Jumat, Juli 17, 2009
Menggagas "Lompatan Intangible Asset" dengan Teknologi Web 2.0
Kemajuan teknologi informasi memungkinkan setiap orang untuk dapat menuliskan, membagikan, serta merekam informasi dan bahkan membagikannya ke dalam situs jejaring sosial. Dari perspektif Knowledge Management, ini adalah suatu keuntungan bagi perusahaan guna meningkatkan awareness konsumen terhadap produk/jasa/solusi perusahaan; menciptakan kolaborasi dengan external structure; dan bahkan menjadi suatu media untuk mentransfer tacit knowledge menjadi explicit knowledge dari waktu ke waktu. Selanjutnya, kehandalan web 2.0 memungkinkan setiap orang dapat mengekspresikan sekaligus melebur produk/jasa/solusi perusahaan tersebut ke berbagai media (tulisan, gambar, rekaman) dan membagikannya secara cuma-cuma ke jejaring sosial dan mendapatkan feedback secara realtime.
Salah satu media yang mencetuskan "citizen journalism" adalah: Blog. Dimana per definisi, blog adalah jurnal harian online yang berisikan informasi/ data/ pengetahuan yang senantiasa di update secara periodik.
Hambatan & Tantangan
Namun apa jadinya jika ternyata kemajuan web 2.0 ini dianggap sebagai "bahaya" bagi sebagian perusahaan, dimana "kebijakan keterbukaan dan kerahasiaan informasi" perusahaan masih merupakan sesuatu yang grey? Dan apa jadinya jika karyawan memiliki blog yang sekaligus berfungsi sebagai media untuk meng-update dan mengekspresikan kegiatan profesional hingga mencurahkan pikiran personal yang terkait dengan pekerjaan? Sungguh beberapa perusahaan yang kurang fleksibel, pada kondisi tertentu, kegiatan ini lebih dipandang sebagai ancaman daripada sebentuk kemajuan.
Tantangan perusahaan ke depan adalah "meluaskan pengaruh" melalui penggunaan kemajuan teknologi web 2.0. Bagaimana menjalin hubungan dengan klien strategis secara virtual dan effortless dimana perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya marketing, operating dan sejenisnya yang bersifat rutin dan besar. Tantangan berikutnya adalah bagaimana ide dari pihak external ke internal senantiasa terjaga alurnya, sehingga perusahaan dapat berkolaborasi dan berkreasi menciptakan produk-produk baru.
Lompatan Intangible Asset
Untuk meningkatkan performa perusahaan agar dapat terus maju mengalahkan para pesaingnya, dibutuhkan asset intangible yang mampu me-leverage asset perusahaan secara keseluruhan. Asset yang tidak terlihat, namun dapat dirasakan dalam jangka panjang. Sehingga, kemampuan penguasaan informasi teknologi dan kemampuan penciptaan nilai dari teknologi tersebut harus menjadi kompetensi tersendiri bagi para personel. Dan jika kompetensi ini diperkuat oleh penguasaan content yang memadai, bukannya tidak mungkin dengan teknologi web 2.0 akan terjadi banyak "lompatan intangible asset". Sehingga dalam jangka panjang pandangan sempit manajemen perusahaan yang kurang fleksibel lagi buta teknologi tersebut dapat menyadari bahwa berkreasi tidak lagi mengenal "batasan media".
Lalu bagaimana dengan intangible asset organisasi anda?
Manusia-Manusia Bertopeng
Untuk bertahan hidup, manusia memiliki kemampuan yang sangat mengagumkan. Pada artikel ini, anugerah Yang Mahakuasa adalah "persona" manusia. Definisi persona diambil dari asal bahasanya adalah:
"a social role or a character played by an actor. This is an Italian word that derives from the Latin for "mask" or "character", derived from the Etruscan word "phersu", with the same meaning. Popular etymology derives the word from Latin "per" meaning "through" and "sonare" meaning "to sound", meaning something in the vein of "that through which the actor speaks..."
Merupakan peran sosial atau karakter yang dimainkan oleh aktor. merupakan istilah dalam bahasa Italia yang diturunkan dari kata "topeng" atau "karakter", diturunkan dari bahasa Etruscan "phersu" dengan arti yang sama. Etimologi populer diturunkan dari bahasa latin "per" yang bermakna "melalui" dan "sonare" yang bermakna "bersuara", yang berarti suatu lapisan yang "dilalui bilamana sang aktor berkata"
Persona yang ditampilkan oleh sekumpulan manusia pembentuk organisasi menyebabkan mereka mampu bertahan dengan kondisi organisasi seperti apapun, baik pada saat mereka menghadapi situasi krisis kepemimpinan, situasi bisnis yang kurang menguntungkan, dan situasi-situasi menekan lainnya. Topeng tersebut memanipulasi tindak tanduk manusia sehari-hari untuk berperilaku positif. Persona memberikan karakter yang membentuk alasan mengapa mereka bertahan di dalam organisasi. Dan persona juga merupakan "corporate culture - layer ketiga" dari Schein (1999) yang sangat sukar dipahami.
Persona pada setiap level dan unit akan memperlihatkan warna yang berbeda-beda, dan cara beradaptasi dan belajar yang berbeda-beda pula terhadap situasi yang mereka hadapi.
Sisi Lain Manusia-Manusia Bertopeng
Organisasi yang penuh dengan manusia-manusia bertopeng ini ternyata juga memiliki sisi lain: jika topeng-topeng tersebut digunakan untuk tujuan negatif, dipakai secara kolektif yang tidak memberikan kontribusi kondusif bagi kesehatan organisasi pada umumnya.
Misalkan, sekelompok manajer yang "berkonspirasi" untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh, mengabaikan masukan dari "arus bawah". Jika hal ini dibiarkan lama, maka hal ini telah terorganisir dengan baik, akhirnya menular kepada orang-orang lain di bawahnya. Bawahan lama kelamaan akan tahu bagaimana bertingkah-laku, bereaksi, dan tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah sesuai yang diharapkan manajer tadi (seringkali diselesaikan secara dangkal, tanpa perasaan...). Lama kelamaan para pemain sandiwara ini tak lagi bisa membedakan mana nilai yang benar dan mana nilai yang salah di dalam organisasi... sehingga sandiwara real time manusia-manusia bertopeng ini meresap dan tanpa disadari dimainkan di keseharian kegiatan organisasi. Dan akhirnya menjadi sub-value di dalam organisasi
Pengalaman adalah Guru yang Terbaik: Gunakan Topeng secara Bijak
Penulis tidak menangkap topeng itu negatif atau positif, karena di setiap peranan, situasi dan kondisi yang ada, manusia bertindak sebagaimana mestinya. Untuk tujuan positif, gunakan kekuasaan/ kewenangan yang ada untuk menciptakan culture yang sehat, sehingga memungkinkan anggota organisasi menemukan dan merasakan "surga" untuk tetap berkarya dan bertumbuh. Dan sebaiknya, jangan gunakan kekuasaan/ kewenangan untuk membuat dagelan/ sirkus/ tontonan seperti menindas, mencari-cari kesalahan, memeras, menciptakan konflik, dsb, sehingga mendemotivasi karyawan.
Dan sebagai penutup: sudahkan anda menggunakan topeng yang tepat?
"a social role or a character played by an actor. This is an Italian word that derives from the Latin for "mask" or "character", derived from the Etruscan word "phersu", with the same meaning. Popular etymology derives the word from Latin "per" meaning "through" and "sonare" meaning "to sound", meaning something in the vein of "that through which the actor speaks..."
Merupakan peran sosial atau karakter yang dimainkan oleh aktor. merupakan istilah dalam bahasa Italia yang diturunkan dari kata "topeng" atau "karakter", diturunkan dari bahasa Etruscan "phersu" dengan arti yang sama. Etimologi populer diturunkan dari bahasa latin "per" yang bermakna "melalui" dan "sonare" yang bermakna "bersuara", yang berarti suatu lapisan yang "dilalui bilamana sang aktor berkata"
Persona yang ditampilkan oleh sekumpulan manusia pembentuk organisasi menyebabkan mereka mampu bertahan dengan kondisi organisasi seperti apapun, baik pada saat mereka menghadapi situasi krisis kepemimpinan, situasi bisnis yang kurang menguntungkan, dan situasi-situasi menekan lainnya. Topeng tersebut memanipulasi tindak tanduk manusia sehari-hari untuk berperilaku positif. Persona memberikan karakter yang membentuk alasan mengapa mereka bertahan di dalam organisasi. Dan persona juga merupakan "corporate culture - layer ketiga" dari Schein (1999) yang sangat sukar dipahami.
Persona pada setiap level dan unit akan memperlihatkan warna yang berbeda-beda, dan cara beradaptasi dan belajar yang berbeda-beda pula terhadap situasi yang mereka hadapi.
Sisi Lain Manusia-Manusia Bertopeng
Organisasi yang penuh dengan manusia-manusia bertopeng ini ternyata juga memiliki sisi lain: jika topeng-topeng tersebut digunakan untuk tujuan negatif, dipakai secara kolektif yang tidak memberikan kontribusi kondusif bagi kesehatan organisasi pada umumnya.
Misalkan, sekelompok manajer yang "berkonspirasi" untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh, mengabaikan masukan dari "arus bawah". Jika hal ini dibiarkan lama, maka hal ini telah terorganisir dengan baik, akhirnya menular kepada orang-orang lain di bawahnya. Bawahan lama kelamaan akan tahu bagaimana bertingkah-laku, bereaksi, dan tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah sesuai yang diharapkan manajer tadi (seringkali diselesaikan secara dangkal, tanpa perasaan...). Lama kelamaan para pemain sandiwara ini tak lagi bisa membedakan mana nilai yang benar dan mana nilai yang salah di dalam organisasi... sehingga sandiwara real time manusia-manusia bertopeng ini meresap dan tanpa disadari dimainkan di keseharian kegiatan organisasi. Dan akhirnya menjadi sub-value di dalam organisasi
Pengalaman adalah Guru yang Terbaik: Gunakan Topeng secara Bijak
Penulis tidak menangkap topeng itu negatif atau positif, karena di setiap peranan, situasi dan kondisi yang ada, manusia bertindak sebagaimana mestinya. Untuk tujuan positif, gunakan kekuasaan/ kewenangan yang ada untuk menciptakan culture yang sehat, sehingga memungkinkan anggota organisasi menemukan dan merasakan "surga" untuk tetap berkarya dan bertumbuh. Dan sebaiknya, jangan gunakan kekuasaan/ kewenangan untuk membuat dagelan/ sirkus/ tontonan seperti menindas, mencari-cari kesalahan, memeras, menciptakan konflik, dsb, sehingga mendemotivasi karyawan.
Dan sebagai penutup: sudahkan anda menggunakan topeng yang tepat?
Selasa, Juli 07, 2009
Penganugerahan Indonesian MAKE 2009
Diawali dengan MAKE Sharing Session ; melalui Tahap Nominasi, Tahap Seleksi, lalu Tahap Penilaian; dan akhirnya siklus Indonesian MAKE kini memasuki tahap akhir dengan diselenggarakannya "Penganugerahan Indonesian MAKE 2009".
Pembaca yang budiman, akhirnya saat yang ditunggu-tunggu para finalis telah tiba: organisasi manakah yang akan menjadi sang pemenang; pendekatan dan knowledge innitiative apa yang dijalankan perusahaan pesaing/ competitor; dan pembelajaran apa yang bisa dipetik melalui sharing session yang akan dibawakan oleh para ahli di bidangnya.
Penulis selaku PIC yang menjalankan fungsi kesekretariatan, tentunya menghadapi banyak suka dan s(d)uka di dalam menjalankan tugas mulia ini. Ada banyak harapan yang terletak di pundak organisasi-organisasi untuk terus berkiprah dalam kancah regional (MAKE Asia), atau bahkan dalam kancah Internasional (MAKE Global): Majulah Organisasi Indonesia!
Langganan:
Postingan (Atom)