau melakukan “perubahan” pada dirinya. Sehingga hal inilah yang merupakan penjelasan mengapa terdapat banyak sekali organisasi yang mengalami atau bahkan menderita penyakit ”Kesenjangan Eksekusi” (Execution Gap).


Kesenjangan Eksekusi

Studi terhadap perusahaan-perusahaan terbuka di Amerika, menunjukkan bahwa hanya sebesar 13% dari perusahaan secara keseluruhan mencapai target keuangan dalam dekade terakhir ini (1990-an). Dimana pada periode tersebut adalah masa-masa kejayaan bisnis yang ada di sepanjang sejarah Bisnis Amerika. Dan menurut perkiraan seorang ahli, setidaknya didapat 7 dari 10 inisiatif stratejik telah gagal dilaksanakan atau dieksekusi.

Lalu bagaimana suatu organisasi yang dipenuhi oleh orang-orang pintar dan berbakat dengan strategi yang luar biasa mapan, namun dapat gagal dalam mengeksekusi strategi? Menurut penjelasan Prof. Ram Charan dari Harvard Business School "Penyebabnya bukan karena lemahnya visi atau kurangnya orang-orang yang bekerja secara smart, namun lebih sering karena proses eksekusi yang buruk. Sederhananya adalah: tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditetapkan, tidak mampu membuat keputusan, berlama-lama dalam mengambil keputusan, tidak patuh terhadap komitmen atau tidak memberikan sesuai dengan apa yang dijanjikan”. Dapat dibayangkan kegagalan demi kegagalan yang akan dialami oleh perusahaan disebabkan karena hal ini.

Lebih lanjut Prof. Ram Charan menjelaskan terdapat empat faktor penyebab terjadinya ”Kesenjangan Eksekusi”, dimana hal tersebut didukung oleh hasil survey xQ & HarrisonInterractive oleh Frankin Covey yang telah dilakukan terhadap 12.000 tenaga kerja yang ada di Amerika, yaitu :
1. Jajaran/ karyawan perusahaan yang tidak mengetahui tujuan organisasi. 49 % dari mereka tidak mengetahui apa tujuan organisasi, hanya 15% yang mengetahui.
2. Jajaran/ karyawan perusahaan yang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Sebesar 56% karyawan tidak mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan organisasi.
3. Jajaran/ karyawan perusahaan tidak memantau dan menepati skor. Hanya sebesar 12% karyawan yang mengetahui bahwa ada indikator-indikator dalam perusahaan yang mengukur tingkat keberhasilan pencapaian hasil, dan bagaimana cara meningkatkan skor tersebut.
4. Jajaran/ karyawan perusahaan yang tidak akuntabel terhadap langkah demi langkah pencapaian yang telah berhasil dilakukan. Sebanyak 26% karyawan me-review pencapaian target secara mingguan dengan para atasan mereka, atau 3 dari 4 karyawan sedikit sekali ditanya atau bahkan sama sekali tidak ditanya oleh atasan atau manajernya mengenai hasil yang harus mereka pertanggungjawabkan.
Lalu bagaimana indikator-indikator yang begitu mengkhawatirkan tersebut bisa terjadi?

Dari sudut pandang kepemimpinan, tujuan yang sering sekali sudah jelas dicanangkan dan strategi yang dibeberkan begitu meyakinkan. Para pemimpin kemudian mengadakan acara yang sangat meriah untuk menyampaikan tujuan stratejik. Dan orang-orang memberikan aplaus yang meriah begitu presentasi selesai dilakukan. Dan jika anda adalah pemimpin, maka hal tersebut adalah saat-saat yang terbaik anda selaku pemegang pucuk pimpinan.
Tapi tahukah anda apa yang sebetulnya terjadi? Ternyata hanya setengah dari orang-orang yang berada di dalam ruangan sebenarnya mendengarkan tujuan dan strategy yang anda disampaikan. Setengah lagi sedang sibuk memikirkan pelanggan, target yang belum tercapai, tugas-tugas yang belum selesai dan lain sebagainya. Dari separuh orang yang betul-betul mendengarkan anda, cuma separuh dari mereka mengerti sepenuhnya apa yang anda sampaikan.

Hal ini bisa terjadi karena anda menggunakan bahasa-bahasa yang canggih dan berbeda dengan pemahaman mereka sehari-hari, atau karena anda menyampaikan terlalu banyak hal, atau bisa juga karena memang mereka tidak peduli dengan apa yang anda sampaikan, karena menurut mereka tidak akan ada bedanya dari hari-hari kemaren. Dan..dari separuh yang mengerti tadi, hanya separuh pula dari mereka yang mampu membayangkan apa yang harus mereka kerjakan setiap hari guna mendukung pencapaian tujuan dan strategi yang anda sampaikan tadi. Jadi pengikut anda sebetulnya tinggal 12% sampai 15% saja dari total karyawan yang ada di organisasi anda. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada saat strategi dan tujuan-tujuan tadi harus dieksekusi.

Kesenjangan eksekusi ini terjadi di banyak organisasi, secanggih apapun teknologi sistem informasi yang perusahaan anda pakai. Bagaimana dengan organisasi anda?

Tidak ada komentar: