Rabu, Desember 31, 2008

Evaluasi... Introspeksi.... Eksekusi


Maraknya PHK mengakibatkan adanya trend "Small is Beautiful", artinya organisasi akan mengalami simplifikasi. Ibarat membangun sebuah rumah bertipe "minimalis", yakni bangunan dengan kamar yang relatif sedikit, minim aksesoris dan bahkan tanpa pagar!

Yah, begitulah potret organisasi kedepan: lebih ramping dan fleksibel. Sebagai contoh, perusahaan tempat relasi saya bekerja telah mem-PHK "orang-orang tidak penting" (sepeti: admin, sekretaris, officer). Sehingga orang-orang yang tertinggal adalah "key person" atau tokoh kunci. Sehingga masing-masing orang akan memiliki "distinct contribution" yang khas bagi organisasi. Tentunya hal ini akan sangat menyiksa orang-orang yang selama ini sangat bergantung pada para admin, sekretaris & officer tsb. Kesulitan utamanya adalah mengerjakan pekerjaan dari hulu ke hilir secara mandiri, efektif dan efisien. Terbayang oleh teman saya ini pekerjaan administratif yang menumpuk, seringnya lembur, atau bahkan mengangsur sebagian pekerjaan kantor di rumah. Ini tentunya akan sangat mengganggu berbagai aspek kehidupan pribadi vs profesional seseorang.

Saya hanya mengatakan kepada teman saya ini bahwa tahun depan hanya bisa dilewati dengan "aman" jika pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda! Berikut ini tips yang mungkin saja berguna bagi teman anda atau mungkin anda sendiri:
1. Evaluasi porsi pekerjaan anda selama tahun berjalan, apakah anda selalu mengerjakan pekerjaan tanpa perencanaan yang matang; selalu menghadapi tengat waktu yang seakan tak ada habis-habisnya; seringkali tergoda mengerjakan pekerjaan yang tidak penting (seperti: email, menelpon teman, mengobrol, bernyanyi/ merusuh di tempat pekerjaan); atau mengerjakan pekerjaan yang tidak jelas target dan pertanggungjawabannya.
Jika ragu, identifikasi pekerjaan anda pada 4 kuadran karakteristik pekerjaan (important/ not important vs urgent/ not urgent). Jika lebih banyak mengerjakan pekerjaan tidak penting atau pekerjaan yang tidak jelas atau by order, maka waspadalah: anda tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas terpenting anda sepanjang tahun!

2. Introspeksi hal-hal apa yang bisa dilakukan guna membuat perbedaan untuk tahun kedepan. Lakukan benchmarking, hal-hal apa yang dilakukan teman sekitar anda (rekanan/ atasan/ bawahan) atau teman di perusahaan sebelah yang menjadi/memberi contoh yang baik bagi anda.
Kemudian tempatkan prioritas pekerjaan mana yang akan dilakukan. Rincilah hal-hal apa yang sebenarnya penting... hal-hal mana yang lebih penting dari yang penting-penting tadi, dan hal-hal mana yang paling penting (maha penting)... jika dapat diidentifikasikan, anda telah sukses mendefinisikan "yang terpenting" dalam hidup anda.
Kemudian rumuskan indikator apa yang paling mungkin mengukur tingkat keberhasilan bahwa pekerjaan/ target/ tujuan tersebut tercapai. Karena pekerjaan tanpa tolok ukur akan sulit dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

3. Eksekusi...Eksekusi...Eksekusi...: artinya melaksanakan hal-hal yang telah dijanjikan. Sebagai exercise, lakukanlah 3 komiten secara mingguan, yakni: (1) Komitmen apa yang akan anda lakukan kepada keluarga (pacar/ suami/ istri/ anak/ famili); (2) target pada pekerjaan di kantor, dan (3) komitmen pada diri anda sendiri. Di akhir minggu, jika tidak tercapai, evaluasi mengapa? jika tercapai, hal-hal apa yang membantu/ menyebabkan hal tersebut tercapai.
Dan bagi yang telah memiliki beberapa anak buah, jadikan rutinitas untuk membicarakan target-target & lakukan evaluasi.

Akhirnya, dengan menjalankan 3 hal yang sederhana di atas maka adaptasi dan akselerasi anda di dalam organisasi bertipe minimalis tersebut akan berjalan semakin cepat dan mulus. Karena sesungguhnya sang pembuat perbedaan itu ada ditangan anda!

Selasa, Desember 30, 2008

Menggapai Tahun 2009

Kelesuan perekonomian sebagai akibat dari krisis global kemudian berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan ekonomi di multi sektor. Pemerintah yang pada di bulan-bulan awal krisis global merasa "confidence" dengan stabilitas ekonomi makro, perlahan pada bulan-bulan kedepan mulai memiliki 'sense of crisis', dan pada tahun mendatang akan segera 'berlari' untuk segera mengejar ketertinggalan dengan mengambil tindakan-tindakan perbaikan.

Salah satu headline Kompas online hari ini, Dirjen pajak memperkirakan tahun 2009 penerimaan pajak akan berkurang Rp 70 T sebagai akibat berkurangnya kegiatan industri, tentunya pasti menggerus 'confidence' dan menyiagakan tingkat sense of crisis yang sudah terbangun di awal. Sejatinya, pendapatan pemerintahan yang berasal pajak merupakan kemampuan suatu negara didalam mengumpulkan sumber-sumber pendapatan guna membiayai pembangunan, membayar gaji PNS dan beragam expenses lainnya.
Para pembaca yang budiman, jika pendapatan pajak berkurang jauh maka dari manakah pemerintah akan mendapatkan revenue (jika kita tidak berharap pinjaman/hutang dari luar negeri)? Dan belum lama ini, pemerintah secara tegas telah mulai mengalihkan sumber pendapatan yang semula berasal dari sektor primer-yang nyata-nyata telah merusak alam dan sukses menimbulkan bencana alam & moral yang berkepanjangan-menuju sektor sekunder dan tersier. Ini terlihat dari dari Undang-Undang Pertambangan yang baru dan semakin ketatnya pemerintah dalam menindak para pelaku illegal logging.


Masa Peralihan & Perubahan Paradigma Bangsa

Namun tentunya untuk jangka pendek diperlukan "action" yang bukan hanya merupakan 'quick fixes' untuk dunia usaha tetapi lebih dari itu. Strategi diatas sangat bagus untuk jangka panjang dan sebagai penentu bagi pergerakan bangsa ini ke depan (baca Kisah "Arus Balik" & Knowledge Management). Ini kemudian dijawab oleh 3 program Pemerintah di tahun 2009, (sebagaimana penulis lansir dari Kompas online pada hari ini, 30/12/2008 ), yakni:
(1) PROTEKSI IMPOR dengan membatasi impor 12 jenis barang. (Yakni garmen, alas kaki, mainan, elektronik, kosmetik, makanan dan minuman, baja, sepeda, telepon genggam, komponen otomotif, lampu hemat energi, dan keramik);
(2) SUBSIDI FISKAL: Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp 10 triliun untuk subsidi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atau PPN-TP (Jenis barang yang termasuk dalam PPN-TP ini antara lain tekstil, baja, minyak goreng, dan sepatu). Dan Pemerintah juga menyiapkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk pembebasan bea masuk (BMDTP) pada 10 sektor usaha yang rawan terkena dampak krisis keuangan global. Misalnya, industri makanan dan minuman, elektronik, dan komponen elektronik;
(3) PROGRAM KKPE: program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) bagi dunia pertanian dengan bunga pinjaman 10 persen. Target KKPE tahun depan minimal sama dengan 2008, kurang lebih berkisar Rp 10,86 triliun.

Artinya dengan adanya program ini Indonesia diharapkan bukan lagi sebagai produsen barang primer dan menjadi konsumen barang sekunder dan tersier paling potensial di dunia... Tetapi beralih menjadi produsen barang sekunder dan tersier untuk jangka waktu seterusnya.

Dari paparan diatas, peralihan yang dilakukan bangsa besar ini memerlukan "perubahan paradigma berpikir". Jika semula kita semula memiliki mental "keterbatasan sumber daya alam" atau batasan jarak pandang dimana segala sesuatunya serba terlihat / tangible" berubah menjadi manusia bermental "keberlimpahan dalam mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terlihat/ intangible (the unlimited asset)". Artinya pengembangan innovasi dan daya cipta manusia. Karena itulah untuk menggapai tahun 2009 ini diperlukan upaya yang 'sangat keras' dari berbagai pihak. Sebagai contoh: mengembangkan budaya menghargai kekayaan intelektual. Mulai dari hal yang kecil saja, sesuatu yang berada dalam lingkaran pengaruh anda: tidak meng-copy paste Blog orang dan mem-publish tanpa seizin orang ybs; memulai untuk mengeksplor kemungkinan-kemungkinan yang tak mungkin-dimana ini hanya bisa diwujudkan dengan nyali "enterpreneurship"; dan senantiasa mengasah diri/ mengembangkan kompetensi.

Mudah-mudahan dengan artikel dan ilustrasi diatas akan semakin menciptakan kreatifitas, naluri berkompetisi, perubahan paradigma Bangsa Indonesia. Semoga!

Rabu, Desember 17, 2008

Setelah Dia Pergi

Pada tulisan di blog ini tertanggal 24 juni 2008, Robby Djohan suatu Studi Kasus Karakteristik Kepemimpinan, penulis berkesempatan untuk mengunjungi dan merasakan aura "legacy kepemimpinan" yang telah beliau tinggalkan. Perjalanan "town to town commuter" yang cukup jauh tidak penulis rasakan selama berhari-hari karena inilah kesempatan yang tidak akan penulis sia-siakan untuk me-review legacy tersebut.

Penulis berkeliling melihat sudut-sudut ruang dan memvisualisasikan legacy yang ditinggalkan beliau. Memang, penulis berkesempatan mendapatkan seminar management satu hari bersama beliau pada saat S1 dulu, lalu ketika S2 penulis kembali berkesempatan mendapatkan perkuliahan umum "Turn Around Management" dari beliau. Dan saat ini, suatu kebetulan bagi penulis untuk meninjau secara langsung...

Sederet pertanyaan yang penulis lontarkan pada peserta workshop di berbagai kesempatan yang ada, tentang bagaimana keadaan perusahaan pada saat beliau memimpin; apakah benar beliau memindahkan kantornya untuk memantau kondisi lapangan; apa yang dirasakan jajaran perusahaan ketika beliau "mengamankan" serikat pekerja hingga issue industrial lain yang terjadi di perusahaan; kontribusi HR apa yang berkesan di era kepemimpinan beliau; dan apa yang telah berubah setelah beliau pergi?

Legacy yang tertinggal adalah SDM unggul yang telah terseleksi dan telah teruji di lapangan. Namun yang masih menjadi PR adalah sistem yang masih tertinggal dan munculnya penyakit silo dan masalah kepemimpinan yang kembali bermunculan bak jamur setelah hujan. Seperti bangsa yang ditinggal segera setelah kepergian Sang Nabi, lalu mereka kembali kepada Agama nenek moyang yang semula dianut.

Legacy itu tetap ada, regenerasi kepemimpinan telah beliau gulirkan dengan sukses. Hanya saja masih memerlukan effort yang monumental guna membangunkan naga yang tengah tertidur ini! Penulis berharap agar legacy yang masih ada saat ini mampu memanfaatkan momen baik yang tengah berjalan saat ini.

Selasa, Desember 16, 2008

HR & Resolusi Akhir Tahun

Berakhirnya tahun 2008 biasanya menyisakan kegiatan untuk berkontemplasi, merenung, dan mengevaluasi jalannya tahun 2008. Kemudian setelah kilas balik peristiwa tersebut dilakukan, maka lahirlah resolusi berbentuk harapan, tekad, pencapaian, hingga target riil menghadapi tahun 2009.

Di dalam tulisan ini akan dibahas catatan dan kisi-kisi resolusi para pelaku bisnis kunci yang tengah menghadapi kondisi perekonomian yang terus tertekan, bahkan kondisi di tahun mendatang diramalkan tidak akan sebaik tahun-tahun lalu. Kondisi ini tentunya tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu resolusi apa yang ada di benak para pelaku tersebut, trend apa yang akan berjalan di dunia pengembangan organisasi dan di HR khususnya?

Resolusi Direksi
Direksi selaku majelis pengambil keputusan-yang merepresentasikan suara para pemegang saham-akan memiliki resolusi akhir tahun seperti ini: “me-landing-kan perusahaan agar berada di tingkat yang favorable”. Kata-kata yang agak samar, berada di awang-awang, namun khas bagi para pemikir strategis. Kondisi yang “favorable” bagi perusahaan berarti perusahaan akan melakukan ‘tindakan ringan’ seperti penerapan sub sistem HR yang baru hingga ‘tindakan ekstrim’ seperti revitalisasi/ reengineering di dalam organisasi. Tergantung kondisi yang berjalan di tubuh perusahaan

Kemudian resolusi kedua para direktur tersebut adalah agar manuver-manuver di awal 2009 tidak akan mengurangi pertumbuhan perusahaan (profitabilitas, penurunan cost, hingga kualitas output karyawan).

Tindakan ringan berupa pengenalan dan penerapan sub sistem HR yang baru biasa dilakukan mulai dari meningkatkan kompetensi karyawan, membangun talent pool, dan meningkatkan kontrol terhadap kualitas. Sedangkan tindakan ekstrim yang dimungkinkan adalah melakukan perubahan besar-besaran di dalam struktur organisasi dan skenario terburuknya adalah mengurangi jumlah karyawan dan secara drastis memotong sub organisasi/ menutup SBU yang tidak produktif.

Resolusi Manager Puncak
Berbeda dengan resolusi Direksi, Manager Puncak pada umumnya memiliki resolusi sebagai berikut: bagaimana tindakan penyesuaian Direksi dilakukan dengan baik dan tidak menimbulkan dampak risiko yang besar bagi perusahaan. Seperti mogok kerja, memburuknya image perusahaan, dan yang terburuk adalah jatuhnya harga saham.

Jika PHK diyakini akan terjadi besar-besaran di tubuh perusahaan, tentunya keresahan dan tuntutan untuk memberikan kepastian mengemuka. Para manager puncak akan melakukan program-program HR guna mengeleminir unsur-unsur risiko yang disebut diatas, seperti: sosialisasi bagi korban PHK, pelatihan enterpreneurship, sosialisasi dan pelaksanaan reengineering perusahaan, hingga program-program lain berkaitan dengan strategic industrial relation lainnya.

Resolusi Karyawan dan Jajaran Pelaksana
Siapapun diantara kita tidak ingin perusahaan berada pada situasi terburuk. Sebagai contoh, baru-baru ini Persatuan Buruh perusahaan automotif terbesar di AS bersedia dipotong gajinya karena gaji mereka berada di atas standar buruh, dan pada saat bersamaan sang CEO tidak menerima gaji pada bulan berjalan.

Sebagai konsekuensi dari kebijakan Direksi yang kemudian diterjemahkan menjadi serangkaian program oleh para Manager Puncak, maka resolusi bagi karyawan dan jajaran pelaksana: tahun 2009 adalah kesempatan bagi jajaran untuk tampil dan memberikan yang terbaik bagi perusahaan!


Menerjemahkan Resolusi menjadi Tindakan
Dari perspektif HCMS, jika resolusi para pelaku bisnis diatas diterjemahkan menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih terstruktur dan riil, maka Performance Management System (PMS) memegang peranan penting. PMS membantu ”sumpah palapa” para jajaran perusahaan menjadi tersistem dalam bentuk sesi pertemuan atasan dengan bawahan terkait kinerja, pengembangan kompetensi serta hal-hal kritikal lain yang hendak dicapai oleh karyawan.

Penerapan PMS juga merupakan arena seleksi/ screening karyawan yang sukses dalam mempertahankan kinerja versus karyawan yang memiliki performa rendah secara tersistem dan fair.

Melalui sistem yang terstruktur ini, karyawan di tengah-tengah kondisi menekan tersebut akan mengembangkan daya adaptasi, yakni peningkatan kompetensi. Artinya secara personal, jajaran perusahaan akan mengembangkan diri, meningkatkan kinerja, menciptakan jalan pintas (short cut, mengurangi birokrasi), bahkan terciptanya inovasi. Secara berkelompok karyawan akan saling bekerja sama, bahu-membahu menciptakan serta meningkatkan value perusahaan sehingga cikal bakal budaya yang solid dan kompetitif akan tercipta. Dan akhirnya organisasi akan memiliki ketahanan atau imunitas terhadap kondisi baru ini.

Sehingga siapa yang paling diuntungkan oleh kondisi krisis ini? Lalu, bagaimana resolusi organisasi anda?