Rabu, Mei 02, 2012

Memperingati hari Pendidikan Nasional 2 Mei: Nation Values vs Corporate Values


Sehari sebelum hari ini, penulis membeli majalah yang membahas mengenai unggulnya pendidikan di Finlandia, dimana meskipun mereka adalah negara berpenduduk homogen nun jauh di Eropa Utara sana, mereka berhasil membangun pendidikan dengan visi mengajarkan anak-anak bagaimana caranya hidup, bukan bagaimana cara menghadapi ujian dsb. Lalu apa rahasia suksesnya pembangunan/ pengembangan pendidikan di Finlandia? Meskipun mereka adalah negara kecil, sebanyak 42.000 tenaga pengajar di sana adalah 10% dari populasi sarjana terbaik di seluruh universitas Finlandia dan bahkan sebagian dari mereka menyandang gelar master. Fakta kedua: guru-guru di sana memiliki kecintaan dengan bidang pendidikan mereka, dimana mereka saling mem-benchmark metode pengajaran mereka. Fakta ketiga: negara memberikan cuti bersubsidi selama 3 tahun untuk ibu pekerja yang melahirkan, dan memberikan subsidi untuk penitipan anak hingga anak berusia 3-5 tahun. Fakta keempat: mereka memiliki visi, bahwa untuk membangun negara yang kuat haruslah dimulai dari pendidikan.

Kembali ke pokok pembahasan memperingati hari Pendidikan Nasional. Benang merah pendidikan di Finlandia tidak lepas dari Nation Values. Tapi sebelum sampai ke Nation Values, ada baiknya kita melihat sejenak dalam lingkup organisasi yang lebih kecil: Corporate Values. Corporate Values merupakan serangkaian perilaku utama yang menjadi dasar dan arah bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, menyusun kebijakan, pedoman karyawan dalam berperilaku sehari-hari, dan pedoman SDM/ pimpinan yang berwenang  dalam memberikan reward/ punishment. Bentuk makro dari Corporate Values adalah “Corporate Culture”. Dimana terdapat pola/ interaksi yang besar yang melibatkan perilaku-perilaku anggota organisasi dalam organisasi (sub cultures vs main stream cultures), simbol-simbol (event, tata letak ruangan, maupun artifak lain yang teramati), dan system di dalam organisasi (manajemen operasi, sistem SDM, sistem informasi, dll). Interaksi yang besar ini menjadi mosaik berupa pesan-pesan, bermuatan moral, strategi, pelaksanaan kegiatan/ program/ inisiatif strategis yang memperkuat Corporate Values tsb.

Bagaimana dengan Nation Values? Mungkin pembaca ingat dengan Penataran P4 (Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila), Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, Kewiraan, dst. Meskipun pelajaran tsb merupakan pelajaran “di awang-awang”, sulit dimengerti, abstrak, dst. Hal tersebut merupakan bentuk kesadaran pemerintah kita untuk menanamkan, membentuk, dan membangun Nation Values di waktu itu.


Nation Values Kekinian

Masalahnya, fondasi yang dibangun tersebut mulai bergeser dan bahkan rapuh. Mengapa? Nation Values kita dalam konteks kekinian adalah “Laissez faire et laissez passer" ('Let do and let pass'), melalui pesan-pesan yang kita baca/ dengar/ tonton setiap hari di koran-koran, berita online, hingga berita di televisi. Para pimpinan, sebagai role model kita adalah orang yang sibuk mengumpulkan kekayaan, melekangkan kekuasaan, mencari popularitas, tidak berpihak kepada rakyat (dalam artian kata “menindas” yang diperhalus), ABS (Asal Bapak Senang)/ mementingkan pencitraan (dalam artian kata “tidak peduli” yang diperhalus), bahkan kroniknya adalah tidak realistis.
Perilaku tidak bermoral/ tidak pantas mulai didemonstrasikan, integritas mulai dipertanyakan, dan skandal-skandal pun bermunculan. Seolah Laissez faire et laissez passer dilakukan tanpa kerangka yang jelas, asalkan menguntungkan pribadi/ sekelompok orang.

Sistem mulai dirusak, dipolitisir, dipelintir, dst. Menonton siaran politik sudah layaknya seperti menonton sandiwara.

Inilah pesan-pesan sehari-hari/ siaran yang kita tonton: “Laissez faire et laissez passer".  Dan pikirkan bagaimana kesudahan generasi penerus bangsa yang besar ini.

Renungan ini dibuat atas dasar keprihatinan penulis melihat para pemimpin, role model bangsa, orang pilihan yang duduk memimpin dan mengelola bangsa, yang merepresentasikan identitas bangsa. Pesan-pesan yang semakin jauh dari “ketinggian moral” menjadi pembelajaran yang akhirnya menjadi pertanyaan yang pantas direnungkan kita semua:
·          
  • Apakah pendidikan kita telah berhasil baik membangun negara kita menjadi negara yang kuat dan berdaulat?  
  • Apakah pendidikan kita telah berhasil baik membangun manusia yang bermoral tinggi, berkarakter khas, memiliki self-pride yang tinggi?
  • Apakah pendidikan kita telah berhasil baik membangun generasi yang unggul, kreatif, mencintai/ memakai produk buatan Indonesia, mengandalkan diri sendiri, toleran, dan memiliki militansi yang tinggi?

Pendidikan bukan hanya di tangan para guru, bukan pula tanggung jawab Departemen Pendidikan semata. Pendidikan diawali dari rumah, pendidikan diawali dari bagaimana orang tua menanamkan Values kepada anak-anaknya. Pendidikan adalah sesuatu yang intangible, menuntut role model makro yang menunjukkan, yang memberi contoh, yang mengoreksi, yang memberi penghargaan, atas nilai-nilai yang berhasil baik dijalankan oleh setiap anggota organisasi.

Negara ini adalah “lembaga pendidikan” yang besar, kita belajar dan mencontoh tingkah laku para pimpinan, role model yang beruntung, terpilih dari sedikit populasi rakyat Indonesia, menjadi cerminan identitas Nation Values kita.

Semoga di hari pendidikan ini menjadi momen renungan dan penyadaran bagi kita semua untuk generasi yang lebih baik.Semoga!