Senin, Juli 12, 2010

Rajutan dan Building Block Organisasi

Menekuni hobby yang pernah penulis tekuni belasan tahun yang lalu: merajut, memberikan inspirasi di dalam tulisan kali ini.
Rajutan merupakan seni yang berkembang dari era Victorian Inggris, menyebar pada era kolonial hingga ke Indonesia. Dipraktikkan secara turun temurun, hingga generasi sekarang.

Lalu apa istimewanya seni rajut ini? Rajutan berasal dari gulungan benang, dirantai (sebagai building block/ kerangka rajutan), mengikuti teknik rajut tertentu, hingga menjadi karya rajut yang indah. Sebelum pengrajut menyelesaikan suatu karya rajutan, mereka harus membayangkan produk apa yang ingin dibuat, pola/ teknik seperti apa yang diinginkan, jenis benang dan jenis jarum seperti apa yang digunakan. Kemudian pada proses pengerjaan dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi para pengrajut hingga target akhir rajutan ini terselesaikan/ terwujud. Terdapat kepuasan tersendiri bilamana karya rajutan terselesaikan dan disukai handai taulan yang mengenakannya.

Building Block Organisasi dalam karya Rajut
Kembali ke masalah organisasi.... "fondasi" bagi terbentuknya organisasi adalah misi-visi-strategi: akan dibawa ke mana organisasi ini dalam 5-10 tahun ke depan? pencapaian seperti apa dinginkan oleh organisasi? dan strategi seperti apa yang akan dijalankan organisasi? struktur organisasi seperti apa yang dapat mewujudkan strategi tersebut? Dan ingatlah: situasi pengembangan fondasi organisasi tersebut adalah bagaikan benang yang belum terajut. Berbagai kemungkinan dapat diwujudkan, hanya dari segulung benang.

Berawal dari fondasi tersebut, lalu bagaimana kebangunan organisasi selanjutnya? Bangunlah rantai perintah, kebijakan serta mekanisme yang solid. Pastikan terbentuknya suatu disiplin (reward - punishment), sebagaimana keteraturan dalam pola rajutan.

Keteraturan dan kedisiplinan sesuai dengan kerangka yang telah disepakati akan menciptakan hasil/ result yang baik, sebagaimana hasil akhir karya rajutan.


Bagaimana jika building block organisasi tidak berhasil baik? Ingatlah karya rajut yang simpang siur, tumpang tindih, tanpa bisa diperbaiki. Ruas demi ruas berikut teknik rajut yang dibuat semaunya, bertambal sulam, dan tidak terpola dengan baik. Sungguh bentuknya pun tidak sedap dipandang, dan bahkan tidak ada seorangpun yang ingin mengenakan karya rajutan tersebut.

Sambil menyelesaikan karya rajutan penulis, penulis membayangkan kebiasaan "tambal sulam" organisasi setiap kali berganti kepemimpinan (direksi/ pemerintahan/ dst). Selalu terdapat kebijakan baru (pola baru), orang-orang baru (rantai baru), tambahan di sana-sini (ornamen yang sebetulnya tidak perlu) disudut-sudut organisasi. Dan berdo'a semoga rajutan organisasi tersebut menjadi semakin indah....

Memelihara Semangat di dalam Menjaga "Code of Conduct" Organisasi


Selama hidup di dalam organisasi, kehidupan dalam organisasi sesungguhnya penuh warna: berubah-ubah seperti beraraknya awan. Terkadang mendung, cerah, atau bahkan “sekelumit” badai menerpa.

Hidup dan kehidupan di dalam organisasi juga bagaikan mengupas bawang: semakin lama hidup di dalam organisasi, semakin tercium nilai organisasi yang sesungguhnya... Dan pada perjalanannya, “semakin berair” mata terpapar gas yang dikeluarkan bawang.

Sehingga dalam menyikapi hidup di dalam berbagai organisasi yang penuh warna ini, “true north” yang wajib menjadi panduan para anggota organisasi adalah code of conduct. Code of conduct berisi panduan hak, tanggung jawab dan kewewenangan anggota organisasi yang didasarkan pada lima prinsip-prinsip, yaitu: keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kewajaran.

Sesungguhnya kelima nilai-nilai yang penulis sebutkan di atas bermakna dalam, karena hanya dengan dasar-dasar tersebutlah organisasi tersebut didirikan untuk “going concern”. Bahwa perusahaan itu tumbuh, membesarkan orang-orang di dalamnya dan hidup di dalam jalan/ visi yang dibangun oleh organisasi tersebut.

True north yang dimaksud bagaikan rasi bintang timur, penunjuk arah di malam yang gelap. Artinya, bilamana ada keraguan ke mana dan bagaimana anggota harus bertindak sebagai akibat adanya pelanggaran code; atau terdapat perubahan strategi; atau struktur yang mengakibatkan meningkatnya kompleksitas di dalam organisasi.

Seringkali masalah di tengah kompleksitas organisasi adalah memudarnya semangat menegakkan code of conduct-yang umumnya bersifat kaku dan tidak selalu dilakukan aktualisasi/ pembaharuan secara berkala.
Masing-masing anggota organisasi "merasa" telah menempuh pengalaman organisasi yang begitu panjang, menghadapi pasang surutnya bisnis - setelah berbelas tahun kebersamaan terjadi... Namun perlahan semangat itu dapat meluntur, berganti dengan “semangat individual” yang memperjuangkan kepentingan dalam “kerajaan-kerajaan kecil”.

Lahirnya kepentingan itu kemudian meningkatkan independensi “anggota kerajaan”. Ini memungkinkan tumbuhnya “sub culture” kerajaan baru yang menyebabkan keterbukaan antar anggota kerajaan yang mungkin saja semakin dibatasi/ kaku. Sehingga perlahan namun pasti, tanggung jawab dan akuntabilitas yang semula memiliki “cakrawala luas” di dalam visi membesarkan organisasi, kini hanya cukup dalam visi kecil/jarak pandang yang dekat (Baca: Silo di dalam organisasi).

Transisi tsb di sisi lain akan menguntungkan dan merugikan sebagian orang, dan di sisi lain tidak menggoyahkan sebagian anggota yang merasa indifferent atau masa bodoh dengan kondisi dan situasi seperti ini.


Memperbaharui Relevansi Code of Conduct
Untuk kasus di atas, relevansi code of conduct perlu terus diperbaharui dalam kebijakan, SOP, aplikasi-aplikasi IT maupun pengembangan mekanisme yang memungkinkan sinergi anggota-anggota organisasi berjalan secara maksimal.

Meskipun telah ditopang oleh lima prinsip universal, fungsi check and balance di dalam organisasi mesti tetap dijalankan meskipun hal tsb menjadi mahal dan rumit. Masing-masing departemen haruslah mempertanggungjawabkan kinerja yang terukur dengan indikator yang jelas. Transparansi pelaporan harus dilakukan secara tepat waktu. Dan setiap anggota organisasi memahami sejauh mana organisasi ini akan berkembang melalui pemaparan strategi, dan cascading strategi yang diberikan oleh masing-masing departemen.

Akhirnya dalam jangka panjang budaya yang akan terbentuk adalah hasil atau result yang berasal dari eksekusi-eksekusi kecil di dalam organisasi anda.
Bagaimana dengan organisasi anda?

Jumat, Juli 02, 2010

Parenting dan Kepemimpinan

Melalui tulisan ini penulis membahas aspek kepemimpinan dan parenting. Masalah kepemimpinan merupakan suatu hal yang krusial dalam setiap organisasi, bahkan unit organisasi terkecil dalam suatu negara (keluarga). Sehingga tidak heran ditemukan begitu banyak literatur, training, serta alat test mengenai kepemimpinan.

Peran penting kepemimpinan dan parenting menjadi perenungan yang panjang ketika penulis membaca satu dari trilogi "Anak Super: Personal Condition" dari Shifu Yonathan Purnomo dan "Personal Image", sebuah Audio book dari Zig Ziglar. Sungguh, meskipun bahasannya berakar dari 2 budaya yang berbeda, namun mereka membawa pesan-pesan yang universal yang akan penulis bahas dalam artikel kali ini.

Hadist Islam: “menikah menyempurnakan agama” dari aspek kepemimpinan dan parenting sangat relevan. Dua insan yang menyatu dalam ikatan formal dan disahkan oleh negara akan mengemban tanggungjawab sebagai: suami/ istri, sebagai orang tua, dan sebagai anak yang berbakti kepada orang tua. Dalam lingkungan yang lebih luas mereka akan berkiprah sebagai warga (lingkup RT/RW); sebagai “ambassador”/ duta besar bagi 2 keluarga besar yang mereka punyai; menjadi pembawa nilai khas keluarga masing-masing. Hal ini menjadi dominan ketika mereka berketurunan, karena mereka bertanggungjawab dalam hal mendidik dan menjamin keamanan sosial (lahir) dan batin keluarga inti, hingga kelak saatnya si anak beranjak dewasa.

Shifu Yonathan menggunakan kiasan parenting dengan kisah Bambu Mo Shu:
Bambu Mo Shu merupakan tanaman satu-satunya yang tidak dapat dicabut dari tanah. Selama 5 tahun pertama pertumbuhannya, bambu tersebut tidak menunjukkan perubahan. Setelah 5 tahun, Bambu Mo Shu tumbuh dengan kecepatan yang mengagumkan: 10-11 cm per hari hingga mencapai tinggi 9 meter, hanya dalam waktu 6 minggu.
Lalu apa yang dilakukan Bambu Mo Shu tersebut? Ternyata lima tahun pertama dalam hidupnya, akarnya menghunjam bumi berkilo-kilo meter jauhnya.
Jika dianalogikan dengan pendidikan anak, maka orang tua perlu memberikan "bekal intangible" selama 5-12 tahun pertama usia anak. Meskipun pendidikan mental dan bekal spiritual pada saat ini belum terlihat, namun pada tahun-tahun di usia dewasa sang anak, berbagai prestasi dan pencapaian akan tercapai-sebagaimana Bambu Mo Shu tersebut.

Perumpamaan kedua yang diajarkan Shifu tersebut adalah: "Memelihara harimau akan mewarisi malapetaka."
Artinya, meskipun anak-anak kecil terlihat lucu dan tidak berdaya, orang tua harus mampu memberikan "batas", atau dalam artian kemudahan dan kelonggaran yang proporsional. Jika gagal, bisa jadi semua kebebasan yang kebablasan ini akan mengubah mereka ketika dewasa menjadi buas, bagaikan harimau yang sesungguhnya. Dan ini akan menjadi sumber bencana bilamana mereka kelaparan dan marah. Dan pada saat itulah terjadi penyesalan karena kedua orang tua tsb tak lagi memiliki daya dan upaya untuk mengendalikan mereka.

Di belahan bumi lainnya, Zig Ziglar mengungkapkan kegelisahannya bahwa negaranya bukanlah merupakan tempat yang aman bagi anak-anak. Kejahatan, pornografi, peredaran obat terlarang menjadi hal yang lumrah. Ini diperburuk lagi dengan hasil pendidikan sekolah yang menjadikan lulusannya menjadi sangat materialistik dan mementingkan personal image, namun mengabaikan karakter. Krisis keuangan yang terjadi di AS seharusnya sudah bisa diprediksi jauh hari, sebagai akibat tidak adanya pendidikan moral (yang berasal dari pendidikan agama-yang sama sekali tidak diajarkan di sekolah-sekolah AS). Beliau menghimbau bahwa sudah saatnya pendidikan moral (dan mata ajaran agama) diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah AS.


Kesimpulan
Kepemimpinan berjalan beriringan dengan parenting. Kepemimpinan orang tua di dalam keluarga memiliki peranan yang paling krusial. Orang tualah yang menanamkan value/ nilai; mengajarkan hal-hal yang paling prinsip dan paling penting; memberikan pendidikan yang patut dan layak; dan mengendalikan mereka selagi masih bisa.

Sebagai penutup, nasihat dari Zig:
"Negative Condition is the mother of learning, the father of action, and the architect of failure; while Positive Condition is the mother of learning, the father of action and the architect of success"