Alkisah, sebuah Perusahaan yang merupakan institusi tertua di Indonesia yang bergerak di bidang kesehatan. Saat ini organisasi berada pada tahap awal identifikasi budaya perusahaan, dimana jajaran Direktur beserta para Stakeholders berkumpul dan berembuk guna memantapkan pemahaman organisasi, nilai-nilai budaya apa saja yang dapat dijadikan pegangan di dalam Perusahaan, dan merumuskan panduan perilaku untuk menghadapi dinamika dan tantangan organisasi ke depan.
Untuk itu, Direktur beserta para Stakeholders diminta untuk menggambarkan karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja Perusahaan ke depan yang direpresentasikan oleh "seekor binatang".
Tak berapa lama, dari hasil diskusi diperoleh 4 (empat) ekor binatang yang merepresentasikan karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja organisasi ini. Mereka adalah: seekor lebah madu, elang, anjing Collie, dan singa.
Sang lebah madu merupakan makhluk yang memiliki karakter pekerja keras, rela berkorban, penuh keteraturan, bekerja sama, dan berkinerja (menghasilkan madu) sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan. Sang Elang merupakan makhluk yang tangguh, memiliki sifat yang visioner lagi berwibawa, dan senantiasa mengoreksi diri. Di sisi lain, Anjing Collie merupakan makhluk yang memiliki sifat khas rajin, ramah dan menyenangkan tuannya, setia, dapat dipercaya, dan penuh dedikasi. Binatang ini cekatan dan cepat tanggap, mudah dilatih dan mau belajar, bahkan tidak banyak menuntut. Dan terakhir, tersebutlah Singa si raja hutan yang merupakan pemimpin yang dominan, panutan bagi binatang lain, terdepan dan menjadi tempat belajar, gigih, dapat dipercaya, bekerja berkelompok dan mengayomi binatang-binatang lain.
Keempat binatang inipun berdiskusi membahas keunggulan karakter khas, sifat dan perilaku yang mereka miliki. Kemudian masing-masing binatang menggunggulkan diri sendiri, bahwasanya merekalah memiliki karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja yang dibutuhkan organisasi ini ke depan. Masing-masing merasa mampu menjadi contoh bagi binatang-binatang lain, sangat professional, dan bahkan masing-masing menyeru sebagai binatang yang terbaik dari binatang lainnya.
Kondisipun kian memanas, masing-masing binatang mulai menjelek-jelekkan karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja binatang lain. Lebah menyatakan Singa si raja hutan bukanlah binatang yang dapat mengayomi binatang lainnya, pada kenyataannya ia adalah binatang buas dan siap menerkam binatang manapun. Singa mencerca Anjing sebagai binatang setia dan cenderung patuh kepada tuannya bukan kepada orang selain tuannya (atau stakeholders lain). Elang menyatakan Lebah sebagai binatang yang paling suka mengeroyok lawan. Dan akhirnya sang Elang pun dikatakan Singa sebagai binatang penyendiri, tidak ramah, sehingga sabda Elang pun sangat susah diterapkan, mengingat cara hidupnya yang sudah “tidak membumi”.
Kemudian berkatalah Sang Anjing Collie yang bijak, “Hai binatang-binatang sekalian, bukankah setiap makhluk hidup ciptaan Tuhan ada manfaatnya?”. Binatang-binatang yang sedang sibuk bertengkar tsb kemudian terdiam, dan membenarkan perkataan Anjing Collie. Lalu Singa si raja hutan pun tidak mau kalah menimpali: “Ya. Kalaupun binatang-binatang lain itu tidak memberi manfaat, sebaiknya kita tanyakan saja kepada Resi yang Bijak.”
Syahdan untuk menengahi panasnya suasana, binatang-binatang pun bertanya kepada resi yang bijak: “Apakah karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja akan diambil dari salah satu atau dari keseluruhan binatang?” "Lalu apa manfaat dari diskusi ini?".
Jawaban dari Sang Resi yang Bijak adalah: kesamaan karakteristik khas, sifat, perilaku, dan etos kerja Perusahaan terbaik yang diwakilkan oleh binatang-binatang tersebut. Lebih lanjut, Resi yang Bijak menjabarkan bahwa dari hasil diskusi karakteristik khas para binatang tersebut, ekspresi “nilai lebih” yang dimiliki masing-masing binatang menjadi lebih konkrit, hidup, dan bahkan diwarnai oleh perilaku apa yang menjadi landasan dari nilai yang dimiliki oleh binatang tersebut bahkan menguatkan perilaku utama apa saja yang wajib dimiliki oleh organisasi tersebut.
Syukurlah, perdebatan ini tidak menjadi diskusi yang berlarut-larut dan bahkan menjadi sesi yang membuahkan inspirasi.
Sebagai penutup, nilai-nilai tersebut hendaknya dijalankan secara konsisten, dimana peranan pimpinan sangat dibutuhkan dalam menjalankan perubahan. Hal ini ditunjukkan dengan usaha pimpinan yang penuh kesungguhan, kontribusi yang genuine, dan “bertindak sesuai kata” secara terus-menerus. Dan pada akhirnya, konsistensi budaya perusahaan akan berjalan konsisten dari waktu ke waktu.