Selasa, November 09, 2010

Antara Proses, KPI dan PIC dalam Manajemen Kinerja

Siang yang cukup panas, kami membahas lesson learned dari suatu organisasi yang baru saja menerapkan manajemen kinerja secara tersistem. Kemudian di tengah-tengah diskusi terdapat beberapa pembahasan, seperti:
(1) Bagaimana memperkenalkan manajemen kinerja di tengah budaya kerja yang masih komunal/ kekeluargaan? Mengingat segala sesuatunya dikerjakan bersama-sama;
(2) Bagaimana agar sistem pengelolaan manajemen kinerja berjalan secara tepat guna, dimana setiap jajaran atau insan organisasi secara akuntabel memenuhi target-target yang disyaratkan di setiap sesi pertanggungjawaban kinerja?;
(3) Bagaimana para PIC atau "penanggung jawab" pekerjaan tidak saling menyalahkan, bilamana mereka tidak mampu mencapai target yang diharapkan?

Menerapkan manajemen kinerja secara tersistem terkadang menyebabkan berbagai penyesuaian, gejolak, bahkan penolakan. Pengelolaan kinerja diukur dengan menggunakan KPI (key performance indicator) mulai dari tataran direktorat, divisi, departemen/ unit hingga individual. Ia juga memiliki dua sisi: pengelolaan kinerja mampu meningkatkan moral/ semangat jajaran perusahaan bilamana memiliki "dampak rupiah langsung" terhadap karyawan (seperti: promosi, bonus dan benefit lain)... Namun di sisi lain, kegagalan memenuhi KPI dapat dijadikan sebagai "alat represi" bagi karyawan (seperti: memberlakukan sanksi, mutasi, demosi, dll).

Beberapa kali penulis mendapatkan pengalaman di dalam menerapkan manajemen kinerja secara tersistem, dimana akibat penerapan tersebut suasana kerja yang semula tenang menjadi keruh dan penuh dengan permusuhan. Sehingga ada yang salah di balik penerapan manajemen kinerja tersebut.

Antara Proses, KPI dan PIC dalam Manajemen Kinerja
Mula-mula, untuk menyelesaikan suatu pekerjaan diperlukan serangkaian tahap pekerjaan yang terangkum di dalam prosedur.... Ada kalanya pada saat menyelesaikan pekerjaan diperlukan beberapa orang, hingga pekerjaan tersebut terselesaikan. Setiap orang yang terlibat di dalam proses tersebut diikat oleh KPI, dan orang yang diikat oleh KPI tersebut merupakan penanggung jawab/ PIC dari penugasan tersebut.
Bilamana tidak ada klaritas atau kejelasan antara proses, KPI dan PIC di dalam menyelesaikan pekerjaan, maka yang akan terjadi adalah ketidak pastian dan berakibat keruhnya suasana kerja.

Untuk menguji kembali apakah tahapan pekerjaan diselesaikan secara baik dan taat prosedur, maka kegiatan yang lazim dilakukan adalah proses audit. Hal yang menjadi bahan audit mula-mula adalah apakah proses/ prosedur/ instruksi pekerjaan telah dimiliki unit kerja/ departemen, divisi, hingga direktorat ybs. Lalu tahap kedua adalah apakah PIC atau penanggung jawab dari pekerjaan ini telah ditunjuk dan mencukupi; dan ketiga adalah apakah ada ukuran/ standar bahwa pekerjaan ini dilaksanakan/ berhasil baik.

Sehingga ke depan tidak ada lagi perdebatan, pertengkaran yang berakar dari ketidak jelasan penentuan PIC, KPI dan proses. Karena sedari awal telah ada kejelasan mengenai sebatas mana menjadi tanggung jawab para PIC, hal-hal apa yang harus dilaksanakan PIC, berikut proses/ prosedur yang mengaturnya. Semoga.

Tidak ada komentar: