Jumat, Maret 14, 2008

Semudah Memindahkan Gigi Mobil

Leveling competency dalam Human Capital adalah ibarat gigi persneling pada sebuah mobil. Gigi persneling atau transmisi berguna dalam mengakselerasi kecepatan, dari kecepatan rendah hingga ke kecepatan tinggi. Transmisi yang didesain pada mobil-mobil mewah bersifat otomatis dengan jumlah gigi 6 atau 7, sedangkan pada kebanyakan mobil menegah ke bawah adalah transmisi manual dengan jumlah gigi 5.

Lalu apa hubungannya “competency leveling” dengan “jumlah gigi mobil”?


Threshold dan Differenciating Competency

Seperti halnya mobil, setiap perusahaan akan tumbuh atau bergerak dengan kecepatan tertentu. Secara garis besar, cepat atau lambatnya gerakan suatu perusahaan akan sangat bergantung pada competency atau kompetensi/kapasitas karyawannya. Kompetensi disini didefinisikan sebagai karakteristik yang melekat pada individu dan memiliki hubungan sebab-akibat terhadap kinerja efektif/superior pada satu tugas/situasi.

Human Capital meyakini bahwa kompetensi di jajaran perusahaan sangat diperlukan sebagaimana transmisi pada mobil. Kompetensi terbagi menjadi dua bagian besar yakni threshold competency dan differenciating competency. Threshold competency adalah kompetensi yang tampak dan bisa diukur atau diamati, seperti pengalaman dan pendidikan yang dimiliki karyawan.

Sedangkan differenciating competency tidak bisa diukur atau diamati dengan seketika karena differenciating competency biasanya muncul sebagai representasi dari motif yang mengendap pada diri karyawan dan berlangsung lama. Misalnya: aspek pencapaian prestasi (achievement orientation), aspek mempengaruhi orang lain (impact and influence), dll. Sehingga seandainya differenciating competency tersebut dipotret, maka sifatnya barulah dugaan.

Pengukuran kompetensi
Pengukuran kompetensi terbagi pada 2 macam cara: cara yang mudah adalah dengan menggunakan Assessment Center. Di dalam Assessment Center terdapat berbagai macam alat/inventory digunakan untuk menguji seberapa besar tingkatan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan. Sedangkan jika pengukuran kompetensi dilakukan tersistem misalnya pada sistem kerja di dalam organisasi, maka kelengkapan kerja seperti: kurikulum, instruksi kerja, serta prosedur yang jelas dibutuhkan. Meskipun sifatnya menjadi sangat administratif (memerlukan banyak kertas kerja dan formulir), namun kelengkapan arsip-arsip inilah yang menjadi evidence/ bukti bahwa karyawan tersebut telah menjalankan setiap level tersebut dengan baik dan memenuhi sasaran pencapaian level kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Semakin tinggi level jabatan seseorang, tentunya akan semakin tinggi level competency yang dibutuhkan oleh perusahaan. Posisi tersebut menuntut karyawan agar dapat memperlihatkan performa yang lebih terhadap kompleksitas, risiko serta berbagai tantangan pada pekerjaan. Sebagai ilustrasi, dalam 5 level kompetensi diilustrasikan sebagai berikut:

Tabel Level Kompetensi

0 = Tidak ada/ terbatas. Kompetensi tidak diharapkan muncul.
1 = Pemula/ Novice. Memperlihatkan sedikit apresiasi dan
sensitifitas dari perilaku yang diinginkan.
2 = Pengembangan/Development. Memperlihatkan perilaku jarang
dan tidak konsisten ketika diharapkan
3 = Mahir /Proficient. Memperlihatkan perilaku secara konsisten dan
proporsional.
4 = Menguasai. Memperlihatkan apresiasi lebih baik dan perilaku
relatif bervariasi sesuai dengan yang diharapkan.
5 = Ahli. Bisa dijadikan role model dan dapat melatih orang lain di
dalam mengembangkan kompetensi ini.


Proses identifikasi kompetensi karyawan kemudian dilakukan, karena pada proses ini perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kompetensi karyawan. Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan competency modeling didapatkan seberapa besar pemenuhan karyawan tersebut terhadap competency model yang ditetapkan oleh perusahaan.

Setelah proses identifikasi diselesaikan maka tahapan berikutnya adalah proses validasi kompetensi. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pada dasarnya kompetensi yang dimiliki oleh karyawan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pekerjaan secara umum.

Terdapat tiga kemungkinan yang didapat dari hasil validasi kompetensi tersebut: (1) jika kompetensi yang dimiliki karyawan lebih tinggi bobotnya dibandingkan dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut memiliki potensi untuk berkembang (dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi); (2) sedangkan jika kompetensi yang dimiliki karyawan sama bobotnya dengan yang dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut telah menunjukkan performa terbaik untuk pekerjaan tersebut; (3) sedangkan jika kompetensi yang dimiliki karyawan lebih rendah bobotnya dibandingkan dibutuhkan oleh pekerjaan maka karyawan tersebut membutuhkan pengembangan lebih lanjut atau karyawan tersebut merupakan masalah bagi perusahaan tersebut.

Semakin teliti leveling yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan, maka akan semakin akurat gambaran peta kekuatan serta kapasitas karyawan tersebut dilihat secara orang-perorang terhadap tuntutan pekerjaan. Dan bahkan jika diperlukan, perusahaan dapat mengidentifikasikan kapasitas karyawan secara agregat maupun rata-rata di dalam menjalankan aktifitasnya serta kegiatan sehari-hari.

Seringkali setelah proses identifikasi dan validasi ini dijalankan, pekerjaan selanjutnya menjadi “momok” bagi kebanyakan divisi SDM: mengumumkan hasil assessment seseorang atau skenario terburuknya adalah menurunkan pangkat seseorang. Kebanyakan penanganan data-data tersebut oleh divisi SDM adalah disimpan di laci agar tidak menimbulkan “kehebohan” dan supaya kegiatan bisnis perusahaanpun berjalan “seperti biasa”.

Sehingga yang harus betul-betul diingat bahwa data-data leveling kompetensi tersebut haruslah segera digunakan lebih lanjut, yakni dengan mengaitkan level kompetensi dengan tingkat kecepatan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Konsekuensinya adalah data-data diatas menjadi suatu alat ampuh untuk menghitung kecepatan guna meningkatkan performa perusahaan. Pada tabel dibawah ini diilustrasikan sebagai berikut:

Level Kompetensi & Tingkat Kecepatan

Sehingga pada suatu saat nanti, ketika perusahaan dihadapkan pada tantangan yang menuntut para karyawan untuk memiliki performa yang meningkat, maka semudah menggerakkan transmisi mobil, perusahaan dengan sendirinya akan dapat mengukur seberapa besar kompleksitas pekerjaan dapat dibebankan kepada karyawannya serta sekaligus menurunkan personil-personil yang tepat untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Dan seberapa cepat berjalannya gerakan perusahaan ke arah yang diinginkan setidaknya telah diprediksi sebelumnya oleh manajemen.

Tidak ada komentar: