Rabu, Juli 25, 2018

Corporate Culture, Zappos & Neuroscience


Dengan semakin berkembangnya ilmu Neuroscience, tentunya memiliki dampak Multi Disipliner yang signifikan, diantaranya di Bidang Manajemen, Pengembangan Organisasi, Kepemimpinan, dan Budaya Perusahaan. Di Bidang Pengembangan Organisasi secara spesifik muncul model organisasi yang tidak lagi memiliki struktur yang silo dan chain of command yang dalam, namun memilih model organisasi yang bersifat collaborative & memiliki flow yang mengalir sebagaimana suatu network atau jejaring. Mereka akan bekerja secara otonom sesuai dengan informasi yang didapat dari jejaring yang mereka miliki. Dari Sisi Manajemen, Performance Management System (PMS) dinilai tidak lagi relevan diterapkan dalam organisasi. PMS ini ibarat “dinosaurus” yang memiliki eksternalitas negatif yang memantik munculnya “racun” atau toxic, berupa tekanan/ stress pada kebanyakan pegawai, atasan yang semena-mena membebankan target kepada bawahan, dan ekosistem yang menyebabkan pegawai yang loyal lagi berprestasi akhirnya terlempar keluar perusahaan. Perkembangan neuroscience dari Sisi Kepemimpinan adalah bagaimana pimpinan mampu menyelami cara atau pola berfikir bawahan, sehingga dengan pola asuh berbasis “Neuroscience”, pimpinan ini akhirnya me-leverage potensi bawahannya sehingga mampu berfikir analitis dan bekerja dengan efisien atau sesuai dengan yang diharapkan atasan.

Salah satu buku yang menarik ”Delivering Happiness: a path to profits, passion and purpose” menceritakan bagaimana Zappos, sebuah perusahaan menjual sepatu berbasis daring, berhasil mentransformasi (organisasi) perusahaan yang semula menempatkan Customer Service dalam box tersendiri pada struktur organisasi menjadi bagian inti atau “centerpiece” Zappos. Saat Zappos didirikan, biaya beriklan perusahaan daring ataupun non daring, khusus yang baru berdiri sangatlah mahal. Manajemen Zappos menyadari bahwa hal ini sangat sulit apabila Zappos tetap memilih bersaing dengan cara yang sama dengan perusahaan lainnya. Manajemen Zappos kemudian menerapkan nilai-nilai budaya perusahaan diantaranya:

1. Deliver wow through service
2. Embrace and drive change
3. Create fun and a little weirdness
4. Be adventurous, creative and open minded
5. Pursue growth and learning
6. Build open and honest relationships with communication
7. Build a positive team and family spirit
8. Do more with less
9. Be passionate and determined
10. Be humble

Manajemen Zappos memiliki komitmen yang tinggi di dalam menerapkan 10 budaya kerja Zappos. Sehingga secara end to end, Zappos merekrut pegawai yang benar-benar memiliki nilai-nilai yang dimiliki Zappos di kantor dan di luar kantor. Dan bahkan pegawai yang tidak jadi bergabung di akhir training orientasi Zappos, yang memiliki durasi 3 minggu, diberikan ganti rugi uang USD 2,000. Pegawai level manapun (level manager dan bahkan senior) juga akan diberikan training yang sama dan mendapatkan kesempatan untuk duduk di Call Center melayani pelanggan. Ini adalah sedikit contoh bagaimana komitmen Zappos dalam menjadikan Call Center menjadi bagian yang crusial di dalam operasional bisnis sehari-hari.

Lebih lanjut, Zappos kemudian mengembangkan strategi unik, dimana setiap orang menjadi Brand Ambassador dan Call Center bagi Zappos untuk menciptakan Wow Experience tadi. Pegawai Call Center tidak diberikan target penjualan atau target produktifitas (lama menelpon/ jumlah pelanggan yang membeli produk Zappos per pegawai), mereka bahkan tidak diberikan script formal oleh Perusahaan, namun diberikan keleluasaan bagaimana menyapa dan berbicara dengan para pelanggannya. Hal ini karena Zappos ingin memastikan mereka menampilkan pribadi mereka yang sesungguhnya pada saat berkomunikasi.

Di sisi lain, menyikapi operasional Zappos yang 24/7, dimana pemesanan sering sekali meningkat secara drastis di tengah malam. Maka untuk menyikapi kondisi ini, tidak jauh dari UPS (perusahaan jasa pengiriman barang)--gudang Zappos menjadi lebih ramai sebelum pergantian hari. Akibatnya, barang yang baru dipesan pelanggan pun sampai di depan rumah kurun waktu 8 jam. Tidak berhenti sampai di situ, Zappos memberikan batasan waktu yang sangat longgar bagi pelanggan untuk dapat mengembalikan barang bilamana tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Strategi unik Zappos, ditinjau dari sisi Neuroscience sesungguhnya tidak jauh berbeda dari fungsi otak manusia. System nilai yang ditetapkan Zappos dijalankan secara end to end, dimana manusia suka diberikan pilihan, kewenangan/ otonomi, yang berdampak pada mengalirnya hormone endorphin yang menimbulkan rasa senang, rasa puas dengan apa yang dikerjakan pegawai--dan begitupun dengan pelanggan. Pelanggan dengan senang hati mengembalikan barang yang telah dipesan karena menemukan barang yang lebih bagus di katalog on-line Zappos, di sisi lain batas waktu pengembalian barang 365 hari (term & condition yang non konvensional), sehingga tidak menimbulkan bonus stress (hormone cortisol) yang biasa terjadi pada pegawai Call Center. Tentu saja dampak finansial dalam jangka pendek akan merugikan Zappos, namun Zappos melihat hal ini sebagai strategi yang akan memiliki dampak finansial positif dalam jangka panjang.

Zappos menyadari perusahaannya harus “berbeda” dengan perusahaan lain, dan peluang berbicara langsung dengan pelangan tentunya sangat kecil dibandingkan dengan ribuan “click” pemesanan per hari yang dilakukan secara daring/ on line. Sehingga pelanggan menelpon Zappos dilayani apapun masalahnya-meskipun tidak berkaitan dengan sepatu/ barang yang dijual Zappos. Karena mereka percaya Wow Experience akan memberikan kesan yang baik dan akan mereka sampaikan dari mulut ke mulut (word of mouth) kepada calon pelanggan lainnya -- yang tentunya menjadi sarana beriklan gratis bagi Zappos. Sampai hari ini pun Zappos tidak pernah mengiklankan diri secara besar-besaran.


Tidak adanya target penjualan bagi pegawai tentu saja tidak menyebabkan pegawai berleha-leha dan bertindak serampangan. Mereka bekerja dengan keras memastikan bagaimana bisnis Zappos terus berkembang. Mereka dilatih untuk mengambil risiko, diperkenankan melakukan kesalahan (dan tidak mengulanginya lagi ke depan), senantiasa belajar dan memberikan solusi. Seluruh pegawai menjalani tantangan dan situasi sehari-hari dengan pikiran terbuka. Sebagai contoh, tim HR menjalankan inovasi baru dalam proses recruitment. Alih-alih melakukan wawancara kerja tatap muka seperti biasa, mereka menempatkan calon pegawai bersama 5-6 orang pegawai Zappos. Beberapa calon yang direkomendasikan pegawai Zappos masuk ke tahapan seleksi Wawancara. Hal ini dikenal dengan metode speed dating. Tim ini terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan agar proses rekrutmen menimbulkan Wow Experience bagi calon pegawai Zappos. Pada sesi presentasi rekrutment/ job fair yang dilakukan Zappos tidak jarang ada stand up comedy, makanan/ minuman, dan bahkan hadiah door prize. Dan proses perekrutan pun disisipkan elemen kejutan seperti “timer dapur” sehingga waktu Wawancara menjadi lebih terstruktur (saat bel berdering) dan kandidat masuk ke tahap seleksi selanjutnya. Sehingga Manajemen di sini terlihat mengupayakan proses di segala lini merekfleksikan budaya Zappos sesungguhnya.

Belajar dari Zappos, budaya kerja setiap perusahaan tentu berbeda. Namun perbedaan tersebut dapat dicapai dengan cara yang memiliki effort / usaha yang tinggi atau bahkan tidak sama sekali (effortless). Dimana pada saat budaya kerja menjadi effortless itu telah mencapai titik dimana budaya telah berhasil diinternalisasikan dalam individu, tim kerja, dan perusahaan secara jamak.

Bagaimana dengan Perusahaan Anda?