Kamis, Agustus 28, 2008

Pemimpin vs Psikopat

Dunia kriminalitas baru-baru ini dikejutkan oleh pembunuhan berantai yang memakan belasan korban dan hanya dilakukan oleh satu orang. Pro dan kontra terkait apakah kondisi kejiwaan pelaku tersebut stabil atau tidak pun merebak, dan bahkan hingga artikel ini diturunkan hal tersebut masih diperdebatkan.

Berkaca pada masa lampau, kegilaan dan kelaliman Kaisar Nero dari Romawi atau kisah Raja Fir’aun dari Mesir telah tercatat dalam lembaran gelap sejarah dan tidak ada bandingannya. Pada zaman modern, dengan bentuk berbeda, Presiden Mobutu Sese Seko atau Presiden Soeharto memberangus lawan-lawan politiknya dengan menggunakan represi terhadap massa yang memakan korban yang tidak sedikit.

Sebuah komentar menarik pasca berita kriminalitas tersebut dari seorang pemirsa TV adalah: "Pelaku kriminal telah menyusahkan 11 keluarga, namun Pimpinan [yang tersangkut Korupsi] membunuh rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta secara perlahan. Hukuman yang diberikan harus sama beratnya".

Kepemimpinan dapat dikatakan "efektif" jika pemimpin menggunakan empat anugerah kepemimpinan yang diberikan Tuhan, yakni: (1) tubuh, (2) pikiran, (3) hati, dan (4) jiwa secara seimbang. Tubuh digunakan untuk hidup sehat, pikiran didedikasikan untuk belajar, hati diberikan untuk mencintai, dan satu jiwa untuk mewujudkan sebentuk warisan tatanan/ legacy kepada yang akan ditinggalkan.


Serba-Serbi Seorang Psikopat

Psikopat menurut Katherine Ramsland, seorang Doktor bidang psikologi forensik berkebangsaan Amerika, adalah orang yang tak punya penyesalan atas kesalahan yang dibuatnya. Psikopat memiliki setidaknya 10 gejala ketidakseimbangan kepribadian lain yang mengikutinya, seperti:

Menyimpang secara sosial; Manipulatif; Suka menyesatkan orang lain;
Berdaya toleransi rendah; Menikmati penderitaan orang; Ketiadaan empati; Tidak memiliki rasa sesal; Lihai dalam bersandiwara

Lihai dalam menyimpan kelainan; Memiliki pribadi yang sempurna, seperti: Pandai bertutur kata, Penuh pesona,Menyenangkan, Menguasai berbagai ilmu pengetahuan, dan Bersikap religius.

Individu Psikopat yang "berhati dingin" tidak mampu menggunakan keempat anugerah tersebut. Memang tidak ada manusia yang sempurna, sehingga dengan kadar yang bervariasi sesungguhnya individu psikopat ada di mana-mana. Dan individu psikopat tidak perlu melakukan tindakan sadistis dengan cara membunuh orang. Sebagai contoh, pemimpin bermental korup pun bisa dimasukkan ke dalam kategori psikopat jika ia melakukan korupsi secara berulang-ulang dan tanpa sesal. Seperti orang yang bebal, mereka mengintimidasi, merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi. Mereka pun dikenal masa bodoh terhadap mana yang benar dan mana yang salah, meskipun mereka tahu apa konsekuensinya.

Layaknya seorang residivis yang berulang kali masuk penjara, pemimpin bermental korup akan berulangkali melakukan kesalahan yang sama. Ketika tertangkap, penyesalan yang muncul hanyalah di bibir saja, dan pada setiap kesempatan mereka tak segan untuk kembali mengintimidasi, merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi demi korupsi. Hukuman sosial tidak akan mampu membuat mereka merasa jera, atau bahkan merasa malu akan perbuatannya. Sehingga tegaknya keadilan tidaklah mudah karena psikopat yang juga residivis cerdas ini tidak akan pernah jera, dan kembali akan selalu mencari peluang untuk mencari celah atau kelemahan dalam sistem agar mendapat uang dengan cara korupsi.

Sebenarnya pengetahuan mengenai psikopat masih gelap. Menurut Daniel Coleman dalam Emotional Quotient (EQ), gejala psikopat diketahui dari sel otak amigdala atau otak reptil yang memiliki kelainan. Mereka akan merespon ketakutan, kesedihan serta emosi-emosi negatif lainnya dengan dingin atau seperti mati rasa. Mereka akan semakin manipulatif atau membalik keadaan ketika seseorang pada kondisi normal akan merasa bersalah atau sadar akan konsekuensi perbuatannya.

Kondisi ini akan berbahaya apabila dimiliki oleh seorang pemimpin karena akan berdampak besar kepada anak buahnya. Bahkan oleh peneliti psikopat lain, upaya untuk mengetahui psikopat atau tidaknya seseorang sejak dini sebelum di usia dewasa akan bertambah parah ternyata belum dapat dideteksi. Artinya upaya tersebut akan sia-sia dan menghabiskan energi saja. Sehingga dapat dikatakan potensi bahaya pemimpin psikopat amat besar, seiring dengan mahirnya level kompetensi mereka untuk berkamuflase di tengah-tengah organisasi, masyarakat atau bahkan di tengah rapat penting korporasi seperti rapat BOD atau RUPS.


Cegah Tangkal Pemimpin Psikopat [yang juga] Residivis

Satu-satunya cara untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh individu/ pemimpin psikopat [yang juga] residivis adalah dengan meningkatkan kontrol sosial. Kontrol sosial yang kurang akan menyuburkan tindak kriminal dan semakin menjadi-jadinya perilaku sang psikopat. Kontrol sosial yang kuat dari organisasi yang terkena dampak seperti: para bawahan, kontrol bagian keuangan atau hasil audit bagian internal audit; organisasi yang berwenang untuk menyidik atau menghukum, seperti: polisi, jaksa; atau bahkan masyarakat luas akan menyebabkan sang psikopat setidaknya meredam keinginannya.
Individu/ pemimpin psikopat selanjutnya akan belajar dan memahami perbuatan mana yang benar atau salah melalui mekanisme penegakan hukum dan pemberian reward & punisment yang jelas dan berkelanjutan. Sehingga upaya penegakan hukum dengan tidak pandang bulu dan objektif (tidak memandang siapa yang duduk di kursi terdakwa) akan mengatasi perilaku manipulatif, asosial, serta dinginnya hati para psikopat.

Resep lain bagi individu/ pimpinan [yang tidak merasa dirinya] psikopat adalah menjadi seorang penerima (receiver) dari pada menjadi seorang pemberi order (transmitter). Memposisikan diri sebagai penerima akan membuka hati dan pikiran individu/ pimpinan. Dalam waktu yang tidak beberapa lama muncul bentuk kerjasama yang partisipatif dimana ide, solusi, dan antusiasme dari para rekan kerja, antar departemen, bawahan, dan bahkan pelanggan. Perusahaan bertransformasi menjadi organisasi yang terbuka -dimana orang-orang memiliki tingkat kedewasaan (by freedom to choose), profesionalitas dan dedikasi yang sedemikian tinggi.


Penutup

Selayaknya organisasi atau bahkan negara kita tidak usah dipenuhi oleh orang-orang atau pemimpin yang nyata-nyata psikopat dan juga bernyali residivis. Dengan memahami gejala-gejala psikopat dan potensi bahaya laten yang ditimbulkan, cukuplah kiranya kita belajar dari kegilaan dan kelaliman Kaisar Nero dari Romawi atau kisah Raja Fir’aun dari Mesir. Semoga!

Tidak ada komentar: