Jumat, Agustus 28, 2009

Broken Windows

Minggu lalu penulis kehilangan HP di tempat umum, namun syukurlah: penulis mendapatkan no. HP yang sama seperti yang digunakan selama ini-namun no. telp rekan, relasi, teman dan handai taulan tidak terselamatkan.
Ini adalah sebuah bentuk kriminalitas!
Dari kejadian tersebut penulis teringat sebuah teori yang dengan sukses diterapkan oleh Walikota New York, Rudy Giuliani (1994-2001) di dalam menurunkan tingkat kriminalitas di kotanya. Teori ini dikenal dengan teori "Broken Windows" yang bunyinya kira-kira seperti ini:

"Consider a building with a few broken windows. If the windows are not repaired, the tendency is for vandals to break a few more windows. Eventually, they may even break into the building, and if it's unoccupied, perhaps become squatters or light fires inside.
Or consider a sidewalk. Some litter accumulates. Soon, more litter accumulates. Eventually, people even start leaving bags of trash from take-out restaurants there or breaking into cars."


Jadi, jika ada gedung dengan beberapa jendela rusak tidak diperbaiki, maka para berandal akan berusaha memecahkan lebih banyak jendela. Bahkan mereka akan mencoba masuk ke dalam gedung, dan jika tidak dihuni, mungkin ada penghuni gelap atau api unggun (di dalam gedung).
Atau katakanlah satu sisi jalan ada tumpukan sampah. Segera tumpukan tersebut bertambah, orang-orang akan meninggalkan kantong atau sampah dari restoran cepat saji atau berusaha masuk ke dalam mobil (pencurian).

"Broken Windows" dalam Organisasi
Berpijak pada tulisan penulis sebelumnya: "Memahami The Garbage Theory" dimana suatu organisasi yang mengalami "over populated" dipenuhi oleh orang-orang yang "bermasalah", konsekuensi yang akan dihadapi oleh organisasi adalah bertambahnya "sampah organisasi" yang berserakan di sela-sela unit/ departemen/ sebagian besar organisasi; adanya ketidakteraturan; lalu perlahan-lahan menyusupkan the broken windows yang tercermin dari semakin banyaknya pelanggaran dan tindakan indisipliner yang dilakukan oleh para anggota organisasi. Peraturan Perusahaan perlahan tidak ditegakkan atau mungkin tidak lagi direvisi melalui Keputusan Direksi; mekanisme/ sistem mulai kabur batasan-batasannya, sehingga orang-orang bertindak semaunya; tidak adanya reward & punisment yang adil dan wajar; lalu lama kelamaan "hukum rimba belantara" merajai organisasi: siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Sungguh broken windows menjauhkan organisasi dalam mencapai penyelarasan dan eksekusi strategi.

Bagaimana menjauhkan organisasi dari broken windows tadi? solusinya hanya satu: fix those broken windows.
* Perbaiki jendela-jendela yang rusak (bangun mekanisme yang sehat bagi organisasi),
* cat dinding-dinding yang penuh coretan graffity (buatkan prosedur dan tata laksana yang jelas), dan
* buang tumpukan sampah tersebut jauh-jauh (laksanakan mekanisme reward & punisment secara fair).

Upaya tadi akan menjauhkan orang/ berandal/ opportunis untuk mengisi/ memasuki/ mengambil untung dari situasi yang rusak tadi. Lalu pikirkan bagaimana kesudahan organisasi anda.

Sabtu, Agustus 01, 2009

Golden Question

Pembaca sekalian, berbagai informasi akan didapat ketika kita memberikan pertanyaan, namun sangat sedikit jawaban yang mungkin dapat "memuaskan" kita. Seringkali dalam kasus wawancara atau survey tentang organisasi, dimana sifat pertanyaan yang diberikan kualitatif atau sesuai dengan "daftar pertanyaan" dan terkadang memerlukan penjelasan rinci, namun mereka seringkali mendapatkan jawaban yang berbelit, tidak tepat ke sasaran atau cenderung berputar-putar.

Dalam artikel ini, penulis ingin mengulas sedikit tentang beberapa "golden question" yang akan membawa kita kepada percakapan yang penuh inspirasi, jujur - atau tanpa ditutup-tutupi, mendekatkan kita kepada pengertian dan akhirnya solusi.

Seperti bermain catur, golden question tidak dapat diberikan langsung kepada orang ybs. Lalu kapan tepatnya golden question ini diberikan? Jawabannya adalah sangat situasional. Beberapa golden question yang berkesan di mata penulis dan tentu saja menjadi pemicu mengalirnya informasi/ wawasan/ wisdom yang dahsyat, tiga diantaranya adalah:

* What is the pain & gain? | apa perjuangan dan keberhasilan yang anda dapatkan dalam menjalankan program/ kegiatan/ strategi ini?
* What's good about it? How can you make it better? | hal-hal baik apa yang sudah anda lakukan? lalu bagaimana agar hal yang sudah baik tersebut bisa menjadi lebih baik lagi?
* Are you satisfied with this? | apakah anda puas dalam menjalankan program/ kegiatan/ strategi ini?

Golden question di dalam bela diri adalah kuncian, dalam permainan kartu adalah kartu As dan dalam pertarungan catur adalah skak mat!

Black Swan


Buku ini terus terang belum selesai dibaca, namun bagi penulis ini merupakan sebuah buku yang sangat inspirational, dibaca sebelum tidur. Buku ini menarik seseorang untuk tergerak memikirkan sesuatu yang tak terpikirkan, yang mungkin jauh dari "kejadian yang mungkin terjadi" atau mungkin hilang diantara lipatan pikiran kita. Ditulis oleh seorang quant atau pemodel matemetika untuk industri keuangan, seseorang yang juga merupakan filsuf, dan mungkin seorang Kahlil Gibran "edisi kontemporer" pada abad ini. Dan buku ini langsung penulis beli ketika Bapak Kusmayanto Kadiman memberikan sambutan pada acara 2009 Indonesian MAKE Study.

Indonesian Next Black Swan?
Menyitir ucapan Taufik Ismail dalam makalahnya yang berjudul "Generasi Nol Buku: Yang Rabun Membaca, Pincang Mengarang".. bersama dengan puluhan ribu anak SMA lainnya di seluruh Indonesia pada tahun 1953-1956, mereka telah menjadi generasi nol buku, yang rabun membaca dan lumpuh menulis. Sehingga, imbuh beliau, di tahun-tahun tersebut sangat sedikit orang yang dapat mengekspresikan tulisan. Karena pada saat itu mereka tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah, sehingga "rabun" membaca. Sementara istilah "pincang mengarang" adalah karena generasi tersebut tidak diberikan "latihan mengarang yang mencukupi" untuk pelajaran-pelajaran di sekolah.

Generasi ini mungkin sekali telah menjadi pejabat tinggi, orang-orang yang berpengaruh bagi bangsa ini, lalu kesulitan untuk menurunkan ilmu yang tacit (yang ada di kepala), menjadi sesuatu yang explicit (terekam/ tertulis/ terpahat) untuk diwariskan dan dibagikan kepada anak-cucu atau generasi berikutnya.

Lalu black swan seperti apa yang dapat terpikirkan, untuk generasi-generasi kita selanjutnya?