Senin, November 24, 2008

Story Time!

Memahami metode dalam Knowledge Sharing, terdapat suatu pendekatan yang menjadi salah satu ritual manis dan cukup dikenal oleh manusia-manusia kecil yang sedang bertumbuh, yakni story telling. Story telling biasa dilakukan sesaat sebelum mereka tidur, atau pada waktu-waktu senggang. Meskipun sederhana, tidak menggunakan alat bantu namun lebih menggunakan daya imajinasi serta ingatan itu, ternyata sangat efektif di dalam menanamkan nilai-nilai serta menginspirasikan gerak dan nafas kehidupan mereka ke depan.

Mengapa dikatakan sangat efektif? Story telling atau dongeng sebelum tidur dilakukan pada saat si anak sedang berada pada saat santai dan nyaman karena berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya. Cerita mengalir dengan alur yang sederhana, mudah diingat, dan seringkali berulang-ulang, namun tidak pernah membosankan akan selalu dikenang baik secara sadar maupun tidak. Story telling secara perlahan memberikan nasihat tidak langsung serta nilai yang harus diteladani oleh si anak.

Merefleksikan dampak story telling di dalam kehidupan penulis sendiri, penulis dibentuk oleh cerita nenek. Penulis termasuk beruntung karena beliau merupakan saksi sejarah, yang tidak sengaja selalu berada ditengah—tengah peristiwa penting, dan tercatat di dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebagai kilas balik, seringkali beliau menceritakan kehidupan pra kemerdekaan, perjuangan merebut kemerdekaan, suasana peperangan, pergaulan beliau dengan orang asing (penjajah), serta kisah-kisah menarik masa lampau yang selalu penulis nanti-nantikan.

Sebenarnya setelah mendengarkan kisah tersebut, penulis dihadapkan bahwa dunia ini bukan melulu datar dan ”mudah diperkirakan” bak sinetron Indonesia: tapi ada sejarah yang melatari suatu kejadian (era kemerdekaan), ada konflik melawan penjajahan, ada kisah sedih seperti perpisahan dan kematian, dan seringkali kisah-kisah tersebut diakhiri dengan ironi atau ”kebahagiaan” bagi orang-orang yang dapat memaknainya. Karenanya penulis belajar bahwa kehidupan tidak hanya dipenuhi oleh ”manisnya hidup” belaka, tapi penuh oleh kerja keras dan perjuangan, sebagaimana kehidupan yang telah ditempuh oleh sang nenek.

Memupuk Mimpi melalui Story Telling
Story telling juga memupuk mimpi-mimpi dan harapan. Story telling yang unik kemudian diproses oleh alam bawah sadar menjadi personal script. Artinya, story telling yang diceritakan dengan alur cerita yang mengalir dimana pendengar diajak menyelami kondisi, emosi serta situasi yang dirasakan oleh si pembawa cerita. Kemudian di alam bawah sadar cerita tersebut diterjemahkan menjadi keinginan-keinginan atau mimpi yang kemudian menggugah si pembawa cerita. Kelak kedepan, baik sadar maupun tidak, akan ada upaya bawah sadar untuk mewujudkan mimpi melalui story telling itu sendiri. Tentunya dengan cara yang berbeda-beda.

Penulis di dalam merefleksikan story telling nenek, bertahun-tahun setelah beliau tutup usia, ternyata ada harapan atau ekspektasi alam bawah sadar yang telah terbentuk, membumbung tinggi, dan membuncah menjadi suatu kerinduan. Kerinduan berubah menjadi sebuah tindakan nyata penulis untuk sejajar diantara bangsa-bangsa asing melalui kemampuan penguasaan bahasa, selalu mempelajari hal-hal baru, dan menjadi yang terdepan dalam segala hal.

Story Telling dalam Korporasi
Ini adalah metode yang unik, tapi dapatkah metode story telling ini dimanfaatkan di dalam kesempatan sharing session, di dalam sebuah acara formal, atau bahkan pada kesempatan penting di sebuah korposasi? Dan bagaimanakah story telling tersebut dilakukan?

Ya! Story telling dapat dilakukan pada kesempatan sharing session atau bahkan kesempatan strategis lainnya, jika disampaikan oleh orang yang dituakan, saksi hidup, atau mungkin orang yang dapat menceritakan kembali pengalaman/ corporate memory dengan cara yang menghibur dan mengesankan.

Kesuksesan perusahaan dikisahkan kembali, sebagai contoh: perjuangan sang pemilik yang mati-matian mempertahankan urat nadi perusahaan; kiat-kiat sang pemilik bertahan dari terpaan cobaan seperti: hutang, persaingan, konflik; dan bahkan penemuan/ tindakan/ strategi yang tidak disengaja dilakukan oleh sang pemilik yang membawa perusahaan menuju ”zaman keemasan”. Ini merupakan cerita yang menginspirasikan, menanamkan nilai-nilai dan impian bagi jajaran yang mendengarkan untuk terus berkarya dan mempertahankan perusahaan dari serangan ataupun tantangan ke depan.

Berbicara mengenai Story telling di korporasi, bagaikan cerita nenek, di alam bawah sadar para jajaran terbentuk apa yang dinamakan Schein merupakan ”tingkatan ketiga” dari budaya perusahaan, yakni asumsi mendasar yang merupakan sumber utama dari nilai dan tindakan jajaran perusahaan, dimana biasanya tanpa disadari, bersifat taken-for-granted, berbentuk kepercayaan, persepsi, pemikiran dan perasaan kolektif. Artinya, nilai-nilai yang disampaikan berulang-ulang melalui story telling tersebutlah yang diadaptasikan para jajaran sebagai dasar bertindak, melalui proses mendalami dan memahami gerak dan laju pertumbuhan perusahaan ke depan. Selain itu kelebihan lain dari story telling, yang bahan ceritanya berasal dari corporate memory, akan memberikan peringatan, batasan, serta kebijakan atau wisdom yang membuat orang-orang yang mendengarkannya menerima dan mengadaptasikan dengan keadaan yang terjadi pada saat ini.

Sebagai penutup, jadikanlah story telling merupakan satu ritual manis yang dikenang oleh ”manusia-manusia yang sedang bertumbuh dan berkembang” di tengah-tengah organisasi anda dan menjadi sesi yang senantiasa menginspirasikan gerak dan nafas kehidupan mereka ke depan. Semoga!

Senin, November 10, 2008

Ke pesta Blogger...


Aku hanya penasaran, ingin tahu seperti apa pesta blogger 2008 yang nantinya akan diadakan tanggal 22 november.

Tak ingin berekspektasi terlalu tinggi, namun sangat berharap akan bertemu dengan penulis blog yang juga menulis buku. Bisa tidak, ya? semoga saja


Selasa, November 04, 2008

MARI BUNG REBUT KEMBALI!

Kemarahan, kegusaran, kesedihan dan ketidakberdayaan dapat Penulis rasakan bak pasukan yang baru kalah perang. Bagaimana tidak, seseorang telah gagal dalam mempertahankan ”intelectual property” yang sebenarnya berhak ia sandang.

Ini cerita yang tidak aneh bagi seorang asisten peneliti dimana sebetulnya ialah penemu terobosan baru; atau seorang co-author/ ghost writer bidang penulisan dimana sebetulnya ialah penggagas ide dan bahkan kontributor utama; atau seorang karyawan biasa yang sebetulnya mencetuskan ide terpopuler dalam perusahaan; dan masih banyak lagi orang-orang yang mengalami nasib menjadi ”orang kedua” penentu kesuksesan ”pemain utama”.

Inilah kisah nyata seorang teman baik saya versus oknum manajemen, dimana ia secara ”de facto” adalah kontributor utama artikel yang dimuat di sebuah koran terkemuka Indonesia. Namun begitu kumpulan artikel tersebut dicetak menjadi sebuah buku, ia tidak menerima se-sen pun royalti penjualan buku, ucapan terimakasih, dan bahkan ia masih bekerja dan tetap setia mendampingi sang oknum. Ini adalah kejahatan besar, penindasan dan perampasan hak ”intelectual property”, pemusnahan kreatifitas dan kontribusi suatu generasi, bahkan pengingkaran seseorang yang sebetulnya layak mendapat bintang!

Kasus diatas merupakan contra productive bagi perusahaan yang mengaku telah menjalankan knowledge management. Sang penulis pemula memang belum lagi punya nama, namun setidaknya sebentuk pengakuan akan menghadirkan penulis ternama, tanpa mempermalukan sang oknum yang berpikiran jangka pendek tersebut. Dan ingat lah: semakin dalam ilmu digali, ia tidak akan pernah kering, bahkan akan semakin berlimpah.


Penulis hanya bisa berseru, ”Mari, Bung, rebut kembali hak ’intelectual property’ para generasi muda!”.